chance O1

2.3K 220 55
                                    

"Mama sudah siapkan tiket untuk kamu pulang akhir bulan ini sayang. Kamu persiapkan dokumen untuk kepulanganmu ya nak sama pihak sekolah. Mama perlu kirim orang untuk bantu kepulangan kamu di sana?" Suara mama Zee terdengar dari balik handphone Zee. Sekarang Zee sedang berada di kamarnya. Mamanya menanyakan dan memberitahukan hal yang mengagetkannya. Walau sudah diberitahu dari dua minggu lalu tentang rencana kepindahannya. Tetap saja Zee kaget mendengarnya bahwa rencana mamanya tetap berjalan. Juga secepat ini kejadian.

Tidak menyangka buah hasil dari kemenangan papanya menjadi presiden Indonesia membuat dirinya harus balik lagi ke negara tempat ia dilahirkan. Padahal dulunya dia pindah ke Amerika juga karena disuruh orang tuanya. Mungkin biar orang tuanya lebih mudah mengurus segala hal yang berhubungan dengan berpolitik papanya. Pikir Zee seperti itu. 

Tapi Zee tidak pernah ambil pusing. Dia selalu menuruti permintaan orang tuanya. Jadi ketika Zee dipindahkan ke Amerika, dia mengikuti prosesnya.

Di saat dirinya sudah nyaman dengan suasana sekolahnya di masa SMP dan SMA di Amerika, kini dia malah disuruh balik ke Indonesia.

Tapi memang selalu seperti itu. Dirinya memang tidak bisa berkata apa-apa. Seperti tidak punya suara. Karena Zee tahu sosok papanya sejak Zee kecil sudah berkecimpung di dunia politik. Sedikit saja salah melangkah, keluarga mereka akan menjadi sorotan kamera. Menyebabkannya harus selalu menjaga perilaku di depan orang lain.

Selalu. Mamanya mengingatkannya untuk berwibawa dan sopan di depan sesama. Sejak Zee kecil selalu diingatkan dia. Untuk selalu tersenyum di depan orang lain. Harus menjaga sikap. Harus berprestasi di akademik. Harus menjaga nama keluarga. Padahal saat dia kecil, papanya hanya seorang gubernur. Jadi dia bingung dulu kenapa keluarganya harus seketat itu.

Bersekolah di Amerika, membuat hidupnya menjadi lebih santai. Dia bisa bernafas lega selama beberapa tahun berada di sana. Tapi sepertinya setelah ini dia akan menjalani dan merasakan hal yang tidak pernah dia duga sebelumnya. Menjadi anak seorang presiden Indonesia.

"Zee?" Suara mamanya terdengar lagi dari balik handphonenya. "Bagaimana? Perlu mama kirim orang? Untuk bantu pindahan?"

"Gak! Eh, sorry, maksud aku gak perlu mah. Aku bisa dibantu temanku di sini kok." Jawab Zee. Gak mau dia bikin teman-temannya disini tahu tentang identitas aslinya. "Lagian barang Zee gak banyak. Nanti barang yang susah dibawanya aku kasih temanku aja." Sambung Zee.

"Oke Zee. Tapi nanti ke airportnya kamu sama bodyguard ya nak. Nanti mama kirim profile mereka ke kamu. Dilihat aja nak, biar kamu gak asing sama mereka."

"Hahhh..." Zee hanya bisa menghela nafasnya. "Oke mah." Hanya itu yang bisa Zee keluarkan untuk membalas perkataan mamanya.

--

--

--

Tidak terasa, sebulan sudah terlewati dan kini Zee sedang di ruang tunggu airport dan bersiap menaiki pesawat yang akan membawanya kembali ke Indonesia. Air mata tidak tertahankan. Turun membasahi wajahnya. Dadanya terasa sesak. Kepalanya terasa berat. Tidak bisa mengeluarkan suara apa-apa. Mungkin orang lain juga bingung ada apa dengannya.

Zee hanya bisa mengusap wajahnya dengan sweaternya dan menutup wajahnya lagi dengan menaikkan resleting sweaternya. Bodyguardnya yang bernama Shani terus mencoba menenangkan dirinya dengan menepuk bahu Zee berkali-kali.

Bagaimana Zee bisa tidak sedih?

Teman-temannya sedang mengikuti ujian akhir sekolah, jadi tidak bisa mengantarkan dirinya ke airport. Mana bisa dia selfish dan membiarkan teman-temannya harus melewatkan ujian untuk dirinya. Sudah gitu tadi malam, dia dan teman-temannya merayakan hari terakhir dirinya di dorm hanya dengan menangis.

Can You Zee Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang