Ini sudah sabtu lagi. Biasanya jika hari sabtu aku akan lebih banyak mengerjakan tugas-tugasku untuk minggu depan baru nanti hari minggu aku bisa bersantai. Tapi entah kenapa aku masih menonton youtube di pukul 10 pagi ini. aku sedang menonton a day in my life, sudah banyak video yang kutonton tapi sampai sekarang masih heran mengapa hari mereka sangat terlihat estetik ketimbang hariku yang begini-begini saja.Aku memutuskan untuk beranjak dari kasurku dan turun ke dapur untuk membuat kopi. Yap aku tim kopi, entah aku sduah menyebutkannya atau belum. Aku membawa kopi dan roti tawar yang sudah terdapat yogurt rasa stroberi di atasnya. Aku sudah sarapan tapi sepertinya aku butuh pengganjal sebelum makan siang.
Aku segera menyalakan lagu di spotify dan mulai dengan menuliskan di sticky note tentang apa saja yang harus ku selesaikan hari ini. sepertinya agak banyak karena aku mals mencatat seminggu kemarin sehingga aku harus menyelesaikan banyak catatan pula hari ini. aku tahu akan sangat melelahkan tapi aku pasti bisa.
“Semangat Ara!” Batinku pada diriku sendiri.
Aku memulai dengan tugas paling berat agar semakin lelah, tugas yang kulakukanpun menjadi semakin mudah. Aku memulai dengan mengerjakan tugas matematika tentang trigonometri. Selain Kimia, aku juga membenci Matematika setengah mati. Aku mengerjakan tugas dengan metode pomodoro, jadi setiap 25 menit aku akan istirahat selama 5 menit. Namun, jika tugasnya terlalu menumpuk aku akan menggunakan metode yang sama akan tetapi aku mengambil istirahat selama 10 menit setelah 50 menit mengerjakan tugas.
Aku baru berhasil menyelesaikan dua soal saat 25 menit pertamaku selesai. Karena aku tahu bahwa ada notifikasi yang masuk, lima menit istirahatku kugunakan untuk mengecek notifikasi tersebut.
“Ra, nanti malem mau ga ke pasar malem bareng gue?” Tulis Rafa pada pesan itu.
Aku yang memang sangat ingin ke pasar malam karena acara ke pasar malam kematin berakhir tragis langsung mengiyakan ajakan Rafa. Setelah membalas pesan Rafa aku kembali berkutat dengan trigonometri karena tugas tugasnya harus sudah selesai sebelum malam tiba.
***
“Ara, Rafa udah dateng nih, cepetan siap-siapnya.” Teriak ibuku dari bawah.
“Iya mah, Ara turun.”
Sepertinya Rafa juga memiliki kemampuan merayu ayahku dengan baik, mereka bisa mengobrol santai.
“Udah?”
“Udah, langsung aja yuk.”
“Om, tan saya izin ya bawa Ara keluar.” Izin Rafa langsung.
“Jangan malem-malem ya Raf, Ara ini gampang masuk angin.” Jawab ibuku melebih-lebihkan.
“Apa sih mah, enggak ah.”
“Ya udah sana, Rafa dah nungguin itu.”
Aku dan Rafa menyalami kedua orang tuaku bergantian. Kami masuk mobil berwarna putih milik Rafa.“Lo udah sering Ra ke pasar malem?" Tanya Rafa membuka obrolan.
“Enggak juga sih, gue jarang belanja juga di pasar malem. Palingan naik bianglala sama beli jagung bakar disana.” Jawabku Panjang lebar.
“Oalah gitu.”
“Cuman gue takut ketinggian Raf, nanti kalo gue pinjem tangan lo buat pegangan gapapa ya? Gue ga modus kok, seriusan butuh pegangan gue.”
“Modus juga gapapa Ra.” Jawab Rafa diselingi tawa.
Aku tak menjawab dan hanya tersenyum menanggapi candaan Rafa.
Aku memakai celana jeans dengan outer berwarna earth tone serta kaos hitam sebagai inner kali ini. Rafa memakai kemeja flannel serta baju hitam sebagai inner, tak lupa lengannya digulung hingga bawah siku.Kami sampai di pasar malam dan segera menuju bianglala berada atas usulku.
Entah kenapa aku menjadi ingat bagaimana Ren mengatakan kepadaku bahwa ia ingin menembak Al. akan tetapi aku langsung menepis ingatan tersebut dan fokus dengan apa yang berada di sekitarku. Aku memegang tangan Rafa, dan melihat sekitarku.“Ra mau ambil foto ga? Sini aku fotoin.”
