6

462 37 0
                                    


Hari ini adalah hari yang melelahkan bagi Jihoon karena jadwalnya penuh dengan operasi. Hal ini dikarenakan pagi tadi ada sebuah kecelakaan beruntun yang memakan korban puluhan sehingga Jihoon harus terus standby.

Hingga pukul 10 malam Jihoon selesai melakukan operasi terakhir, ia memilih menikmati kopi panas di taman rumah sakit seorang diri.

"kau tidak pulang?" sebuah tepukan mendarat di bahu Jihoon pelan

"aku masih harus mengurus berkas pasien yang aku tangani tadi, oppa" ucap Jihoon pada pria tampan berwajah oriental

"kau sendiri bukannya jam praktekmu sudah selesai dari jam 8?" tanya balik Jihoon pada Jun. Jun adalah seniornya di rumah sakit. Jun mengambil spesialisasi syaraf. Mereka cukup dekat karena Jun adalah teman pertama Jihoon kala ia baru menjadi dokter di Hangguk International Hospital.

"eum. Tapi dokter Park memintaku untuk ikut standby menangani korban" memang, seluruh dokter yang belum pulang saat itu diminta untuk tetap berada di rumah sakit untuk berjaga semisal terjadi hal serupa.

Jihoon mengangguk setuju. "Ji, kau kenal dengan keluarga pasien kamar nomor 1506?" tanya Jun

"tidak. Aku hanya pernah bertemu dengannya sebelum ia berada di rumah sakit ini" bohong Jihoon karena tidak mungkin kan Jihoon bilang ia bertemu dengan arwah Soonyoung.

"kukira kau dekat dengannya karena aku sering melihatmu mengunjungi kamar rawatnya dan berbincang dengan pria yang menjaganya" ucap Jun

"ah itu, aku hanya berbincang mengenai perkembangan pasien saja" kilah Jihoon. Ia memang sering mengobrol dengan Hansol, pria yang sering menjaga Soonyoung. Mereka menjadi akrab karena Soonyoung memberi tahu bahwa adiknya adalah tipe orang yang mudah akrab dengan siapapun.

"oh begitukah" Jun menganggukan kepalanya
"bagaimana jika kita minum bersama? Aku akan mengantarmu pulang nanti" lanjutnya

"call" setuju Jihoon. Ia juga butuh refreshing sejenak sepertinya

Jihoon dan Jun menghabiskan waktu mereka di sebuah kedai toekpokki dengan beberapa botol soju. Meski tak sampai mabuk, mereka tetap menikmatinya dengan saling melempar canda tanpa menyadari sesosok sedang memandang mereka sendu

'apa aku cemburu? Kau hanya arwah saat ini bicara apa kau Kwon Soonyoung' batin Soonyoung


.
.

Hari-hari Soonyoung dipenuhi dengan berlatih memegang benda. Meski dirasa mustahil namun ia tetap mencobanya. Soonyoung terus berlatih karena ia ingin menjadi nyata bagi Jihoon dan kakaknya, dan juga agar ia dapat bicara dengan sang ibu meski hanya melalui tulisan atau tanda keberadaannya.

3 minggu Soonyoung habiskan untuk berlatih hingga ia sudah jarang mengikuti Jihoon. Dan keajaibanpun datang padanya. Ia dapat menggeser barang sedikit demi sedikit. Meski belum dapat menggerakkan benda seperti pena untuk menulis tapi Soonyoung sudah senang. Dengan wajah ceria ia menghampiri Jihoon yang sedang memeriksa berkas pasien di ruang kerjanya.

"Hoon-ie aku ingin menunjukkan sesuatu!" semangat Soonyoung yang masuk ke ruangan Jihoon tanpa permisi. Untung saja ia tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Bisa meninggal sebelum menikah Jihoon.

"bisa tidak kau beri tanda jika datang? Jantungku hampir copot karena kaget" omel Jihoon dibalas cengiran Soonyoung

"mian" mohon Soonyoung

"tunggu, kau memanggilku apa tadi? Hoon-ie?" ucap Jihoon

"itu panggilan sayangku untukmu. Aku tahu umur kita sama jadi aku memutuskan untuk lebih akrab denganmu" ucap Soonyoung percaya diri. Jihoon hanya memutar matanya malas

"kau ingin menunjukkan apa tadi?"

"oh ya hampir lupa. Aku sudah bisa menggerakan barang" ujar Soonyoung dengan mata berbinar

"benarkah? Coba tunjukkan padaku" pinta Jihoon melipat tangannya didepan dada

Soonyoung memperhatikan sebuah gelas yang berada di meja Jihoon dengan konsentrasi penuh lalu menggerakkan tangannya di gelas tersebut dan berhasil bergeser sedikit. Jihoon dibuat kagum langsung bertepuk tangan. Soonyoung sangat bangga bisa menunjukkan kemampuannya pada Jihoon. Sedikit lagi ia dapat memegang barang dan membuat Jihoon bangga kepadanya.

.
.


"hoon-ie, kau besok ada acara?" tanya Soonyoung pada Jihoon yang sedang mengecek alat pernapasan pada tubuh Soonyoung.

"kurasa tidak ada. Memang ada apa?" tanya balik Jihoon

"aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Aku yakin kau pasti suka" yakin Soonyoung

"hmm baiklah" setuju Jihoon

Keesokan harinya Soonyoung mengajak Jihoon ke suatu tempat kenangan Soonyoung bersama kakaknya yaitu sebuah bukit di pinggiran kota Seoul. Karena hari itu sudah malam hingga pemandangan langit malam penuh bintang.  Jihoon belum pernah sempat ke tempat seperti ini sebelumnya, ia sangat senang Soonyoung mengajaknya menikmati malam penuh bintang.

"kau tahu, ini adalah tempat kenanganku bersama Jeonghan noona. Kami sering kesini jika sama-sama butuh tempat merenung. Kadang kami juga hanya sekedar berbincang ringan. Ah aku merindukannya" ucap Soonyoung menatap langit

"noona pernah menamaiku Hoshi, yang dalam bahasa Jepang artinya bintang. Ia bilang bahwa aku adalah bintangnya yang selalu menerangi dirinya" lanjut Soonyoung. Suasana menjadi sendu membuat Jihoon berkaca-kaca

"kau pasti sangat menyayanginya" senyum Jihoon menghangatkan hati Soonyoung

"ya kau benar. Meski kami tidak berasal dari satu ibu, namun kami saling menyayangi lebih dari saudara kandung. Ia yang mengajariku untuk sabar meski sering kali aku mendengar eomma memakinya" Soonyoung mengingat dulu ia sering mendengar sang ibu melimpahkan kekesalannya pada sang kakak. Tetapi Jeonghan selalu bilang untuk tetap sabar dan jangan membantah ibunya.

Jihoon refkels menggenggam tangan Soonyoung dan siapa sangka ternyata Jihoon bisa melakukannya. Keduanya terkejut kemudian Soonyoung mencoba membalas genggaman Jihoon dan berhasil. Karena terlalu senang, Soonyoung memeluk tubuh mungil Jihoon dan keadaan menjadi canggung.




"maaf" ucap Soonyoung menahan malu








......
Tbc

Oh My! {SoonHoon}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang