2

142 20 0
                                    

Ah, tidak rugi membiarkan Liuyu ngambek sampai tidak datang latihan basket hari ini, membuahkan hasil yang membuat keringat dingin keluar lebih banyak.

Mungkin kalau kakiku tidak menapak tanah, alias melayang aku sudah menghambur kearahnya yang sedang bersimbah keringat itu, tidak masalah dengan baunya yang penting sensasinya.

Mungkin kalau bibirku tidak dua, air liurku sudah membentuk air terjun mini.
Mungkin kalau lubang hidungku satu, aku sudah mimisan kaya air kran.

Mungkin kalau mataku tidak punya kelopak, dia tidak akan menutup untuk mengabadikan yang seperti itu.
Kusadari seseorang menghampirinya dan membawakan sebotol minuman. Haish, kenapa ini mirip dengan drama-drama murahan itu.

Mungkin kalau kakiku tidak menapak aku sudah membawakannya handuk.
Mungkin kalau bibirku tidak dua, aku sudah mencaci maki cewek sok perhatian itu.

Mungkin kalau lubang hidungku satu, dia sudah seperti knalpot motor yang siap melaju kencang sampai keluar api dan asap.

Aku benar-benar tidak ada orang yang bisa kuajak bicara, meskipun banyak orang disini, dan sebagian besar aku kenal. Tapi tidak ada yang kuminati. Ah aku benar-benar membutuhkan Liuyu, apa aku perlu membelikannya jus apel besok biar tidak ngambek lagi dan mau ikut latihan basket lagi? Iya dia mau latihan basket karena aku paksa mati-matian, sampai-sampai aku harus menraktirnya jus apel selama seminggu sehari 2 kali, dan itulah sebabnya kenapa aku selalu menyerobot jusnya, karena uang sakuku sudah terpotong banyak gara-gara itu.

Atau…

Atau.....

Aku akan berhenti latihan basket asalkan kostum yang bersimbah keringat itu diberikan kepadaku. Ya, alasan terbesarku untuk latihan basket setiap senin rabu itu karena si wajah manis itu ikut melatih. Dan sudah dipastikan pengikut kelompok basket meningkat drastis, dan mayoritas adalah cewek.

“Naii!!!!” Apa?

Aku memutar tubuhku dan menemukan Daniel setengah berlari menghampiriku. Aku mundur satu langkah tepat saat dia berhenti di depanku. Mendengarnya memanggil namaku adalah catatan langka dalam buku catatan hidupku.

“Apa?” Tanyaku sekenanya, aku tidak mungkin menyampaikan segedung pertanyaanku hanya untuk sebuah seruan nama.

Tidak lucu.

‘Mau pulang?’

‘Mau ku antar pulang?’

‘Ini sudah sangat sore, ayo aku antar pulang?’

“Besok ada PR?” Bahuku melorot seketika.

“Tidak ada, seingatku,” jawabku tenang, tidak mungkin aku menunjukan kekecewaanku yang tidak berguna ini. Ayolah kita sangat jarang berbicara dua mulut, tidak mungkin aku berakting seolah kita sudah kenal sangat dekat.

“Oke, apa mau pulang?” Bahuku mulai terangkat mendengar pertanyaannya, mungkin dia bisa melihat wajah berseriku efek pertanyaannya, lihat saja dia menatapku bingung.

“Iya,” jawabku singkat, sementara hatiku sudah meletup-letup ingin berteriak menari kesana kemarin sambil membawa perkusi, aku tidak peduli dengan pertanyaan selanjutnya, meskipun aku berharap lebih banyak.

“Oke, sampai jumpa.” Salamnya lalu berbalik. Aku segera membalikan tubuhku dan segera mengambil tasku, dan segera menaiki bis, dan segera sampai rumah, agar aku bisa berteriak sekencang-kencangnya dan mewujudkan adegan membawa perkusi sambil menari-nari.

Kepompong di perutku rasanya sangat cepat berubah menjadi kupu-kupu yang sekarang sudah berterbangan memenuhi auraku.

Kepompong di perutku rasanya sangat cepat berubah menjadi kupu-kupu yang sekarang sudah berterbangan memenuhi auraku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Si Manis ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang