VIII - Hujan Sebelum Bunga Mekar

554 86 22
                                    

Harusnya waktu itu Minho menjawab pertanyaan Seungmin tentang dirinya yang terbawa perasaan atau tidak. Setidaknya saat menjawab, Minho memberikan batasan yang jelas tentang hubungan mereka—kepada diri sendiri juga kepada Seungmin—dan bukan menjadi seperti ini. Seungmin yang seolah benar-benar sudah melupakan tujuan awalnya kepada Felix dan hanya datang untuk Minho. Meski Minho sudah berusaha untuk menghindar—mulai menjadi manusia terlihat super sibuk sampai mengabaikan notifikasi ponselnya—tetap saja pada akhirnya dia ditemukan oleh Seungmin yang tidak mudah menyerah itu.

Rasanya sekarang seperti pengulangan kisahnya dengan Chan dan Minho tahu itu tidak akan berakhir baik.

"Kamu kenapa menghindariku terus?" Seungmin berkaca pinggang saat akhirnya berhasil menemukan Minho di parkiran Fakultas Teknik. "Kamu gak angkat telpon, aku chat sekarang notifikasinya gak centang biru dan tiap lihat aku kayak lihat hantu. Kalau aku ada salah, aku minta maaf."

Memangnya Seungmin bisa memperbaiki hati Minho hanya dengan kata maaf kalau akhir mereka yang tidak menyenangkan?

"Aku sibuk, bye."

Minho melambaikan tangan sesaat, lalu berbalik karena dia memang sibuk. Tugasnya yang belum Minho cetak dan belum membaca revisi laporan AFR yang ada di draft cetak yang dibawanya. Belum dengan tanggung jawabnya sebagai salah satu asisten praktikum Geologi Dasar—memeriksa tumpukan pre-test dan post-test serta berbagai macam hal yang berhubungan dengan data praktikum—untuk semester 1, padahal Minho baru semester 3. Rasanya untuk merasa melankolis pun harus ditunda dulu karena skala prioritasnya yang menolak untuk tidak bertanggung jawab dengan tugas yang wajib diselesaikan Minho.

Namun, apa yang Minho harapkan dari Seungmin yang tidak mudah menyerah untuk menemukannya meski diabaikan? Sebelah tangannya ditangkap dan Minho dipaksa berbalik, hanya untuk menyadari jaraknya dengan Seungmin mungkin hanya sejengkal. Meski tinggi mereka tidak begitu jauh berbeda—yang mana Seungmin lebih tinggi darinya—tetapi tetap membuat Minho harus sedikit mendongak untuk menyamakan pandangan mereka.

"Menghindar tidak akan menyelesaikan masalah."

"Kamu bisa gak jangan mendramatisir keadaan seolah kita pasangan sedang bertengkar?"

"Tapi kita memang pasangan."

"Pura-pura." Minho mendelik, meski tidak menduga kalau kenyataan yang dikatakan bisa membuatnya merasa sesak. "Sudahlah, aku sibuk."

Minho menepis tangan Seungmin, tetapi sialnya tidak terlepas dan tidak terlihat akan melepaskannya. Mencoba untuk menepis untuk kedua kalinya, tetapi tetap tidak berhasil. Rasanya Minho ingin berteriak marah, tetapi Seungmin tampaknya tidak ingin melepaskan dan justru berkata, "Kalau kita benar-benar bersama, kamu akan berhenti menghindariku?"

"Apa?" Minho jelas mendengarnya, tetapi tidak ingin mendengar pengulangan dari Seungmin. Karena harapan adalah hal paling menakutkan jika tidak sesuai dengan keinginannya. "Jangan bercanda padaku, Seungmin. Nanti kita bicara lagi."

Minho pikir, dengan caranya seperti itu maka Seungmin akan memberikannya jarak. Membuat keduanya kembali memikirkan ulang tentang mereka dan menyadari bahwa ini hanyalah sebuah fase karena mereka terbawa perasaan akibat terlalu sering bersama. Setidaknya, itu yang ingin Minho yakini dan Seungmin juga memiliki pemikiran yang sama dengannya.

Namun, jam 9 malam menemukan Seungmin yang duduk di depan pintu apartemennya dengan kaki terjulur dan mata tertutup bukanlah hal yang Minho harapkan untuk dilihatnya. Tidak ada yang pernah benar-benar tinggal jika Minho melakukan hal yang sedang dilakukannya kepada Seungmin saat ini, tetapi nyatanya lelaki itu berada di depannya. Bukan hanya tentang masa lalunya Minho bersama Chan yang membuatnya seperti ini, tetapi juga tentang masa lalunya di kota lamanya.

The Rain Before The Flower | 2MIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang