3

1.1K 54 1
                                    

Jam menunjukkan pukul setengah 5 sore hari. Terlihat seorang wanita tengah menangis tergugu sembari memeluk erat selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Di sampingnya terdapat seorang pria yang masih terlelap dengan kondisi tak jauh berbeda dengannya. Ya, wanita itu adalah Indri dan pria itu adalah Rizki.

Tak lama kemudian, Rizki pun terbangun dari tidurnya. Terusik dengan isak tangis dari wanita di sampingnya.

"Uh ... mph...." Suara lengguhan keluar dari mulut pria itu.

Matanya mengerjap pelan, menyesuaikan cahaya yang masuk melalui retina. Rizki menyenderkan punggung telanjangnya di kepala ranjang, sedangkan tangannya tampak memijit kepalanya yang terasa berdenyut pusing.

Alangkah terkejutnya ia kala melihat seorang wanita yang sangat dikenalnya tengah menangis di sampingnya. Namun yang membuatnya lebih syok adalah penampilan mereka saat ini yang sama-sama dalam keadaan tanpa busana.

"A-apa yang sudah terjadi? Kenapa kondisi kita kayak gini?" tanya Rizki dengan mulut bergetar.

Tetapi Indri tak menjawab, wanita itu malah semakin erat memeluk selimut tebal yang menutupi bagian depan tubuhnya, hanya tangisannya yang terdengar semakin keras.

Melihat itu, Rizki pun mengerti. Ia mulai memahami keadaan mereka saat ini, sepertinya ia dan Indri telah melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan.

"Ma-maaf," ucap Rizki pelan meminta maaf.

Tetapi, lagi-lagi Indri tak menjawab. Hanya tangisannya saja yang memenuhi seisi ruangan. Hal itu membuat kalut perasaan Rizki, rasa bersalah menggerogoti hati dan pikirannya saat ini.

"A-aku minta maaf, aku benar-benar enggak sengaja. Aku enggak sadar saat melakukannya." Rizki kembali meminta maaf dengan tulus, pria itu benar-benar menyesal atas apa yang telah terjadi pada mereka berdua.

Rizki mencoba untuk menyentuh bahu Indri, berniat untuk menenangkan wanita itu. Tetapi Indri menepisnya dengan cepat.

"Jangan sentuh aku!" lirih Indri dengan suara serak, tetapi terdengar dingin.

"Maaf." Lagi-lagi Rizki hanya bisa meminta maaf.

"Karena kamu aku ternoda, karena kamu aku kehilangan keperawanan aku, karena kamu tubuh aku sudah enggak suci lagi." Intan menyalahkan perbuatan Rizki, "apa kamu pikir kata maaf dapat mengembalikan semuanya? Kehormatanku sudah kamu ambil, dan masa depan aku sudah kamu rusak," teriak Intan serak. "Kamu benar-benar jahat Rizki, kamu bajingan! Brengsek!."

Indri kembali menangis keras, meratapi nasib sial yang menimpa dirinya. Sedang Rizki hanya bisa diam tertunduk dengan beragam perasaan yang berkecamuk di hatinya. Apa yang Indri katakan memang benar, kata maaf darinya tidak akan bisa memperbaiki semuanya. Merasa sudah cukup melampiaskan amarahnya, Indri pun memutuskan untuk beranjak dari tempat tidur. Ia menggulung tubuhnya dengan selimut, lantas berjalan menuju ke arah kamar mandi dengan langkah yang tertatih menahan sakit dan perih di bagian bawah tubuhnya. Tak memedulikan Rizki yang kini tubuhnya sudah tak berpenutup lagi.

Indri kembali menangis di bawah guyuran shower, menggosok tubuhnya berulang kali dengan sabun, berharap semua kotoran dan noda yang menempel di tubuhnya dapat ikut pergi bersamaan dengan air yang mengalir. Namun percuma, karena pada dasarnya noda itu akan terus menempel dan melekat pada tubuh dan jiwanya sampai kapan pun juga.

Disisi lain, Rizki tampak memunguti satu persatu pakaiannya yang berserakan dilantai, lantas segera memakainya. Tanpa sengaja, matanya melihat ke arah noda darah di atas seprei. Rasa bersalah kembali menggerogoti perasaannya, kali ini ia benar-benar yakin kalau dirinya telah merenggut satu-satunya harta berharga yang Indri punya.

Pregnant: Between Responsibility And Dream(Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang