05 - Insiden tiga bulan lalu

613 124 5
                                    

Lian merentangkan tangan saat pria setengah baya di depannya beralih mengukur dada lelaki itu. Ia hanya bisa menghela napas pelan, diam-diam berdoa semoga pria dengan rambut cokelat muda itu segera menyelesaikan tugasnya.

Lian tak henti-henti menghitung waktu yang telah berlalu. Entah sudah berapa kali ia melirik jam tangan, berharap semua ini segera berakhir dan ia bisa pergi dari tempat itu.

"Ukur dengan benar. Baju ini harus terlihat bagus untuk Lian dan mecing dengan milik Sandra."

Wanita paruh baya yang sedari tadi memerhatikan lantas bersuara. Tangannya bersedekap di depan dada sedang mata tajam itu terus mengawasi.

"Tenang saja, Bun. Bunda tahu sendiri kinerja saya seperti apa."

Sarah tersenyum. Sejauh ini, Yoyo memang tidak pernah mengecewakannya. Semua baju untuk pernikahan Rena ia serahkan kepada pria itu.

Lian memutar kedua bola matanya saat memunggungi Sarah. Jika bukan karena wanita itu, ia tidak akan sudi ditarik ke butik ini oleh Sandra. Ia curiga mereka sudah merencanakan untuk menjebaknya di sini. Sekarang ia tidak bisa berkutik sama sekali.

"Bun." Sandra keluar dari ruang pas dengan dres brokat selutut. "Gimana?"

Senyum Sarah kian melebar, ia berjalan mendekati putrinya. "Bagus sekali, Sayang."

"Sandra ambil yang ini ya, Bun, buat acara kumpul keluarga besok malam."

"Sandra boleh ambil yang menurut Sandra bagus. Besok malam anak Bunda harus yang paling cantik."

Sandra tersenyum girang. Ia kemudian beralih melirik Lian yang baru saja selesai diukur. "Yan, lo pilih satu juga ya buat acara besok malam."

Lian mengibaskan tangannya, tampak enggan tapi tetap berusaha untuk tersenyum ramah. "Nggak usah. Gue masih punya baju bagus di rumah. Besok pakai itu aja."

"Nggak apa-apa Lian, ambil aja. Kamu harus terlihat rapi di depan kakeknya Sandra."

"Tante tenang aja, saya nggak bakal bikin Tante malu di depan keluarga besar Tante kok."

Mendengar jawaban sarkas Lian, ekspresi Sarah perlahan berubah. Menyadari ketegangan yang mulai melingkupi mereka, Sandra segera menengahi.

"Eh, Bunda katanya masih ada janji sama klien, kan? Bunda duluan aja, nanti Sandra pulang sama Lian."

Sarah mengalihkan pandangannya. "Ya sudah, kamu pilih-pilih saja dulu, nanti beritahu Bunda mana yang kamu suka."

Sandra mengangguk dan mengantar Sarah untuk keluar dari butik. Gadis itu kemudian kembali kepada Lian yang kini sudah duduk di sofa dengan wajah yang ditekuk.

"Kenapa nggak iyain aja kata bunda tadi?"

"Terus biarin dia ngerendahin gue lagi?" Lian tersenyum miring. "Emang gue kayak berandalan banget ya sampai harus diingatin kayak tadi?"

"Bukan gitu, Yan. Bunda cuma mau kita tampil rapi di depan kakek."

"Gue tahu kok gimana adab bertamu dan gimana harus berpakaian yang sopan. Kasih tahu tante, dia nggak perlu khawatir."

Sandra menghela napas. Kekesalan di wajah Lian tidak bisa ditutupi lagi. Mengajaknya berbicara sekarang hanya akan membuatnya semakin tak terkendali. Itu sebabnya ia lebih memilih untuk menghindar dulu dan masuk ke ruang pas untuk berganti pakaian.

Sedang Lian sendiri langsung mengambil ponselnya dari saku. Menatap benda itu dengan tarikan napas yang kembali ia hela. Setelah memberikan nomor ponselnya kepada Celio kemarin, lelaki itu belum juga menghubunginya. Padahal ia berharap bisa lebih dekat dengannya setelah sepakat untuk berteman.

Who Are You? [Open Pre-order]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang