"Jenaanjiiiiiiirrrr. Gue kacau sumpaaahhhhhhhh!!!!!" jerit Aqila di telpon.
"Pas balik lo di jedor??!?!!!?"
"ENGGAK, TAPI AAAARRRGGHHHH, RASANYA SEPERTI MENJADI IRON MAN ANJIIIIRRRR."
"Sumpah, gue meragukan kewarasan lo."
"YA GUE EMANG GA WARASSSS"
"Au ah, gak waras skip." kata Jena yang kemudian mematikan panggilan video mereka.
Aqila secara total terganggu dalam belajarnya malam itu. Awan selalu saja muncul dan mengusik kefokusan yang gadis itu mati matian pertahankan.
Pokoknya, Aqila bakal salahin Awan kalau semester ini nilainya turun.
"Aqila???" ucap seseorang masuk ke dalam kamarnya. Siapa lagi kalau bukan sang mama.
"Eh, mama. Ada apa ma??" tanya Aqila berganti posisi dari yang tadinya telungkup di kasur dan membenamkan wajahnya di bantal empuk, menjadi duduk bersila di atas kasur.
"Besok kamu gak usah masuk sekolah ya. Kita kontrol ke dokter, sekalian ke makam. Oke??" kata sang mama, berusaha menampilkan senyum terbaiknya.
"Eh?? Udah tanggal segini?? Emm, iya deh ma." Aqila melirik ke arah kalender di nakasnya.
Ahh, waktu terus berjalan begitu cepat ya...
———
Esoknya, mama sudah izin kepada wali kelas Aqila, dengan alasan pergi ke dokter. Tapi, keduanya tidak langsung pergi kesana. Mereka berbelok ke sebuah TPU di daerah Jakarta. Kemudian berjalan mengunjungi dua makam yang nampak terawat.
"Assalammualaikum. Papi, abang, adek minta maaf baru dateng kesini lagi yaa..." ucap Aqila dengan mata berkaca kaca.
Di hadapannya, ada dua makam orang yang sangat ia cintai dalam hidupnya. Papi dan bang Juan, cinta pertamanya, dan belahan jiwanya.
"Papi sama abang apa kabarnya?? Pasti udah gak sakit lagi ya, disana??? Pasti kalian bahagia ya?? Aqila disini masih harus merasa sakit, pi, bang. Hari ini, Aqila sama mama mau ke dokter lagi, check up tiap dua minggu sekali."
"Adek sama mama kangeeen banget sama kalian berdua. Adek pengen banget ketemu papi sama abang, tapi Ila harus temenin mama. Mama gak punya siapapun lagi selain adek..."
"Papi, abang, tolong bilang ke Tuhan, adek mau sehat. Adek mau temenin mama terus sampai tua.... Tolong ya??"
"Kalau begitu, adek pamit dulu. Nanti adek usahain dateng sering sering kesini. Dadaaahh." Kemudian gadis berambut coklat sebawah bahu itupun pergi dari sana bersama sang mama, dengan menitikkan air mata kerinduan.
Hari ini, tepat 2 tahun Juanda pergi dan 5 tahun Papi pergi meninggalkan Aqila dan mama. Ya, Juan pergi di hari peringatan ke 3 tahun meninggal sang papi.
Keduanya meninggal dengan alasan yang sama, yang juga menjadi alasan mengapa Aqila harus pergi ke dokter hari ini.
———
"Kondisi jantung Aqila tidak bisa di katakan baik, untuk kedepannya harus tetap melakukan kontrol tiap dua minggu sekali ya bu. Untuk obatnya juga akan saya beri tambahan. Selain itu, jangan melakukan aktifitas yang terlalu berat ya, Aqila. Pelajaran olahraga di sekolah di skip saja. Jangan lupa jaga pola makan sehat, dan jangan stress. Kalau ada keluhan seperti nyeri dada atau yang lainnya, harap hubungi saya ya." jelas dokter Mina kepada keduanya.
Tidak ada kemajuan dalam penyembuhan selama bertahun tahun. Yang ada malah jantungnya semakin melemah seiring berjalannya waktu.
"Oke. Terima kasih ya, dok. Kalau begitu, kami pamit dulu ya. Permisii." kata mama ketika keluar dari ruangan.
Aqila dan mama tidak mengatakan apapun saat berjalan mengantri untuk ambil obat. Mereka hanya diam membisu, tak tahu apa yang harus di katakan.
"Kamu tunggu sini, mama yang ambil obat" kata mama yang di setujui tanpa ucapan oleh Aqila. Sorot matanya kosong, dan pikirannya melayang kemana mana.
"Aqila i saw you." kata seseorang yang tergesa gesa datang ke hadapan gadis itu, kemudian memegang bahunya dan membuat Aqila mendongak dan melihat siapa dia.
"Gue liat lo, keluar dari ruangan dokter." ucapnya lagi.
"H-Hars...a? Apaan sih gajelas. Kok lo bisa disini?? Lo gak sekolah??" tanya Aqila heran melihat Harsa berada di sini, di rumah sakit jantung.
"Jawab gue, siapa yang sakit??? Lo atau mama lo???" tanya Harsa memburu.
"Apaan sih, mama gue gak sakit!" jawab Aqila dengan tegas. Harsa mengusap wajahnya kasar.
"Kalau begitu, berarti lo yang sakit. Bener gak??" kata Harsa, dengan tatapan yang begitu sulit di artikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Jodoh
FanfictionCaca gak berniat untuk jatuh hati sedalam ini kepada sahabatnya sendiri.