BAB 2

13 1 0
                                    

Keesokan paginya, Ibu Meanna duduk di tempat mereka biasa untuk makan dan melepas penat. Beberapa kotak makan sudah tersaji rapih untuk Meanna, berisi lauk-lauk dan cemilan yang bisa menemani putrinya selama beberapa hari kedepan di kerajaan. Kini ibunya sedang sibuk memasukan baju Meanna ke dalam kain putih yang akan diikat menjadi tas.

Sesosok gadis cantik keluar dari kamar, dengan baju khas pelayan kerajaan yang jauh lebih cantik dari baju sehari-hari mereka. Mata Ibu Meanna tak henti-hentinya menatap Meanna dalam balutan kain cantik tersebut.

"Cantik sekali putriku," ucap Ibu Meanna yang kini berdiri di hadapan putrinya.

"Hentikan bu, sudah berapa kali kata-kata itu keluar." Meanna segera melenggang meraih kain putrih untuk mengikatnya.

Tiba-tiba Ibu Meanna menepuk keras punggung tangan gadis itu, "hentikan, gadis cantik tidak boleh melakukan itu."

Meanna tersenyum malu, kemudian kembali menyaut, "ibu, aku menjadi pelayan kerajaan, bukan putri kerajaan, hentikan."

Mata Meanna menatap senyum ibunya yang tak kunjung berhenti sejak semalam. Ah, tak menyangka, pelukan hangat semalam menjadi yang terakhir, ucap hati Meanna.

Dengan senyum yang tak henti-hentinya, Ibu Meanna mengemasi kebutuhan Meanna untuk dibawa ke kerajaan. Beberapa pakaian, kain, dan suatu benda ia masukan ke dalam kain putih tersebut kemudian memgikatnya, lalu memberikan tas itu dan kotak makan yang telah ia siapkan tadi kepada putrinya.

Meanna mengambil tas tersebut dan segera menggantungnya di punggung, kemudian mengambil kotak makan yang sudah disiapkan untuknya.

Tak beberapa lama, Lea datang dan memberi salam kepada Ibu Meanna.

"Pergilah, jagalah kerajaan dengan baik," ucap Ibu Meanna sambil menahan air mata harunya.

"Aku janji akan kembali sesering mungkin." Meanna segera melambaikan tangannya, kemudian pergi bersama Lea meninggalkan ibunya sambil meloloskan beberapa tetes air mata di wajahnya.

***

Sebuah rapat diadakan, aula kerajaan dipadati oleh para menteri beserta pelayan mereka. Beberapa ahli pedang kerajaan dan penjaga juga terlihat mengisi ruangan tersebut. Tentu rapat dihadiri oleh Raja Xiroji yang telah duduk di kursi singgasananya.

"Yang Mulia Raja, saya rasa ini sudah waktunya bagi Yang Mulia Pangeran untuk menikah," ucap seorang menteri pusat kesehatan yang berdiri di sisi kanan.

"Tapi Yang Mulia Pangeran masih terlalu muda untuk menikah," ucap seorang menteri sosial dari sisi kiri.

"Hentikan, biarkan Yang Mulia Raja memutuskan," ucap menteri pertahanan yang ada di sisi kanan.

Raja Xiroji mengamati perdebatan, dalam benaknya ia membenarkan perdebatan itu, tentu semua orang pasti tau keinginan terbesar seorang raja. Namun dibalik keinginan itu, ada hal lain yang perlu dipertimbangkan. Kedewasaan pangeran, dan kemampuannya dalam memimpin belum terlalu memuaskan. Keahlian pedang, memanah, dan bela diri belum cukup menjamin kesejahteraan kerajaan dan rakyat. Dengan begini, jika pangeran menikah, penobatan sebagai ahli waris raja tidak bisa langsung jatuh padanya, karena itulah pernikahan juga belum bisa dilakukan jika sikap dalam memimpin masih belum dimiliki.

Raja Xiroji berdiri. "Saya tidak setuju untuk menikahkan Pangeran Jiroxi dalam waktu dekat. Saya belum puas dengan kemampuannya."

Kemudian salah seorang menteri dari sisi kanan kembali berkata, "kalau begitu beri dia waktu untuk membuktikan dirinya bisa memimpin kerajaan, seraya menjodohkannya dengan Putri Henny."

Suara keributan memenuhi ruangan, ketika nama Putri Henny disebutkan.

Wajah raja terlihat terkejut, kemudian kembali berkata, "mengapa Putri Henny?"

Princess Of Bakapurna KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang