☔'1

835 99 11
                                    

Plis tap bintang pojok kiri sebelum membaca.

Happy Reading🌵

"Jenvi Karan Stevano, sampai kapan kamu mau main main terus hah? Lihat Kakak kamu aja udah mau punya anak, masa kamu masih mau main-main terus?"

Jenvi hanya mendengus lelah, setiap saat mereka berkumpul bersama, dirinya lah yang selalu menjadi sasaran utama bulan bulanan Mommynya.

"Ma, Jenvi sama Ka Mara itu beda. Tenang aja nanti kalo udah waktunya pasti Jenvi bawa cewe pulang ke rumah kok."

"Kapan? Sampai Mom keburu mati gitu?"

"Mom, jangan ngomong gitu." Merasa ucapan istrinya mulai kelewatan, sang suami menegurnya. "Jenvi masih muda lagian, biarin aja dulu dia ngerasain bebasnya dunia."

"Belain aja terus anak kamu itu." Sang Mommy meletakkan sendoknya dengan kasar, kemudian melenggang pergi begitu saja. Jenvi memang topik yang sangat sensitif baginya.

Seketika ruang makan ini menjadi hening, Jenvi yang menjadi sasaran biang masalah hanya bisa menggaruk tengkuknya bingung.

"Yaudah, kalian makan dulu aja. Biar Daddy yang urus Mom kalian, Mommy kalian lagi sensitif juga." Akhirnya sang Daddy memilih pergi menyusul ibu negara, sebelum perpecahan masalahnya semakin runyam.

"Fyuh." Jenvi menghela napas lega.

Mara dan istrinya menggelengkan kepala melihat kelakuannya.

"Apa?" Jenvi menatap tajam Mara yang sejak tadi menatapnya.

"Tinggal nikah aja apa susahnya sih Jen."

"Heh, nikah tuh nggak bisa sembarangan, harus saling cinta."

"Dih gue sama Chaca juga awalnya nggak saling cinta, tapi noh sekarang liat perut Chaca hasil kerja keras gue." Mara menunjuk perut bulat istrinya yang sedang mengandung tujuh bulan.

"Anjir, sopan lu ngomong gitu ke gue?" Jenvi memicingkan matanya kesal.

"Nikah aja lah Jen, beneran loh nikah itu enak Jen." Tambah  Chaca.

"Dahlah, nggak selera gue makan di sini, apalagi sama kalian." Jenvi langsung bangkit meninggalkan sepasang suami istri yang kini menertawakan kelakuan Jenvi.

Awalnya Mara yang selalu menjadi bulan bulanan Mommynya karena tak kunjung menikah di usianya yang kedua puluh lima dan berakhir di jodohkan dengan anak sahabat orang tuanya.

☘️💚☘️

Layaknya pasangan yang masih baru menikah, hasil perjodohan pulak. Walaupun sudah mulai masuk ke tahun kedua, mereka nampak semakin mesra dan terus menempel, kemana mana berdua.

Yah, pacaran pasca nikah lah Istilahnya, jadi masih hangat hangatnya.

"Kak." Jenvi menyela.

Keduanya langsung mengalihkan pandangan mereka dari televisi kepada Jenvi.

"Heh Dek mau kemana?" Chaca melotot begitu melihat Jenvi yang hanya mengenakan hodie merah dan celana Jeansnya membawa satu koper hitam ukuran sedang di belakangnya.

"Mau liburan Kak, mumet di sini. Salam buat Daddy Mommy," Jenvi menjawab santai kemudian menyeret kopernya pergi.

"Heh jangan ngada ngada lu, heh Jenvi! Mau kemana?" Mara menaikkan suaranya.

Jenvi menoleh sejenak, melambaikan tangannya, "Refresing dong, nanti si Dedek Oom kasi oleh oleh ya, babay." Jenvi melanjutkan langkahnya keluar dari rumah, mengabaikan teriakan Mara dan Chaca yang terus menyuruhnya kembali.

🍩🍩

"Heh Jenvi, jangan ngadi ngadi deh lu!" Sekretaris cantiknya mengacak rambutnya frustasi.

"Serah gue lah, kantor juga punya gue. Lagian gue cuma mau refreshing seminggu doang, abis ulang tahun gue balik." Jenvi mengabaikan dumelan sekretarisnya yang duduk di sampingnya.

"Nih, kunci mobil sama HP gue." Jenvi meletakkan kunci mobil dengan handphonenya di tangan sekretarisnya.

"Hah apa nih? Maksud lo apa? Kalo gue mau hubungin lo gimana?" Perempuan itu melolotkan matanya.

"Stts diem deh, sana pulang. Pesawat gue dua puluh menit lagi berangkat, gua mau check-in." Jenvi mendorong sekretarisnya menjauh.

"Heh Jenvi Karan Sialan!"

"Babay Reni sayang, aku cuma pergi kerja kok, nanti cepet pulang!" Ucap Jenvi setengah berteriak membuat banyak mata menatap mereka heran.

Reni hendak melempari Jenvi dengan handphone di tangannya, namun ia urungkan, melihat banyaknya mata yang memperhatikan mereka.

Emosi Reni semakin meledak melihat Jenvi yang masih sempat sempatnya melayangkan kiss bye sebelum menghilang ke tempat Check in.

Reni hanya bisa mengelus dada melihat kelakuan absurd bosnya satu ini.

Semoga besok hari ia masih bisa selamat dari cercaan nyonya besar Stevano.

Tebece

Haha, gimana?

Next chap, kalo udah 10 komen, 20 vote ya.

See you.

RayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang