chance O4

1.5K 214 17
                                    

Ashel lanjut berjalan ke arah pintu. Karena dia rasa gak perlu untuk lanjut membicarakan tentang kiss mereka di jaman SD itu. Sudah terlewat berapa tahun juga ...

Tapi lagi-lagi tangannya di pegang oleh Zee untuk menahan dirinya tidak keluar dari kamar itu.

Suara pintu yang terbuka tiba-tiba mengagetkan Zee dan Ashel yang berada di dekat pintu kamar Zee. Mereka langsung sama-sama melihat ke arah pintu yang sudah terbuka. Lalu tiba-tiba kepala Shani masuk dengan pelan. Seakan sangat hati-hati untuk menatap ke dalam kamar dan takut mengganggu. Padahal tidak ada apa-apa.

"Sorry kalau ganggu. Tapi sepertinya sesuai yang aku baca di rules sekolah, sudah waktunya Ashel balik ke kamar dormnya."

"Ci!" ucap Zee gak percaya dengan timingnya Shani. "Nanti Ashel kamu anterin aja, kalau perlu aku anterin ke kamarnya. Tapi sebentar, aku belum selesai ngobrol. Ada yang penting."

Shani yang oke dengan ucapan Zee pun mengangguk dan menutup pintu dengan pelan. Karena obrolannya dengan Shani, Zee jadi tidak fokus dengan tangannya dan membuat Ashel berhasil menarik tangannya hingga lepas tidak digenggam lagi oleh Zee.

"Wow, can't believe kamu pakai kartu anak presiden kamu buat di saat kayak gini doang. Itu Ci Shani?" tiba-tiba Ashel ucapkan.

"Iya, itu Ci Shani. Haduh. Soalnya aku penasaran tahu Chel. Buktinya sampai sekarang masih keingat."

"Lupain aja Azizi. Itu gak penting. Gak usah dipikirin."

"Ashel ..." Zee kini memegang kedua bahu orang di depannya itu. Mengagetkan Ashel. "Udah 4 tahun. Tapi aku masih kepikiran loh ... please." pinta Zee meminta kejelasan.

"Ck. Dibilang lupain aja. Orang abis aku ngelakuin itu kamu ke Amrik ..."

"Hah?" tangan Zee lemas hingga terjatuh. Salah dia kah karena tiba-tiba pergi seperti itu? Zee gak bermaksud untuk meninggalkan Ashel. Sama sekali enggak. "Aku disuruh Mama Papa aku Chel. Tiba-tiba banget itu. Yang sekarang aku baru tahu karena Papa ku sempat dikritik habis-habisan pas kita masih kecil Shel. Makanya aku dipindahin begitu. Aku ... bahkan gak bisa pamit sama siapapun. Bahkan gak ke guruku. A---aku disuruh ke US, aku terbang sama Mama aku terus dimasukin ke sekolah. Terus ... ditinggal sendirian di sana. Mama ku bahkan langsung pulang sehari setelah aku settle di sekolah baru aku."

Setelah mendengar ucapan Zee, Ashel entah kenapa terasa sedih(?) Sedihnya karena melihat Zee sedih(?)

"Ya udah ..." Ashel mengusap bahu Zee dengan perlahan. Dia gak mau dia menjadi terlalu dekat dengan Zee. "Makanya lupain aja."

"Waittt. Itu gak relevan sama alasan kenapa kamu tiba-tiba kissed my nose tauuu."

Ashel langsung berpikir keras. Dia melihat orang didepannya ini benar-benar memperhatikan dia dengan seluruh fokusnya. Please, emang dia hal menarik ya sampai Zee melihatnya seperti ini?

"Hadeuh. Kamu orangnya keras kepala ya. Padahal udah aku bilang berkali-kali buat lupain aja." ucap Ashel.

"That was my first kiss."

"Please ... kamu ngomongnya kayak aku kissed your lips."

"Kamu lari ..."

"Hah?"

"Abis kamu kasih cium di hidung aku, kamu lari."

"Aku ..." Ashel menatap wajah Zee dengan dalam. Kenapa Zee bisa seterbuka ini dengan dirinya? Menceritakan kebingungan nya ketika pindah kepada dirinya.

Ashel gak menduga Zee bakal menjelaskan sejelas itu hingga lebih terdengar seperti curcol kepada dirinya.

Bukankah selama 3 tahun di SD, kerjaan Ashel hanya membully Zee? Dalam hati Ashel tidak habis pikir, kenapa Zee ternyata masih bisa kepikiran dengan hal yang dilakukan oleh Ashel di kelas 6 SD itu.

Can You Zee Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang