19

580 25 7
                                    

Malam pun tiba, purnama hadir menggantikan sang surya. Kegelapan melanda menggantikan cahaya terang. Bintang bertabur diangkasa, menghiasi cakrawala berwarna biru tua.

Seorang wanita berdiri diatas balkon kamarnya, menatap nabastala yang penuh dengan benda angkasa. Sesekali perempuan itu menghela nafas panjang, sedangkan tangannya tampak mengelus-elus perutnya pelan.

"Apa yang harus aku lakukan? Usiamu sudah 4 bulan sekarang, tetapi aku bahkan masih tidak mampu mengatakan soal kehadiranmu pada semua orang." Indri bertanya pelan pada bayi yang masih di dalam perutnya itu.

Bulan depan sekolah akan merayakan kelulusan, beberapa perguruan tinggi bahkan sudah mulai membuka pendaftaran, belum lagi beberapa tes dan seleksi masuk perguruan tinggi negeri maupun swasta akan segera dilakukan. Indri diliputi rasa risau dan juga cemas, orang tuanya sudah mulai bertanya-tanya keperguruan tinggi mana dirinya ingin melanjutkan study? Ahh ... rasanya seolah ingin menceburkan dirinya ke dalam sungai.

Bagaimana dengan Rizki sekarang? Apakah yang sedang pria itu pikirkan saat ini? Mungkinkah ia juga sama risaunya dengannya saat ini?

___
___

Disisi lain, dibawah langit yang sama. Rizki tengah termenung di atas tempat tidurnya. Memikirkan seperti apa masa depannya nanti.

Yadi -Ayah Rizki- sudah bertanya beberapa kali, mendesaknya untuk segera memutuskan. Memilih melanjutkan perusahaan keluarga dan berkuliah di Amerika, atau menjadi seorang tentara seperti keinginan kakeknya yang merupakan seorang perwira?

Berdasarkan tradisi keluarga, Rizki seharusnya memilih opsi kedua. Dalam keluarganya, setiap anak pertama yang terlahir menjadi pewaris keluarga haruslah melanjutkan propesi kakeknya. Dimana jika sang kakek merupakan perwira TNI atau Polisi maka ia pun harus menjadi TNI atau Polisi, tetapi jika kakeknya adalah seorang penerus perusahaan keluarga maka ia pun harus melanjutkannya. Seperti halnya ayah Rizki, yang meneruskan profesi buyutnya dahulu yang merupakan seorang pengusaha.

Tetapi Yadi sang papah sendiri tak memberatkan, bila putranya -Rizki- ingin menjadi penerus perusahaan saja tidak masalah bagi beliau. Tentunya Yadi akan mengizinkan Rizki untuk melakukannya, pun kakeknya sudah menyetujuinya. Meski sebenarnya dalam hati beliau sangat ingin cucunya menjadi seorang perwira sepertinya. Namun sang kakek memberikan syarat, Rizki harus mau melanjutkan kuliah keluar negeri disalah satu universitas terbaik dunia.

Sebenarnya, di dalam hatinya yang paling dalam. Rizki ingin bahkan sangat menginginkan agar bisa menjadi seorang tentara. Bukan karena permintaan keluarga, melainkan memang dari kesadaran dirinya sendiri. Sejak kecil, ia sering melihat kakeknya yang berpakaian rapi khas perwira TNI, membuat lelaki jangkung berkulit putih itu bermimpi dan bercita-cita untuk menjadi seorang TNI bahkan sejak masih SD.

Tetapi sekarang, apalagi jika melihat kondisinya saat ini. Cita-citanya itu hanya bisa menjadi angannya saja, ia tidak mungkin mengabaikan tanggung jawabnya demi cita-citanya. Namun, ia juga tidak bisa memilih opsi pertama. Melanjutkan perusahaan keluarga seperti tawaran sang papa, dimana dirinya harus memenuhi syarat dari sang kakek. Melanjutkan study di luar negeri, yang mana artinya ia harus meninggalkan Indri bersama bayi yang ada di dalam kandungannya seorang diri.

Sungguh benar-benar rumit, jika bisa ia ingin kabur saja dari rumah. Pergi sejauh mungkin dari hiruk pikuk kehidupan yang penuh dengan teka-teki dari Tuhan.

Tunggu? Kabur? Apakah sebaiknya ia mengajak Indri untuk kabur dari rumah? Membawa perempuan itu sejauh mungkin dari tempat tinggal mereka, bahkan mungkin sampai keluar kota.

"Astagfirullah." Rizki mengelus dadanya pelan,

Apa yang sebenarnya pria itu pikirkan? Sungguh gila! Mana bisa ia membawa kabur anak orang begitu saja. Bisa-bisa kedua orang tuanya dan keluarga Indri khawatir dibuatnya.

Pregnant: Between Responsibility And Dream(Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang