Berbulan-bulan berlalu, sudah tidak ada lagi concealer untuk menutupi mataku yang bengkak karena menangisi Ren. Ren dan Al pun masih menjalani hubungan mereka dengan baik, dan kami juga masih berteman dengan baik. Hari ini adalah hari Rabu, tapi aku punya janji bersama teman-temanku saat SMP untuk bertemu, karena sedang libur semester. Yap aku sudah naik ke kelas 11.Dibandingkan teman-temanku, aku adalah yang paling aktif, yang paling sering cerita, membuka obrolan di grup kami bertiga dan mengajak untuk bertemu. Contohnya sekarang, akulah yang mengajak mereka bertemu. Aku sebenarnya sangat sedih tidak bisa satu sekolah dengan mereka, ini semua gara-garaa system zonasi jadi mereka hanya bisa masuk dengan sekolah favorit yang dekat dengan rumah mereka, sedangkan rumah kami benar-benar berjauhan. Tapi aku cukup senang mereka tidak melupakanku sebagai teman mereka.
"Gue lagi lumayan deket sama cowok." Kataku membuka obrolan pagi itu.
"Loh serius? Kok ga pernah cerita?" Jawab Vania temanku yang berkaca mata.
"Siapa Ra?" sahut Manda, temanku yang paling clingy.
"Kakak kelas gitu, cakep sih, cuman gue masih gak yakin sama dia."
"Loh kenapaa deh? Katanya cakep, lo kan suka tuh yang cakep-cakep."
"Gue masih belum bisa sepenuhnya lupain Ren." Keluhku pda mereka, karena hanya mereka dan satu teman ku lagi yang tahu bahwa aku menyukai laki-laki bernama Ren sejak SMP.
"Kayanya sih lo udah cukup bisa sih kalo misal mau mulai sebuah hubungan, nanti sambil jalan, lo pasti gak akan mikirin Ren lagi, sekarang aja lo dah biasa aja liat si Ren sama pacarnya mulu." Saran Vania padaku.
"Tinggal nunggu pergerakan si kakak kelas itu gak sih?" sahut Manda.
"Iya deh gue kayanya mau nyoba sama Rafa kalo gitu."
"Oh Namanya Rafa toh, kayanya sih cakep beneran kalo diliat dari Namanya." Canda Vania yang disusul tawa antara aku dan Manda.
"Kalo kalian gimana? Gak ada deket sama siapapun gitu?"
"Gak ada!" jawab mereka tepat berbarengan.
"Gilak, kompak banget deh kalian."
"Eh kalian udah mikirin belom sih soal uni." Ujar Manda di sela-sela kami bermain ludo di ponselku.
"Aku sih belum. Tapi kemungkinan besar aku linjur." Jawabku jujur.
"Kayanya gue mau ambil matematika." Sahut Vania ragu.
Vania memang sangat menyukai matematika, ditambah kemampuan otaknya yang memang luar biasa dibidang itu. Dulu, Vania selalu jadi pusat kami untuk mencontek tugas atau catatan matematika, selain karena catatan Vania yang rapih, jawaban jawaban dari tugas yang dikerjakan Vania tidak perlu diragukan lagi.
"Lo gimana Man? Udah ada pandangan emang mau kemana?" Tanyaku balik pada Manda.
"Udah sih lumayan, gue kayanya antara gizi sama farmasi, niatnya gue ambil yang jogja aja sih biar gak jauh-jauh amat."
Anyway, aku tinggal di Magelang, sepertinya aku belum me-mention fakta tersebut ya? Yap aku tinggal di Candi Borobudur berada, hanya berbeda kecamatan. Selain dekat dengan Candi Borobudur, daerahku juga sangat dekat dengan Yogyakarta. Ngomong-ngomong soal Yogyakarta, besok aku juga akan 'berkencan' dengan Rafa ke malioboro, sepertinya aku memang butuh jalan-jalan selama liburan semester ini.
Jam sudah menujukkan pukul dua siang, jam benar-benar sangat cepat jika dihabiskan dengan manusia-manusia yang kita suka dan sefrekuensi."Gue pulang dulu ya. Udah dijemput sama Rafa." Aku sambil membereskan barang-barangku yang keluar dari tas selempangku.
"Ih yang mana deh Rafa itu." Serobot Manda kepo.
"Itu yang di depan, pake hoodie warna putih."
"Lo dapet dari mana deh Ra, gilak sih cakeup banget." Seloroh Vania setelah berhasil menemukan Rafa.
"Nemu dipinggir jalan kemaren." Candaku yang disahuti umpatan oleh kedua sahabat tercintaku.
"Pulang ya guys. Byeee." Pamitku pada mereka.
"Hati-hati Raa." Jawab keduanya yang lagi-lagi kompak.
Mereka memang searah jadi mereka berdua pulang bersama, yang kuyakin diisi dengan perdebatan-perdebatan kecil karena Vania yang terkadang jahil dan Manda yang memang clingy.
***
"Ra kemarin kamu pas di telfon bilang Tante Nadine lagi nyari taneman janda bolong ya? Dibelakang aku sekalian bawain, kebetulan Mamah aku punya agak banyak, soalnya pada beranak gitu janda bolongnya."
"Makasih banget ya, kamu lama-lama langsung dijadiin anak kali sama mamah aku , nyogok pake taneman."
"Ahaha, deketin anaknya kelamaan banget sih, jadi aku coba deketin mamahnya sekalian, siapa tahu yekan aku beruntung."
"Sialan kamu Raf." Sahutku dengan tawa di dalamnya.
Entah sejak kapan tapi aku sudah ber-aku-kamu dengan Rafa, kami memang mendekat dengan kurun waktu satu tahun ini. aku memang kadang memberikan garis batas yang tak terlihat untuk Rafa karena aku masih belum yakin untuk memulai hubungan baru.
Kami telah sampai di depan rumahku, Rafa memang hanya berniat menjemputku tidak lebih. Rafa langsung pulang setelah meletakkan pot yang ditanami janda bolong yang masih kecil. Mungkin juga karena Rafa hendak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan esok, karena esok kami akan keluar bersama, ke Malioboro. Aku memang sudah sering kesana, tapi siapa sih yang akan bosan dengan Malioboro?
"Ra, itu taneman janda bolong dari Rafa beneran?" tanya ibuku antusias setelah melihat ada tanaman janda bolong di teras, pemberian Rafa.
"Iya, katanya Mamahnya Rafa punya banyak jadi ngirimin kesini gara-gara Ara cerita kalo mamah mau janda bolong."
"Ih baik banget deh Rafa ya, kamu gak mau gitu pacaran sama dia? Udah lama juga PDKT-nya gak jadi-jadi."
"Ih mamah nih, jadi mamah langsung luluh dikasih janda bolong doang sama Rafa."
Ibuku memukul lengan bagian atasku pelan.
"Ya enggak gitu juga Ara, cuman mamah liat-liat Rafa tuh anaknya baik gitu, gila aja kamu gantungin hampir setahun. Padahal mamah yakin banget yang ngejar Rafa mah pasti ga satu-dua doang, orang udh baik, pinter, cakep banget pula."
"Dah ah mah, aku mau ke indomaret, mau beli jajan buat dibawa besok."
"Mamah nitip kaldu jamur sama bubuk cabe ya, kalo gak ada bubuk cabe yang biasa, boncabe aja gapapa." Ibuku sedikit berteriak karena aku sudah menaiki tangga menuju kamarku untuk mengganti baju dan mengambil uang.
"Iyaaaa." Sahutku dengan suara yang sedikit dikeraskan.
Aku memakai celana training berwarna abu-abu dengan kaos lengan pendek, karena aku mengendarai motor saat menuju Indomaret, aku jadi menambah jaket jeans berwarna snow black. Aku menyesal karena hanya memakai celana training, karena ternyata dingin saat dijalan.
Aku memasukkan rumput laut kering dan beberapa susu kotak rasa stroberi kedalam keranjang. Sudah ada bubuk cabe dan kaldu jamur pesanan ibuku, yang tak kusangka ternyata Al dan Ren sedang membeli es krim. Aku ingin pura-pura tak mengenal mereka karena aku malas melihat kemesraan mereka, tapi mereka terlanjur menyapaku duluan, jadi apa boleh buat? Kuyakin ini akan memakan waktu paling tidak setengah jam karena kami tidak bertemu selama liburan.
Benar saja aku disuruh duduk di salah satu kursi yang telah disediakan pihak indomaret bagi pengunjung yang membeli di kafe yang memang berada di indomaret. Aku memesan kopi dan mereka juga mentraktirku sebuah donat.
"Ya Tuhan pengen buru-buru pulang. Minta bantuan Rafa aja kali ya. Gak deh abis donatnya abis gue langsung bilang ditunggu mamah aja." Batinku bergejolak dengan otakku agar bisa menemukan jalan keluar.
**
Terimakasih ya udah baca sampe sini, semoga betah ya lama-lama di lapak ini, love u🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Back to You
Teen Fiction⚠Mohon Maaf Ini Bucin⚠ Sudah kuperingati kalo ini bucin dan mungkin cringe untuk beberapa orang! Mau sebanyak apapun laki-laki yang ku temui, aku selalu kembali padamu. Sayang, aku bukan tempat kembalimu, aku hanya tempat singgah. Cerita ini beraw...