17

507 25 0
                                    

“Btw, Vi, kamu ngerasa heran gak sih sama sikap Rizki akhir-akhir ini,” ucap dara disela-sela percakapan mereka.

“Heran gimana?.” Via malah bertanya balik, gadis itu sepertinya masih belum mengerti dengan apa yang sahabatnya itu bicarakan.

“Itu loh, sikap dia ke Indri. Kayak jadi lebih perhatian gitu,” ucap Dara lagi.

“Iya, sih. Aku juga ngerasa begitu. Padahal sejauh yang aku tahu dan aku lihat, Rizki itu gak pernah seperhatian itu ke cewek." Via membernarkan perkataan dara. "Mungkin gak sih kalau mereka itu pacaran?” ungkapnya kemudian.

“Ngaco kamu, Vi. Lupa ya? Indri kan dilarang pacaran sama ayah ibunya,”

Saat tengah asik berbincang, Faris pun datang menghampiri kedua gadis itu. Pria itu lantas mendudukkan pantatnya diatas kursi yang berlainan sisi dengan mereka.

“Hayooo, pada bahas apaan nih. Lagi ngomongin aku ya?” ucap Faris penuh percaya diri.

“Idih, PD banget. Siapa juga yang lagi ngomongin kamu? Orang kita lagi bahas kedekatan antara Rizki sama Indri,” jawab Via seraya memutar bola matanya malas.

“Iya nih, mumpung ada kamu disini. Kamu kan sahabatnya si Rizki, pasti tahu dong soal hubungan Rizki sama Indri," ucap Dara kemudian.

“Tentu dong, tahu banget malah,” jawab Faris seolah tahu segalanya.

“Jadi? Rizki sama Indri sebenarnya ada hubungan apa sih? Kok kayaknya mereka deket banget akhir-akhir ini.” Dara memulai pertanyaan.

“Sebenarnya...," ucap Faris tergantung. Wajahnya terlihat serius, membuat kedua gadis itu segera menajamkan indra pendengaran mereka dengan seksama.

“Ciee ... kalian nungguin ya?” kata Faris kemudian. Alhasil hal itu membuat Dara dan Via kesal bukan kepalang.

“FARISS!!!” teriak kedua gadis itu serentak, membuat seisi kantin menoleh ke arah mereka. Lantas kembali pada aktivitas mereka masing-masing.

“Hahahah, iya sorry, sorry. Aku becanda doang elah. “Sebenarnya mereka enggak ada hubungan apa-apa,” tuturnya kemudian.
Dara dan Via kembali dibuat kesal, matanya menatap tajam ke arah teman sekelas mereka itu.

“FARISS! Serius dong, Ris!”

“Asli, kali ini aku serius. Rizki sama Indri emang gak ada hubungan apa-apa. Kalau gak percaya, kalian tanya aja sendiri sama mereka. Bukannya Indri itu sahabat kalian?” Faris tak sepenuhnya bohong. “Lagian nih ya, wajar aja kalau sekarang Indri sama Rizki jadi makin deket. Mereka kan sekelompok, dan 3 kali dalam seminggu kami mengadakan pertemuan untuk belajar dan mengerjakan tugas bersama. Jadi gak heran kan kalau mereka keliatan akrab.”

Untuk saat ini, Indri dan Rizki memang tidak punya hubungan apa-apa. Hanya saja kedua remaja itu terikat oleh takdir yang membawa mereka menuju jurang penuh curam.

Sebenarnya alasan Faris menghampiri Dara dan Via, adalah karena tanpa sengaja ia mendengar kedua bersahabat itu membahas soal kedekatan Indri dan Rizki yang tidak biasa. Maka dari itu, ia berniat untuk mencari tahu sejauh mana yang mereka tahu. Sekaligus berusaha untuk menepis kecurigaan para gadis itu pada hubungan Indri dan Rizki yang sebenarnya cukup rumit itu.

Dara dan Via tampaknya mulai percaya, meski sebenarnya hati mereka belum sepenuhnya puas dengan jawaban yang Faris ucapkan.

Bell masuk berbunyi, menandakan jam istirahat sudah berakhir. Ketiga orang itu pun akhirnya memutuskan untuk bergegas kembali menuju kelas.

__
__

Sore ini Indri terlihat sedang menonton TV diruang keluarga, menikmati serial animasi Jepang favorit yang sebenarnya sudah diputar berulang kali di Channel TV tersebut. Sesekali tangannya memasukkan manisan mangga muda yang kini tengah berada di atas pangkuan.

“Indi, kamu lihat manisan mangga buatan bunda enggak? Padahal isinya masih utuh loh,” tanya Nia yang baru saja datang dari dapur.

“Yang disimpen di dalam toples bukan, Bun?" Indri balik bertanya.

"Iya, kamu tahu?"

"Em ... anu Bun. Udah Indi makan, hehe. Bunda jangan marah ya,” ucap Indri seraya tersenyum semanis mungkin.

“Serius kamu yang makan?” Nia tampak tak percaya.

“Iya, Bun. Ini masih ada sisa sedikit kok manisan mangganya” Indri menunjukkan sebuah toples yang isinya sudah hampir habis.

Nia tertegun, tak percaya menatap sebuah toples yang isinya tinggal sedikit. Bagaimana mungkin putri bungsunya yang tidak menyukai rasa asam bisa menghabiskan begitu banyak manisan mangga muda yang ia yakin masih terasa asamnya itu.

Indri, jangankan memakan manisan mangga seperti itu. Meminum campuran madu degan perasan lemon saja matanya sudah merem melek karena tak suka asam. Tapi ini, hampir setoples makanan berasa asam itu ia habiskan dalam waktu singkat.

Hingga kemudian, tatatapan heran itu berubah menjadi tatapan kecurigaan. Nia berjalan mendekat ke arah Indri, lantas mendudukkan pantatnya di samping putrinya itu.

“Tumben kamu makan manisan mangga buatan bunda? Biasanya kamu gak suka tuh, masih terlalu asam katanya.” Nia menyela sejenak perkataannya. “Kamu enggak lagi ngidam beneran kan, Nak?” tanya Nia penuh selidik.

Uhuk

Indri tersedak ludahnya sendiri, terkejut dengan pertanyaan sang Bunda barusan.

“Bu-bunda ini ngomong apa sih, ngidam apaan? Ada-ada aja kalau ngomong,” jawab Indri mengelak.

“Kamu gak lagi bohongin bunda kan, Ndi?” Nia masih terlihat curiga.

“Bohongin gimana maksud Bunda?” tanya Indri pura-pura tak mengerti. Ia berusaha semaksimal mungkin untuk bersikap setenang dan sebiasa mungkin.

“Ya bisa aja gitu kamu punya pacar di belakang bunda.”

“Pacar dari Hongkong kali ah. Kalau pun Indi punya pacar pasti bakal ketahuan, soalnya aktivitas Indi kan di pantau terus sama Bunda. Seluruh jadwal kegiatan sekolah pun atas seizin dan sepengetahuan Bunda juga. Jadi mana bisa Indi pacaran diam-diam.”

Kali ini Indri berucap jujur, semua yang di katakan memang benar adanya. Sungguh mustahil baginya untuk bisa berpacaran tanpa sepengetahuan sang bunda. Sedangkan seluruh kegiatan sekolahnya diketahui dan selalu dipantau oleh  beliau.

Benar, Indri memang tidak pernah punya pacar. Tetapi bukan berarti ia bisa terbebas dari kemungkinan terburuk. Keadaannya saat ini justru membuktikan bahwa perempuan baik-baik pun bisa saja kebobolan. Entah itu karena kecelakaan atau pun karena kecerobohan.

“Oh iya Bunda, Indi ke kamar dulu ya. Mau belajar, besok kan udah mau USBK,” ucap Indri beralasan. Berusaha untuk menghindarkan dirinya dari pertanyaan lainnya seputar hamil dan ngidam. Ia sungguh takut bundanya justru akan semakin bertambah curiga jika ia terus berada disini.

“Iya, belajar yang bener ya. Tapi jangan berlebihan juga, yang ada kamu malah sakit nantinya,” pesan Nia mengingatkan.

“Siap komandan.” Indri memghormat ala-ala tentara, lantas pergi secepat kilat.”

__
__

Assalamualaikum....

Hallo semuanya ... gimana-gimana? Masih nyambung gak ya ceritanya? Masuk akal gak? Huhu, aku harap semoga kalian suka, meski ceritanya gak bagus-bagus amat😅 tapi aku akan berusaha membuat cerita ini sebisa dan samampuku🙂....

Sampai jumpa di part berikutnya....

Purwakarta, Senin 13 Sepetember 2021

IIK

Pregnant: Between Responsibility And Dream(Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang