Author Pov
Elif terpantau dari balik kaca pembatas ruangan interogasi, terduduk diam tanpa bisa berkutik sedikit pun. Membayangkan sebuah kesalahan yang sebenarnya bukan dia lah pelakunya.
Cklek...
Pintu ruangan terbuka menampilkan dua sosok pria berseragam polisi menghampiri Elif yang tak menggubris kedatangan mereka.
“Apa anda menyadari kesalahan? Atau sedang berfikir untuk kabur dari sini?” ucap salah satu petugas itu sembari duduk di kursi menghadap Elif.
Elif menatap lekat orang yang ada di hadapannya sekarang, “Memangnya, apa salah ku?”
“Cih, masih bertanya? Jelas-jelas kesalahan mu itu cukup berat. Kenapa malah bertanya.”
Petugas itu mengeluarkan sebuah kartu tanda pengenal.
“Zein Axendra. Petugas kopolisian pemusnah Criminal seperti mu, dan dia rekan ku bernama Radit Praditia. Baiklah nona, apakah di usia muda mu ini ingin menghabiskan seluruh umur membekap di penjara?”
“Untuk apa aku harus membekap di penjara, tanpa melakukan sebuah kejahatan? Dan sudah aku katakan ... Aku bukan pembunuh.”
Zein mengeluar kan ponsel dan menunjukan beberapa foto Elif saat sedang berkelahi memperebutkan pisau hingga foto saat pria itu tewas.
Elif terperangah saat melihat foto-foto itu.
Brak!
Dengan kedua tangan yang masih terjerat oleh borgol, Elif memukul meja sekeras mungkin di hadapan Zein.
“FOTO-FOTO ITU HANYA SEPARUH DARI SEMUA YANG SUDAH TERJADI!! AKU TIDAK TERIMA DENGAN SEMUA BUKTI TIDAK SAH INI, DASAR KAU POLISI TIDAK BERGUNA.”
“HEI! TURUNKAN SUARAMU! APAKAH MAU KU BERI PELAJARAN HAH?!” bentak Radit sembari menunjuk tegas kearah Elif.
Zein mencegah pergerakan Radit, “Cukup! Nona, silahkan duduk lah dengan tenang. Tidak perlu membela diri terlalu keras, karena, kau memang lah bersalah.”
Elif duduk kembali, dan menatap tajam ke arah Zein, “Lebih baik kau cari tahu dan selidiki dahulu tentang tragedi ini, aku takut... Kau akan merasa malu saat mengetahui aku memang benar-benar tidak bersalah!”
“Tidak perlu menghawatirkan aku. Khawatir kan diri mu sendiri. Karena, kau akan melewati malam-malam yang dingin di dalam sel tahanan.”
“Terserah, apapun yang kau katakan tentang ku, itu semua salah.”
“Sudah bicaranya? Sekarang aku akan mengantarkan mu ke tempat yang sudah di sediakan spesial untuk mu.”
Zein berdiri dan menarik tangan Elif, tetapi dengan tenaga yang ada ia menarik kembali tangan nya, “Jangan. Sentuh. Aku!” ucap Elif penuh penekanan.
Zein tersenyum miring saat melihat tingkah Elif, ia mendekatkan wajah nya menatap lekat mata Elif, “Criminal cantik seperti mu ini, sangat licik dan mudah memanipulasi lawan. Jadi, aku sebagai lawan mu harus siaga,bukan?”
Elif memalingkan wajah nya dari Zein, dan merasa ingin sekali mencekik lelaki yang ada di hadapannya ini. Sedangkan Zein kembali menarik tangan Elif dengan kasar.
Bruk...
“Argghhh... “ rintih Elif saat luka di kaki nya terbentur dengan meja.
“Kenapa? Apa kau sedang berakting?” tanya Zein dan di balas tatapan kesal dari Elif.
“Radit, siapkan Sel tahanan nya!”
