09 - Pencarian pertama

425 84 4
                                    

Kamar mandi menjadi tempat pelarian Celio dan Lian. Keduanya bersembunyi dan menutup pintu rapat-rapat. Celio menggigit bibirnya panik. Jantung lelaki itu kian tak berirama saat Melinda dan Dana mulai memasuki kamar. Ia menoleh menatap Lian yang sama paniknya.

Ketahuan memasuki kamar kedua orang tuanya sama saja dengan mengantar nyawanya sendiri. Apalagi ia membawa Lian seperti ini, ia tidak bisa membayangkan bagaimana marahnya Melinda nanti. Ia memutar otak mencari jalan keluar. Netranya menjelajah sekeliling barangkali ada jendela yang bisa ia terobos. Namun, kamar mandi itu hanya memiliki dua ventilasi kecil.

Jika saja ia seorang diri, mungkin tidak akan setakut ini, tapi kali ini ia membawa Lian. Ia tidak ingin menyeret lelaki itu dalam masalah.

"Bagaimana sekarang?" bisik Lian tepat di sampingnya.

Celio juga bingung setengah mati. Ketakutannya membuat lelaki itu tidak bisa berpikir sama sekali. Ia juga tidak mungkin keluar untuk mengalihkan perhatian Melinda dan Dana, ia sekarang tidak sedang menggunakan wig, bisa ngamuk Melinda melihatnya dengan seragam sekolah cowok seperti ini.

Kepanikan mereka kian memuncak saat mendengar Dana meminta Melinda menunggu karena ia akan menyiapkan air mandi untuk wanita itu. Celio dan Lian langsung mundur dari depan pintu dan bersembunyi di balik gorden penutup bak mandi.

Dana membuka pintu, hal pertama yang menyita perhatian pria itu adalah lantai kamar mandi yang tampak kotor bekas alas sepatu. Raut wajah ramahnya seketika berubah. Ia menatap sekeliling dengan mata tajam. Pergerakan gorden di bak mandi menariknya untuk mendekat. Tanpa basa-basi ia langsung menyingkap benda itu dan menemukan Celio dan Lian yang mematung di sana.

Suasana langsung membeku. Mereka tidak bisa mengendalikan detak jantungnya lagi saat melihat Dana berdiri tepat dihadapannya dengan tatapan yang siap menerkam.

Lian bersembunyi di belakang punggung Celio. Satu-satunya yang ia takutkan sekarang adalah Dana. Pria itu yang melihatnya menabrak Celio dan melarikan diri. Sampai sekarang ketakutan yang ia rasakan malam itu masih menjadi kelemahannya.

"Cepat keluar dari sini!" titah Dana tajam. "Jangan sampai mengacaukan suasana hati istri saya. Kalau hal itu terjadi, saya tidak akan melepaskan kalian."

Setelah itu Dana berbalik untuk mengalihkan perhatian Melinda dan membantu keduanya melarikan diri. Celio dan Lian langsung mengendap keluar saat Dana berhasil membawa pandangan Melinda ke tempat lain.

Kini keduanya berhasil meninggalkan ketegangan yang nyaris mencekik mereka. Celio dan Lian melangkah keluar menjauhi rumah. Untuk sekarang Celio harus kabur dulu, ia belum siap menghadapi Dana. Nanti ia akan memikirkan cara untuk terbebas dari amukan pria itu.

Motor Lian melaju di jalan raya tanpa tujuan pasti. Celio belum buka suara sama sekali, barangkali lelaki itu masih ketakutan dengan kejadian tadi. Oleh sebab itu Lian menepi di depan sebuah warung.

"Tunggu sebentar," ujarnya sebelum turun.

Celio tak menanggapi tapi ia mematuhi setiap ucapan Lian. Ia duduk di atas jok motor sembari berusaha menenangkan detak jantungnya. Lelaki itu tidak berani menatap sekeliling. Jalanan sore itu terlalu ramai. Wajah-wajah orang yang berlalu lalang tidak sanggup ia tatap.

Sampai kemudian Lian kembali, lelaki itu menyodorkan botol air mineral dingin kepada Celio. "Minum dulu."

Celio tidak membantah, ia menenggak minuman yang diberikan Lian. Dingin dari air menyelinap di tenggorokan Celio, yang tanpa sadar membuat lelaki itu dapat menghela napas sedikit lebih lega.

"Udah mendingan?"

Celio mengangguk. "Makasih."

Lian menatap Celio yang terus menunduk. Ia kemudian terkekeh pelan. "Tadi itu seru," ujarnya kemudian.

Who Are You? [Open Pre-order]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang