Nine POV
Wajah manis itu.
Ayolah ini sedang ulangan tapi mataku tetap bersarang pada wajah seriusnya. Tempat duduk yang besebrangan dengan dia berada di depanku, sepertinya Dewi Fortuna berhasil mempengaruhi Pak Tomo untuk mengacak tempat duduk sedemikian rupa.
Kertas jawabanku sudah kudiamkan, dan sekarang gantian wajah manisnya yang kuperhatikan. Tidak peduli dengan hasil ulanganku nanti, yang ku pedulikan matanya yang bergerak ke soal dan kertas jawabannya bergantian , mungkin saja dia peka dan melirikkan matanya ke arahku.
Ayolah. Membayangkan saja sudah membuatku memerah.
Sudahlah Naiiii jangan menghayal terus.****
“serius? Ini sangat mengganggu!” gerutuku membatin, lihatlah bel istirahat baru saja berhenti satu menit yang lalu, tapi sudah banyak yang mengantre untuk melihat wajah manisnya.Tentu saja para cewek dengan mulut cempreng-cempreng mereka bercakap cukup keras untuk menarik perhatian si wajah manis itu, iyalah disini orang normal masih dominan.
Apa tidak cukup aku saja yang mengaguminya? Bahkan saat orang lain menganggapnya si buruk rupa, tapi aku tetap menyematkan ‘wajah manis’ untuk wajahnya itu.
Oke. Aku perjelas di sini, aku memang mengagumi wajahnya, tapi tidak hanya wajahnya, tentu saja, rambutnya, dada bidangnya, kaki jenjangnya, tinggi badannya.
Haha aku geli sendiri menceritakannya, apa separah itu? Oke lupakan. Aku sangat lapar, akan aku lanjutkan ceritaku.
“Daniel” Kudengar seseorang memanggil si wajah manis itu, kudongakan wajahku lalu kembali menunduk untuk makan setelah menangkan sosoknya yang sedang berjalan menghampiri temannya.
Jangan lupakan tatapan orang-orang seisi kantin yang sudah mendarat kearahnya. Apa tidak di deportasi saja orang ini? Disimpan di rumah, tepatnya di kamar, diperjelas sebelah tempat tidur sejajar dengan lampu belajar, bila dikeraskan agar tidak kemana-mana, dan jangan biarkan museum manapun yang ingin melelangnya. Sungguh membuat sesak.
“Nanti basket?” Tanya seseorang di sebelahku.
Oh astaga aku lupa kalau kesini tadi membawa satu orang.
“Mungkin, kalau tidak ketiduran,” jawabku asal menyuapkan sendok terakhirku.
“Ck,” decak Liuyu, temanku, teman dekatku, menyeruput jus apelnya. Aku menggeser gelas jusnya mendekat ke arahku perlahan, lalu meminumnya hingga hampir habis.
“Kau mampu beli makanannya tapi tidak mampu membeli minumannya, ck,” gerutu Liuyu meninggalkan meja.
“Ya, begitu saja ngambek, tidak capek setiap hari ngambek tapi balikan lagi?” godaku sambil menyamai langkahnya.
“Nanti sore basket sendirian saja!” Ancam Liuyu.
Akhirnya setelah sekian lama aku menunggu ancamannya itu, terwujud hari ini. Aku bisa mengamati si wajah manis itu lebih detail kalau tidak ada Liuyu. Ya, meskipun dia teman dekatku pun sekaligus, aku malu mengakui ketertarikanku pada si wajah manis itu.
Bukan takut dia tau aku suka laki-laki, aku sudah keluar dari masa itu beberapa tahun yang lalu. Dan beruntungnya aku dikelilingi oleh orang-orang yang sayang padaku menerima aku apaadanya dan lingkungan yang bisa dibilang open-minded.Aku hanya malu okay, ditambah hal-hal yang aku sukai darinya terdengar menggelikan bagiku sendiri pasti dia akan menartawaiku seharian penuh atau bahkan lebih.
Oke, bukankah aku baik hati karena menjaga kotak tertawanya agar tidak rusak, operasikan sangat menakutkan dan biayanya tidak sedikit.
Aku hanya diam, tidak menanggapi. Liuyu adalah orang yang sangat peka, jadi bagaimana nanti kalau aku protes padanya tapi ada nada senang disana, pasti dia akan curiga. Meskipun dia terlihat belum menyadari kalau aku mempunyai cowok idaman. Bukankah diriku sangat hebat bisa mengelabuhi orang peka seperti itu.
Aku menyadari Liuyu sudah meninggalkanku. Hah, tidak biasanya dia ngambek selama ini.
“aku udah ngirim Wechat, tapi nggak diread,” kudengar seseorang cewek mengeluh.
Aku tersenyum geli mendengarnya, karena dia berada di belakangku sepertinya dia juga jalan searah denganku.
“Mungkin karena saking banyaknya yang nge chat dia, jadi chat kamu kalah sama yang lain,” sahut temannya.
“Maksudmu ? Aku harus mengiriminya chat setiap menit biar terus di list pertama notifikasi di hpnya gitu?”
“Mungkin.”
“Apa nggak papa buat si Daniel, ntar kalau dikira cabe-cabean gimana?? Aaaaaa.”
Si wajah manis lagi? Apa sekolah ini benar-benar kekuranganan cowok ganteng sampai-sampai ada yang lumayan satu satu sekolahan langsung menyerangannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Si Manis ✔️
Kort verhaalKeyu sang atlet basket dan Nine yang ikut basket karena Keyu