“Baik.”
Setelah Radit pergi, Zein mencoba kembali menarik diri Elif untuk pergi. Tetapi, Elif kembali meringis akibat rasa nyeri yang kembali timbul di luka nya.
“Huft... Berhenti lah berakting. Karna, kau tidak akan bisa mendapat simpati dari ku.”
“DASAR BODOH, KAKI KU SAKIT. BISA KAH KAU DIAM SEBENTAR!!!” bentak Elif.
Zein mengerutkan keningnya, dan segera mendudukan Elif kembali. Ia memutar kursi menghadap dirinya sekarang.
“Mau apa kau?” tanya Elif tetapi, tak di jawab oleh Zein.
Zein meraba ujung kaki Elif hingga paha, saat sentuhan itu mengenai lukanya, Elif kembali meringis kesakitan.
“Hentikan!! Sedang apa kau ini hah?!”
“Paha mu luka? Seperti ada lilitan perban di dalam nya.” Zein mengeluarkan sebuah alat pendeteksi luka, dan saat ia melihat luka di bagian paha Elif, ia sedikit terkejut. Kemudian, mencoba untuk tenang dan kembali berdiri di hadapan Elif.
Dan betapa terkejutnya Elif saat melihat Zein membungkukkan tubuhnya dan langsung menggendong dirinya ala bridal style.
“Turun kan!! Dasar gila!!! Cepat turun kan!!!” Elif terus memberontak, tapi Zein tidak menggubris nya.
“Jika, luka di bagian sana. Kenapa memakai celana yang ketat?” bisik Zein, membuat Elif terdiam.
Zein segera berjalan keluar ruangan Instrogasi itu menuju ke tempat yang sudah di sediakan untuk Elif.
“Pegangan! Nanti jatuh.” Titah Zein.
“Tidak.” Jawab Elif, sedangkan Zein hanya tersenyum miring mendengar jawaban itu.
Setengah jalan berlalu, sebentar lagi mereka akan sampai di sebuah sel tahanan untuk Elif. Tetapi, Radit menghentikan perjalanan tersebut.
“Ketua.” Ia tertegun sebentar saat melihat Zein yang sedang menggendong Elif itu.
“Apa?” tanya Zein menyadarkan lamunan Radit.
“Ponsel ini milik gadis yang ada bersama mu itu, ada banyak panggilan yang masuk.”
“Matikan!”
“Baik.”
“Eh- tidak! Jangan! Itu pasti adik ku, ayo sini berikan padaku! Pasti dia sekarang lagi khawatir.” Pinta Elif. Tetapi, Radit malah menatap ke arah Zein.
Elif yang melihat itu pun langsung menoleh ke pada Zein.
“Aku mohon... “
Zein yang melihat itu pun hanya bisa memberikan kode pada Radit untuk memberikan ponsel itu pada Elif.
Sedangkan Elif saat menerima ponsel nya, ia segera menelpon Maylia. Dan Zein melanjutkan langkahnya.
~Panggilan tersambung~
“𝘏𝘢𝘭𝘭𝘰 𝘓𝘪𝘢? “
“𝘏𝘢𝘭𝘭𝘰, 𝘬𝘢𝘬𝘢𝘬 𝘥𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢? 𝘐𝘯𝘪 𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘫𝘢𝘮 12 𝘮𝘢𝘭𝘢𝘮, 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘨𝘢 𝘱𝘶𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘫𝘶𝘨𝘢?”
“𝘌𝘮𝘮... 𝘒𝘢𝘬𝘢𝘬 𝘥𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘱 𝘱𝘰𝘭𝘪𝘴𝘪, 𝘬𝘢𝘬𝘢𝘬 𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘥𝘪 𝘵𝘶𝘥𝘶𝘩 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘣𝘶𝘬𝘵𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪. 𝘋𝘪 𝘵𝘢𝘮𝘣𝘢𝘩 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘳𝘶𝘴𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘰𝘭𝘪𝘴𝘪 𝘴𝘪𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘪.”
Zein yang mendengar itu pun, hanya bisa tersenyum miring.
“𝘈𝘱𝘢?! 𝘒𝘢𝘬𝘢𝘬 𝘥𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘱 𝘱𝘰𝘭𝘪𝘴𝘪? 𝘒𝘢𝘬𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘯𝘺𝘢 𝘯𝘨𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶𝘪𝘯 𝘢𝘱𝘢? 𝘏𝘪𝘬𝘴, 𝘬𝘢𝘬𝘢𝘬 𝘔𝘢𝘺𝘭𝘪𝘢 𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘪 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩.”
“𝘚𝘴𝘵𝘵𝘵... 𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘯𝘢𝘯𝘨𝘪𝘴 𝘺𝘢, 𝘬𝘢𝘬𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘵𝘦𝘮𝘦𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘦𝘵, 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩 𝘯𝘺𝘢 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘨𝘢𝘬 𝘫𝘢𝘶𝘩 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩 𝘬𝘪𝘵𝘢, 𝘯𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘬𝘢𝘬𝘢𝘬 𝘬𝘪𝘳𝘪𝘮 𝘯𝘰𝘮𝘰𝘳 𝘯𝘺𝘢, 𝘣𝘪𝘢𝘳 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘩𝘶𝘣𝘶𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘥𝘪𝘢.”
“𝘏𝘪𝘬𝘴, 𝘪𝘺𝘢... 𝘒𝘢𝘬𝘢𝘬 𝘥𝘪 𝘬𝘢𝘯𝘵𝘰𝘳 𝘱𝘰𝘭𝘪𝘴𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘢? 𝘉𝘦𝘴𝘰𝘬 𝘣𝘪𝘢𝘳 𝘔𝘢𝘺𝘭𝘪𝘢 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯.”
“𝘒𝘢𝘯𝘵𝘰𝘳 𝘱𝘰𝘭𝘪𝘴𝘪 kota**”
“𝘖𝘬𝘦... 𝘛𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶 𝘔𝘢𝘺𝘭𝘪𝘢 𝘺𝘢𝘩, 𝘩𝘪𝘬𝘴...”
𝘛𝘶𝘵𝘵𝘵....
Sambungan terputus, Elif segera mengirim nomor Tia pada Maylia.
“Sudah kan? Sekarang siniin ponselnya!” ucap Zein.
Elif memberikan ponsel itu pada Ilham, dengan rasa yang begitu kesal di dalam dirinya. Sampai-sampai malas melihat wajah Zein.
“Sudah ya cantik, tidur lah dengan nyaman di dalam kamar baru mu ini.”
Setelah menaruh Elif ke dalam sel, Zein langsung keluar dan mengunci pintu sel dengan gembok yang besar. Dan tak lupa juga sebelum keluar ia melepas borgol yang menjerat tangan mulus Elif sedari tadi.
Melihat kepergian Zein membuat Elif terduduk diam tak mengeluarkan suara sedikit pun. Membayangkan saat-saat di mana tragedi beberapa jam yang lalu begitu menghantui pikirannya.
“Ayah. Elif gak salah, kenapa Elif yang harus di kurung di sini? Elif Cuma tahan pria itu agar dia gak lukain dirinya sendiri. Tapi, kenapa orang malah lihat kalau Elif pembunuh nya? Terkadang niat baik tak selalu terlihat baik. Dunia ini semakin kejam ya.” Batin Elif sembari membayangkan ayahnya ada di hadapan dia sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRUEL TIME
ActionJika bertanya tentang kehidupan. Maka, jawabannya adalah sulit di jelaskan. Di setiap sebuah rencana, tidak selalu berjalan dengan mulus. Waktu ini berjalan di iringi dengan menit dan detik tanpa henti. Buat alur perjalanan mu sendiri sampai ke t...