6

865 48 8
                                    

"Sayang, kamu bangun dulu yuk. Sejak kemarin malam kamu kan belum makan," panggil Nia disebalik selimut.

Tetapi Indri tetap diam tak bergeming. Malah semakin menenggelamkan tubuhnya kedalam selimut tebal yang membungkusnya.

"Kamu kalau ada masalah cerita sama bunda, jangan diem aja. Apalagi sampe nggak makan kayak gini, bunda bingung jadinya," ucap Nia lembut, suaranya dipenuhi kekhawatiran yang besar.

Samar - samar terdengar suara isak tertahan dari mulut Indri. Hal itu membuat Nia semakin bertambah khawatir, ia takut sesuatu yang buruk telah menimpa putrinya.

"Sayang, apakah telah terjadi sesuatu yang buruk?" Nia bertanya dengan suara sehalus dan selembut mungkin.

Kali ini, Indri tak lagi diam ditempat. Ia memeluk bundanya itu dengan erat, air matanya tumpah seketika. Membasahi pakaian yang dikenakan oleh sang bunda.

"Indi, kamu kenapa? Ada apa sebenarnya? Coba kamu cerita, biar bunda ngerti," tanya Nia lagi.

"Hiks bunda, hiks, maafin Indi bunda. Indi udah ngecewain bunda," ucap Indri seraya menangis terisak.

"Ada maksudnya?" Nia terlihat semakin kebingungan.

Nia melepaskan pelukan dari putrinya itu, lantas menatap lekat iris mata cokelat dihadapannya. Menuntut penjelasan dari sang empunya.

"Sebenarnya.... " ucap Indri tergantung.

"Sebenarnya apa?"

"Sebenarnya Indri gagal jadi nomor satu saat ulangan harian kemarin, karena ada 2 soal jawabannya salah," jawab Indri bohong.

Indri tak berani mengatakan hal yang sebenarnya pada bunda kesayangannya. Ia masih belum siap menanggung kekecewaan dan kemarahan yang akan diberikan keluarganya padanya.

"Huh, kamu ini bikin bunda cemas aja. Bunda kira ada masalah besar, rupanya ini semua cuman karena nilai ujian harian." Nia tampak menghembuskan nafas lega, bersyukur karena tidak ada masalah besar yang menimpa putrinya. Ia belum tahu saja, jika sebenarnya anak bungsunya itu tengah mengalami hal yang sangat besar, hal yang mungkin saja tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Hamil diluar nikah.

"Kamu jangan sedih dong sayang, kan cuman ulangan harian. Kamu bisa berjuang lagi diulangan berikutnya, jadi jangan terlalu sedih gitu dong." Hibur Nia.

"Iya bunda, maafin Indi ya bunda. Karena udah bikin bunda khawatir," ucap Indri meminta maaf, lantas kembali memeluk bundanya erat.

"Iya, gapapa. Bunda ngerti kok, sejak kecil kamu kan emang selalu pengen jadi yang terbaik." Nia balas memeluk Indri. "Yaudah, mending kamu ikut bunda turun kebawah yuk, kita makan malam bareng. Ayah sama Kakak kamu udah nungguin dari tadi," ajak Nia kemudian.

"Iya bunda, tapi Indi ganti cuci muka dulu ya."

"Iya, bunda tunggu dibawah ya."

Setelah mencuci wajah, Indri pun segera menuju meja makan. Semuanya terlihat sedang menunggunya.

"Kemana aja nih adek Kakak yang satu ini, kok baru nongol sekarang," ucap Ken seraya tersenyum jail, "katanya nangis seharian karena pas ulangan gak dapet nilai seratus ya? Utuk - utuk, cengeng banget sih," goda Ken kemudian.

Namun, tak seperti biasa. Indri yang biasanya akan kesal atau marah bila digoda hari ini malah tersenyum tipis seolah menutupi banyak hal.

"Akankah kakak masih bisa bercanda seperti itu bila tahu kebenarannya?" batin Indri sedih.

"Loh, tumben kamu gak marah dek." Ken bertanya heran.

"Nggak, aku udah cape nangis seharian. Jadi gak ada tenaga buat marah - marah lagi," jawab Indri sebiasa mungkin, tak ingin semua orang curiga.

Pregnant: Between Responsibility And Dream(Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang