5. Tamu Ayah

6 0 0
                                    

Saat tengah asik berolahraga, ditengah ramainya orang-orang berteriak histeris saat peluit bola basket dimulai. Namun, tidak denganku. Aku berusaha mendekati diri pada Utari yang tengah sibuk merekam permainan basket.

"Tar, lo masih inget kan cowo yang waktu itu ke bioskop bareng kita"

"Masih lah, kenapa dia?"

"Lo tau ga, semalem kita abis ngapain"

"Hah? Habis ngapain anjir"

Aku mendelik kesal melihat ekspresi menjijikan Utari yang histeris. "Biasa aja dongg, habiss makan doang si"

"Yek, cangkemu!!"

"Ga, ini bukan sekedar makan"

"Terus"

"Tapi, si Verro ini mulai tau kebiasaan gue sehari-hari. Kaya dia tau jadwal gue makan dan apa aja makanan yang  gue makan"

Utari nampaknya masih melongo mendengar penjelasanku, mungkin setengah percaya setengah tidak. "Seriusssss, gue ga bohong. Bahkan nih yah, pas kita pesen mie ayam malem tadi si Verro larang-larang gue pake pedes"

"Terus, lo tanya ga kenapa dia ngomong gitu?" tanya Utari penasaran

"Tanya. Gue tanya gini, lo suka ya sama gue. Trus dia bilang nggak, fix dia suka sama gue"

"Hah? tapi dia gasuka lo btw"

"Justru itu, dia kaya rencananya suka sama gue. Ya ga?"

Utari tertawa puas mendengar ungkapanku, entahlah letak kesalahan ku dimana yang jelas dia sepertinya tak mendukung dengan keputusan ku kali ini.

"HAHA, iya deeh. Gue doain-"

"Aelah tar, gue manggil-manggil lo ya sedari tadi" kedatangan Adiz membuat percakapan kami terhenti, ia yang bersimpu keringat dengan setengah nafas yang tersengal-sengal segera memarahi Utari yang meletakkan hp nya diatas lapang.

"ASTAGA GUE LUPA"

"Nyenyenye"

Aku tertawa melihatnya, Adiz yang kesal segera mengambil hp nya dan berlalu. "Gue segera kembali, sek"

"ADIZ TUNGGU!!"

••
Kali ini hujan mengguyur kota kami, bahkan hampir setiap hari, sore, dan bahkan menuju malam selalu di suguhkan hujan deras beserta kilat sesekalinya.

Aku memutuskan untuk keluar kamar karena bosan, melihat Ayah yang sedang sibuk di dapur aku berinisiatif untuk mendekatinya. Aku mencium aroma nasi indomie goreng yang begitu menusuk masuk ke hidung.

"Asik, Ayah perhatian bangetsi"

"Kamu buat sendiri sana di dapur, ini untuk tamu ayah"

"Tamu? Siapa?"

"Tuh.." tunjuk ayah dengan dagunya yang sedikit mengangkat. Kulihat Verro yang tengah berdiri membawa dua mangkok berisi mie instan hanya datar mengarahku.

"Kenapa buatnya cuman dua? Salwa juga kan pengen"

Entah apa yang ayah kodekan pada pria kaku itu sehingga ia meletakan satu mangkok nya tepat di depanku. Dan satu nya lagi ia simpan di depannya.

"Yasudah, om tinggal dulu ya Ver"

"Iya om"

Aku menolehkan wajahku pada Verro yang tengah mengaduk mie nya. "Ini buat gue?"

"Ya trus buat siapa lagi?" tukasnya sedikit sewot.

"Biasa aja kalli" jawabku tak kalah sewot.

Jalan setengah makan kami hanya saling diam. Tak ada suara selain gesekan piring dan sendok. Aku menghela nafasku berat. Gini amat nasib makan bareng cowo kaku.

Tak lama Ayah datang dengan kopi nya yang ia buat sendiri. Beliau ikut gabung bersama kami dan duduk di samping kananku.

"Nak Verro, kapan lagi kita mancing bareng di batu?"

"Minggu depan aja gimana om? Minggu ini Verro harus ngejar deadline"

"Hayu aja, kapan pun om siap"

Semakin lama obrolan mereka semakin mendalam, sampai makananku habis saja Verro terus berinteraksi dengan ayah tiada henti. Dimulai dari mengobrolkan ikan, mancing, motor, main bola semuanya mereka bahas.

"Verro... " Aku menatap pria itu yang tengah meneguk teh nya, kini aku mulai mem-beranikan diri untuk mengajaknya bicara.

"Kenapa lo gapernah ajak gue ngomong?"

"Kenapa?"

"Ya itu, kenapa lo ga ajak gue ngobrol sedari tadi. Tanya apa kek, gue juga kan pengen di tanya sama kayak ayah"

"Gapapa, kurang sopan aja bicara sambil makan"

Aku menghempaskan nafasku kasar, setiap kata saja yang ku lontarkan selalu salah di matanya. "Ya ya, gue tahu itu. Dan gue males debat sama lo"

"Salwa, jangan seperti anak kecil. Malu" ucap ayah berbisik kepadaku. Aku tahu ayah tak enak pada tamunya itu, tapi aku sudah terlanjur kesal yang di biarkan sedari tadi. Mereka selalu saja sibuk dengan urusan mereka sendiri.

"Yaudah, Salwa ke belakang dulu"

Aku beranjak membawa nampan berisikan piring kosong ke dapur. Mencucinya kembali agar kembali bersih adalah pekerjaanku sehari-hari. Lama-lama seperti ini aku seperti istri yang ditinggal suami dines di luar kota.

"Gue bantu"

Melihat Verro yang sudah menggulung kemeja nya membuat ku sedikit menggeserkan diri. "Yauda, semuanya ya! Gue mandor"

Verro tak mengelak dengan keputusanku secara sepihak, aku segera membersihkan tanganku lalu mengeringkannya pada lap tangan.

Melihat pria kaku itu mencuci piring kurasa ia cukup handal mengerjakannya. Tidak sia-sia ayah memilih supir pribadi sekaligus asisten ku.

"Verro.. "

"Sekali lagi gue nanya lo. Kenapa lo ga pernah nanya gue?"

"Gapapa"

Aku menggulung bibirku kesal, bukan itu yang ku mau jawabannya kanebo kering!!!!!.

P O T R E TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang