Hari demi hari di lalui Elif di dalam sel tahanan, dengan keadaan luka yang mulai membaik karena Zein selalu merawatnya dengan baik, hal itu membuat hati Elif luluh akan perhatian yang di berikan oleh Zein.
Sebaliknya pun Zein terus menyelidiki kasus yang di alami oleh Elif, tak ada henti baginya untuk terus menggali kebenaran ada banyak bukti yang mengarah ke Elif. Tapi, pernyataan yang Elif katakan membuat ia percaya bahwa Elif bukan pelakunya.
Dalam renungan Zein otaknya terus berfikir tanpa henti, segelas kopi hitam panas yang ia diam kan sedari tadi sekarang sudah menjadi sejuk, dengan kondisi ruangan kerjanya yang sunyi membuat ia semakin tenggelam dalam pikirannya.
Hingga tak lama kemudian terdengar dering ponsel milik nya yang berada di atas meja tak jauh dari dirinya. Segera mungkin Zein mengambil ponsel tersebut, dan tertera nama di atas layar tersebut “𝗥𝗮𝗱𝗶𝘁 𝗽𝗿𝗮𝗱𝗶𝘁𝗶𝗮”.
~Panggilan tersambung~
“ 𝘏𝘢𝘭𝘭𝘰? 𝘈𝘥𝘢 𝘢𝘱𝘢?” 𝘛𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘐𝘭𝘩𝘢𝘮.
“𝘗𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢 𝘬𝘦 𝘬𝘢𝘯𝘵𝘰𝘳, 𝘢𝘥𝘢 𝘩𝘢𝘭 𝘱𝘦𝘯𝘵𝘪𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘶𝘣𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘴𝘶𝘴 𝘌𝘭𝘪𝘧, “ 𝘑𝘦𝘭𝘢𝘴 𝘙𝘢𝘥𝘪𝘵, 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 Zein 𝘵𝘦𝘳𝘵𝘦𝘨𝘶𝘯 𝘴𝘦𝘴𝘢𝘢𝘵.
“𝘚𝘢𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢 𝘬𝘦𝘴𝘢𝘯𝘢. 𝘚𝘌𝘒𝘈𝘓𝘐 𝘓𝘈𝘎𝘐 𝘑𝘈𝘕𝘎𝘈𝘕 𝘗𝘈𝘕𝘎𝘎𝘐𝘓 𝘚𝘈𝘠𝘈 𝘋𝘌𝘕𝘎𝘈𝘕 𝘗𝘈𝘕𝘎𝘎𝘐𝘓𝘈𝘕 “ 𝘉𝘈𝘗𝘈𝘒 “ 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘳𝘵𝘪?!”
𝘛𝘶𝘵𝘵
𝘛𝘶𝘵𝘵
~Panggilan berakhir~
Radit yang terheran pun langsung melihat panggilan yang sudah terlebih dahulu di matikan oleh Zein, ia langsung berprasangka buruk apa yang akan terjadi padanya nanti.
“Mati dah gue. “ Batin Radit gemetar.
»»——⍟——««
Dengan tergesa-gesa Zein keluar dari mobil lalu berlari memasuki kantor, dan tak lama di hampiri oleh Radit yang sudah lama menunggunya.
“Apa ada bukti yang menyatakan Elif tidak bersalah? Foto? Saksi? Atau bukti lain?” Pertanyaan yang di lontarkan Zein membuat Radit kebingungan menjawabnya.
“Begini pak, eh maksudnya Bro Zein, bukti yang berupa cuplikan ataupun gambaran memang tidak ada. Tapi, buktinya adalah saksi, seorang bapak tua yang berada di tempat tragedi itu terjadi.” Jelas Radit, yang tak di perpanjang lagi oleh Zein, ia langsung menuju ruang interogasi, dan menghampiri saksi mata tersebut.
Tampak seorang bapak tua yang mengenakan pakaian lusuh berada di dalam ruangan tertutup tersebut, duduk diam dengan raut wajah yang gelisah.
Zein duduk di sebrang meja menghadap bapak tua itu, dengan tatapan penuh pertanyaan ia sorot kan kepada bapak tua itu.
Zein mengeluarkan satu foto dan meletakkan nya di atas meja, memperlihatkan kepada pria paruh baya itu.
“Anda mengenalinya?” Zein mulai melontarkan pertanyaan pertamanya
Pria paruh baya itu mengangguk lemah.
“Apa yang Anda saksikan di tragedi malam itu? Apa Anda melihat orang lain selain orang yang di foto ini dan korban? Apa Anda melihat jelas kejadian itu?”
Zein tanpa henti bertanya dengan tatapan yang begitu serius, membuat saksi yang ada di hadapannya ini menjadi semakin gugup.
“Eee... Sa-saya, malam itu, wanita di foto ini menusuk seorang lelaki.” Pria paruh baya itu angkat suara.
“Bicara dengan jujur dan jelas, karena kasus ini tidak main-main, Anda akan tahu akibatnya.” Tegas Zein.
“M-malam itu, saya sedang memulung sampah yang ada di pinggir jalan, jarak saya dengan tempat kejadian itu lumayan jauh, tapi saya melihat jelas wajah wanita di foto ini, me-mereka tidak berdua, ada satu wanita lagi yang awalnya berteriak minta tolong, saya yang hendak menolong terhenti karena kedatangan wanita di foto ini, dan terjadilah aksi pembunuhan itu, yang saya lihat mereka seperti memperebutkan sesuatu di tangan mereka, dan wanita yang berteriak itu kabur. Saya yang panik akan kejadian itu juga melarikan diri dan tidak mau terlibat dalam hal ini.”
Zein mendengarkan dengan baik penjelasan yang pria ini katakan, dengan tenang ia mencerna segala perkataan itu, ia menghembuskan napasnya, dan kembali menatap pria itu.
“Terimakasih atas penjelasannya dan terimakasih atas kejujuran yang Anda katakan. Tapi, Anda bilang tidak mau terlibat dalam kasus ini? Lalu kenapa sekarang Anda bersedia kami minta kesaksiannya?”
Pria itu terdiam mendengar pertanyaan yang Zein berikan,
“Beberapa hari ini saya melihat beberapa anggota kepolisian terus menyelusuri tempat kejadian itu, saya pun yang merasa bersalah karena saya tidak angkat suara , akhir nya mengajukan diri untuk memberitahukan kesaksian saya pada malam itu.”
Zein tersenyum, dan mengangguk lega, ia menatap Radit yang sedari tadi siaga berada di sampingnya.
“Radit, tolong siapkan minuman dan makanan untuk bapak ini, sebagai ucapan terimakasih kita.” Titah Zein dan di balas anggukan oleh Radit, ia pun langsung pergi keluar dari ruangan itu meninggalkan Zein dan pria itu berdua.
Selang beberapa waktu kemudian, pria ini menatap kembali Zein yang sedang melamun.
“Dia di jebak.” Lirih Pria itu, membuat bola mata Zein menatap tajam Pria itu.
“Maksud anda?”
“Cerita yang saya berikan sedari tadi adalah sebagian dari kenyataannya. Gadis ini tidak bersalah, jika mata saya CCTV maka anda bisa mengeceknya, tapi apa daya saya. Mereka bukan orang biasa, semua sudah di rencanakan. Terlihat dari gerak-gerik mereka sejak awal.”
Pria itu berdiri dari bangku tempat awal ia duduk lalu berkata kepada Zein yang masih terdiam.
“Selamatkan gadis ini. Karena dia lah yang korban. Kalian bisa mencari ku lagi di tempat yang sama. Jangan khawatir.”
Pria paruh baya itu berjalan santai keluar ruangan tersebut. Dan meninggalkan Zein yang masih terdiam akan kata-kata yang baru saja ia dengar.
Jadi, apa yang sebenarnya terjadi, kepalanya mulai sakit akan segala lika-liku perjalanan kasus ini, seperti tali yang sengaja di belit untuk memperlambat penahanan.
Bagaimana bisa, dengan segala barang bukti, dan pernyataan pria tua tadi, menjadi hal yang bimbang bagi setiap orang, bahkan pengadilan pun lebih percaya bukti-bukti Elif lah pelakunya. Tapi, saksi ini akan menjadi hal kuat dalam membebaskan Elif.
Ceklek
Radit membuka pintu dan melihat Zein yang terdiam seorang diri. Dengan makanan dan minuman yang ada di tangannya ia menghampiri Zein.
“Dimana bapak tadi?” Tanya Radit lembut.
Zein tersadar dari lamunannya, ia pun juga tersadar akan ketidak adaan sosok yang ada di hadapannya tadi, ia hanya mendengarkan dengan pikiran yang membelit, hingga orang itu pergi pun ia tak sadar.
“Hah? Kemana dia? Setelah berbicara denganku, dengan enak nya dia pergi, ayo cari dia!”
“Tapi, makanannya?”
Radit menunjuk makanan dan minuman yang ia bawa.
“Simpan saja, nanti kamu makan. Ayo cepat kita cari dia!” Ajak Zein.
Radit pun mematuhi perintah atasannya tersebut, mereka bergegas keluar area kantor dan berkeliling mencari keberadaan pria tua tadi, sayangnya mereka tidak menemukan jejak.
“Kita cari dia pakai kendaraan saja, siapa tahu ia berjalan tidak jauh dari sini.”
Zein pun mengiyakan ajakan Radit. Dengan gesit mereka memasuki mobil Zein dan segera melajukan mobil itu untuk mencari bapak tua tadi.-TBC-
KAMU SEDANG MEMBACA
CRUEL TIME
ActionJika bertanya tentang kehidupan. Maka, jawabannya adalah sulit di jelaskan. Di setiap sebuah rencana, tidak selalu berjalan dengan mulus. Waktu ini berjalan di iringi dengan menit dan detik tanpa henti. Buat alur perjalanan mu sendiri sampai ke t...