Aku memberikan ponselku dan memberikannya kepada Rafa. Aku tersenyum lebar sambil menahan ketakutanku terhadap ketinggian karena aku harus melepaskan tangan Rafa sejenak
.
“Udah, cakep banget."“Apa deh Raf ahaha.”
Tanpa disuruh aku juga memotret Rafa segera saat ia tersenyum. Selain karena Rafa sedang tersenyum, aku juga terlalu takut melepaskan tangan Rafa terlalu lama.“Coba deh Ra, ga usah pegang tangan gue, pasti bisa deh. Barusan aja bisa.”
“Ogah ah, cepetan sini pinjem tangan lo.”
Rafa dengan sengaja menjauhkan tangannya dan tertawa.“Raf serius gue takut anjir.” Rajukku dengan muka memelas.
“Iya-iya maaf, sini sini.”
Tak berselang lama, sudah giliran kami untuk turun dari bianglala.“Beli jagung bakar skuy.” Ajakku pada Rafa.
“Skuyy.”
Kami berjalan bersisian menuju penjual jagung bakar.
“Mas beli jagung bakarnya, dimakan disini, yang satu pedes, Rafa pedes apa gak?”
“Pedes.”
“Dua-duanya pedes deh mas.”
Aku dan Rafa memilih untuk duduk di tikar yang sudah disediakan. Kami memilih untuk duduk di paling pojok agar lebih nyaman ketika mengobrol.“Eh Raf, foto ini gue upload di Instagram story ya?” aku menunjukkan layer ponselku yang terdapat foto Rafa di bianglala tadi.
“Oke, nanti tag gue ya.”
“Okey sip.”
Aku langsung memasukkan ponselku dan meng-upload foto kami nanti, aku terbiasa tidak memainkan ponsel saat berbincang bersama orang lain dan sepertinya Rafa juga begitu.
“Ra, udah kepikiran mau kemana belum pas kuliah nanti?”
“Belom sih, cuman kayanya gue mau linjur. Lo sendiri gimana?”
“Wah gilak sih berat ya kayanya Linjur.”
“Gue kayanya mau ambil Teknik Sipil UGM deh, pilihan keduanya juga Teknik sipil, cuman gue masih belum tau yang pilihan kedua dimana.” Lanjut Rafa.
“Oala gitu, udah mateng ya kayanya persiapan lo.”
Pesanan kami datang memotong obrolan kami. Aku memakan jagung bakarku dalam diam, dan sepertinya Rafa juga memiliki kebiasaan yang sama, makan dalam diam. Jujur aku menyukainya.
“Ra, makan malemnya nasi goreng mau ga? Atau kalo mau yang lain juga boleh.”
“Gak deh nasi goreng aja gapapa.”
“Okay, yuk.” Rafa menjulurkan tangannya untuk membantuku berdiri.
Entah kenapa aku sudah seperti sangat dekat dengan Rafa padahal jika dihitung-hitung kami masih sangat baru kenal. Kami berjalan beriringan menuju tepat pakir mobil. Tidak ada ajang membukakan pintu oleh Rafa, dan lagi-lagi aku menyukainya. Menurutku akan sangat berlebihan jika Rafa membukakan pintu untukku.
Sepertinya Rafa sudah memiliki tempat biasa untuk membeli nasi goreng, dan ternyata benar saja, Rafa sudah sangat kenal dengan penjual nasi goreng pinggir jalan yang sedang kami kunjungi.
“Udah sering kesini ya Raf?” Tanyaku memastikan.
“Iya udah langganan banget, enak dan murah soalnya hehe. Maklumlah ya anak SMA.”
Gila gak sih? Jika dilihat-lihat Rafa tentu saja berasal dari keluarga yang kaya. Tapi ia sama sekali tidak terlihat hedon. Salut banget sih.
“Minumnya mau apa Ra?”
“Gue es jeruk aja deh.”
“Okey deh.”
Malam Mingguku bersama Rafa diakhiri dengan makan nasi goreng langganan Rafa yang ternyata punya porsi yang luar biasa besar, tapi aku tetap habis karena nasi goreng tersebut benar-benar enak.
***
Makasi ya udah baca sampe akhir, semoga suka sama part ini🥰❤

KAMU SEDANG MEMBACA
Back to You
Teen Fiction⚠Mohon Maaf Ini Bucin⚠ Sudah kuperingati kalo ini bucin dan mungkin cringe untuk beberapa orang! Mau sebanyak apapun laki-laki yang ku temui, aku selalu kembali padamu. Sayang, aku bukan tempat kembalimu, aku hanya tempat singgah. Cerita ini beraw...