To Please You

581 59 15
                                    

Anta boleh berbangga diri dengan kenyataaan ia menjadi salah satu orang yang menyaksikan, betapa laki-laki yang tengah berjalan naik ke atas panggung demi dipindahkannya tali toga sebagai tanda bahwa dirinya sudah mampu melewati beberapa tahapan didalam kehidupannya itu, terlihat sangat gagah didalam balutan jubah wisudanya yang berwarna hitam.

Tolong jangan tanyakan bagaimana penampilan laki-laki itu kepada Anta, karena tentu saja akan menjadi sangat bias.
Tentu saja karena Anta yang belum pernah sekalipun melihat Bobby berpakaian dengan sangat formal, bahkan tidak bisa menjauhkan pandangan kedua matanya walau sejenak.

Bapak Sastro, sesuai dengan permintaan putra sulungnya itu pun menampakkan dirinya pagi ini. Menyisihkan waktunya, dan terlihat sama-sama menyunggingkan senyum bangganya tak kalah lebar apabila dibandingkan dengan Anta.

Bobby bergabung dengan Anta dan Bapak Sastro setelah beberapa kali langkahnya dihentikan oleh para teman seangkatan untuk berphoto bersama.

Wajahnya yang sumringah dan bahagia beberapa kali diabadikan oleh sang Ayah dari kejauhan, membuat Anta semakin meyakini bahwa hubungan keduanya mungkin harusnya tidak seburuk sekarang.

"Kalau Bobbert dan Anta tidak keberatan, kita makan siang bersama dirumah saya," ajak Bapak Sastro dengan intonasinya yang lembut, Anta bahkan berani bertaruh kalau intonasi suara tersebut adalah intonasi yang biasanya digunakan laki-laki itu didalam kesehariannya.
"Mamanya sengaja masak, walau belum tentu Bobbert mau datang... Tapi kalau Bobbert menolak juga tidak apa-apa."

Hati Anta mencelos, seiring dengan kepalanya yang terangkat setelah dirasanya ada seseorang yang mendekati mereka berdua.

Bobby merentangkan kedua lengannya, menagih sebuah pelukan dari Anta, mungkin juga sebaris kalimat dari kekasihnya itu yang mampu melengkapi kebahagiaannya hari ini.

Berbanding terbalik dengan gesturnya kepada Bapak Sastro, namun seolah tidak ingin memperkeruh suasana suka cita, laki-laki itu kemudian beranjak perlahan mendekati Bobby, dan memberikan buah hatinya itu sebuah pelukan hangat, yang diakhiri dengan beberapa tepukan lembut pada bahunya yang tegap.

Tidak ada yang berbicara setelah itu.

Anta kemudian memutuskan membuka suaranya, "Bapak mau ajak kita makan siang dirumah, sama Ibu, kalau kamu mau," katanya sambil menatap kedua mata Bobby dengan lembut.

Bobby membuang wajahnya entah kemana. Bukan tidak suka, ia hanya sedang tidak mengerti harus menjawab apa. Karena jelas menyantap hidangan bersama adalah sesuatu yang sangat asing dilakukan olehnya bersama dengan keluarga baru Ayahnya itu.
Bertemu saja belum pernah...

Makan siang?

Bisa-bisa hidangan yang tersaji dihadapannya nanti tidak bisa Bobby telan dengan baik.

Bapak Sastro pun sama saja. Beliau kini lebih memilih menganggukkan kepalanya berlawanan arah, menyambut teguran beberapa orang tua siswa yang juga hadir pada perhelatan tersebut.
Sambil didalam hatinya merapal seuntai kalimat do'a, agar jangan kecewa berlebihan kalau saja Bobby menolak idenya itu mentah-mentah.

"Bob..." tegur Anta pelan, "kalau enggak mau juga enggak apa-apa... Bapak juga tadi bilang gitu, kok."
Namun seolah masih mencoba membujuk agar Bobby bersedia, Anta lalu menambahkan, "Ibu udah masak buat kamu, kata Bapak..."

Bobby belum bergeming.

"Tapi, ya... Kalau memang enggak mau, sih—"

"Iya, yang..." walau bukan ini yang diharapkan Bobby menjadi kado kelulusannya, asal bersama Anta, rasanya tidak jelek juga.

"Hmm...?" gumam Anta, meminta Bobby untuk menjawab lebih jelas lagi dari sekedar 'iya'.

"Iya, mau... Berdua sama kamu ini, kan? Enggak apa-apa," jawab Bobby akhirnya.

Can We Talk? - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang