10. Memberikan Alasan

4 1 0
                                    

Rumah tiga lantai itu masih sama seperti saat pertama kali Valdi mengunjunginya, saat dia diminta menemani orang tuanya untuk makan malam di rumah teman. Hal yang kemudian membuat Valdi sadar jika sebenarnya itu hanyalah alasan untuk menjodohkan anak-anak mereka.

Valdi masih ingat saat itu baik ayahnya maupun ayah Kamea saling memuji anak-anaknya secara bergantian. Wisnu memuji Kamea cantik. Rama bilang Valdi hebat. Lantas lontaran kata untuk menjodohkan mereka meluncur begitu saja.

Awalnya, Valdi terkejut, merasa bahwa hal itu terlalu cepat. Lantas Rana mengusulkan bahwa mereka bisa saling kenal dulu selama tiga bulan. Setelah itu baru akan diadakan pertunangan resmi.  Sayangnya, masa tiga bulan pengenalan itu gagal. Gagal total untuk Valdi.

Ketika dia selesai memarkir mobil, seluruh anggota keluarga sudah berdiri di teras rumah. Bagus dan istri, juga Kamea yang tampak terlalu berlebihan untuk dandanan di rumah. Gadis itu memakai long dres merah tanpa lengan. Rambutnya dicepol di belakang kepala. Mempertontonkan leher jenjangnya. Lantas saat Valdi keluar mobil, dia menyongsong lelaki itu. Serupa bocah yang sudah lama tidak bertemu ayahnya.

“Valdiii ....” Dia menggamit lengan Valdi.

Pemuda yang masih mengenakan setelan kerjanya itu melepas rangkulan posesif Kamea. Tatapannya menajam. “Kamu lupa status kita sekarang?” bisiknya. Berusaha tak mengundang perhatian orang tua Kamea di teras sana.

Kamea mengerucutkan bibir. “Kenapa sih, Val, gitu aja kamu ngambek. Kita baikan ya, lagian aku belum ngomong kok ke papi sama mami soal itu. Ya, kita baikan, ya?” mohonnya.

Valdi hanya menanggapi dengan dengkusan, lantas melenggang menaiki tangga teras rumah megah itu.

Ayah Kamea adalah pemilik perusahaan broadcast. Lelaki berkumis itu menyambut Valdi dengan ramah. Pun istrinya yang segera memuji Valdi yang semakin ganteng.

“Gimana kabar Wisnu dan Desi?” tanya Rama setelah mereka duduk di ruang tamu. Dia dan sang istri duduk di satu sofa. Sedangkan Valdi dan Kamea di depan mereka. Terpisah meja rendah yang di atasnya telah tersaji minuman dan camilan.

“Alhamdulillah, baik, Om. Mereka titip salam buat Om dan Tante.”

“Kapan-kapan kita undang mereka untuk makan malam di sini lagi, ya, Pi?” Itu suara Kamea yang manja.

Valdi berdehem. “Sebenarnya ada hal yang ingin saya sampaikan, Om, Tante.” Dia menatap Bagus dan istrinya bergantian.

“Valdi!” desis Kamea, kepalanya tergeleng. Seakan ingin memberi isyarat agar Valdi tidak mengatakan apa pun. Namun, pemuda itu tak memedulikannya.

“Ada apa, Valdi, sepertinya ada yang serius?” tanya Rama, dia sempat menangkap ekspresi ganjil putrinya.

Pun istri Rama yang segera memfokuskan pandangan pada pemuda itu.

“Begini, Om, Tante ....” Valdi menegakkan badan. Dia sudah mempersiapkan ini, sudah menyusun rangkaian kalimat yang akan diutarakan. “Sebelumnya saya mohon maaf, sepertinya pertunangan kami nggak bisa dilaksanakan.”

Kesiap kaget segera terdengar dari orang tua Kamea.  Istri Rama bahkan sampai menutup mulut saking terkejutnya. Sementara Kamea menggeleng-gelengkan kepala dengan mata berkaca-kaca.

“Ada masalah apa, Valdi?” tanya Rama. “Kenapa bisa begitu?”

“Apa Meme punya salah? Dia terlalu manja, ya?” tambah istri Rama. Dia menatap putri semata wayangnya yang mulai meneteskan air mata.

“Saya merasa kami berdua tidak cocok, Tante. Dan lagi ... sebenarnya saya sudah ada orang yang disukai.”

“Siapa, Valdi?” Kali ini Kamea yang menyahut cepat. “Jadi alasan kamu sebenarnya karena itu? Karena kamu punya cewek lain?” berondongnya.

Anti CancerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang