B A B 8

305 110 351
                                    

Vadim, Geffie, Ardan, Ikhsan, Aqila, Fida, Ainsley dan Tiara, sekarang sedang berada di luar rumah. Karena Vadim, Geffie, Ardan, Ikhsan, dan Aqilla akan pulang ke rumah mereka.

"Kakak hati-hati ya bawa mobilnya. Laju kendaraan tidak boleh terlalu cepat," ujar Ainsley kepada Vadim dan Ikhsan yang sudah mau pulang. Di balas anggukkan kepala oleh mereka berdua.

Ainsley mensejajarkan tingginya dengan Ardan. "Kakak pasti akan rindu sama Ardan nantinya. Kakak sayang sama kamu." Dengan erat Ainsley memeluk Ardan yang hanya diam saja dengan wajah tanpa ekspresinya.

"Kakak," panggil Ardan.

Ainsley melepaskan pelukan itu, dan menatap Ardan dengan bingung karena melihat ekspresi wajah darinya. "iya, kenapa?" tanya Ainsley.

"Aldan lasa akan ada sesuatu yang teljadi. Pelasaan Aldan enggak enak kak," lirih Ardan yang hanya dapat di dengar olehnya.

"Enggak sayang. Kamu tenang ya, itu hanya perasaan kamu saja. Jangan di pikirkan ya." Ardan hanya menganggukkan kepalanya, ucapan Ainsley tidak membuat dia tenang, justru ia semakin gelisah dan takut, namun ia berusaha untuk menyembunyikan di depan Ainsley.

"Kalian semua hati-hati ya," ucap Fida di saat Vadim, Geffie, Ardan, Ikhsan, dan Aqila mencium punggung tangannya.

"Iya mama," jawab Vadim, Geffie, ikhsan, dan Aqila. Sementara Ardan langsung ke mobil milik Vadim dan sudah duduk di samping kursi pengemudi. Anak yang biasanya ceria itu menjadi diam saja sedari tadi, ia masih memikirkan tentang firasatnya yang tidak enak.

Ardan sedikit mengeluarkan kepalanya dari jendela pintu mobil, matanya menelusuri semua keluarganya. Tatapannya berhenti di Ainsley yang sedang tersenyum. Entah kenapa ia merasa kakaknya itu akan kenapa-kenapa. Firasatnya sangat kuat akan itu.

Ardan kembali duduk menyandarkan tubuhnya di kursi mobil yang ia duduki, ia berusaha untuk tenang. Dan berdoa di dalam hatinya agar tidak ada kejadian buruk yang terjadi. "Kakak," gumam Ardan sambil memejamkan matanya.

Setelah berpamitan, mereka semua langsung menaiki mobil masing-masing, lalu mobil keluar dari rumah setelah gerbang di buka oleh satpam.

Ardan kembali membuka matanya dan menatap Ainsley yang sedang melambaikan tangannya dari jendela mobil yang sudah di tutup. Lalu, ia kembali menatap ke arah depan.

Ardan tetap diam sampai mobil milik Vadim telah tiba di rumah mereka. Ia juga langsung masuk ke dalam rumah setelah pintu dibuka oleh Geffie.

"Ardan kenapa, mas?" tanya Geffie sambil berjalan beriringan dengan Vadim dengan tatapan ke arah Ardan yang menaiki tangga menuju ke kamarnya dengan pelan.

"Aku juga enggak tahu. Mungkin lagi capek. Biarkan saja dulu. Nanti kalau Ardan tetap begitu, kita akan tanyakan kepadanya langsung, tentang alasannya yang bertingkah seperti ini," jawab Vadim dengan tatapan lurus ke depan. Geffie hanya menganggukkan kepalanya saja, ia akan mengikuti ucapan suaminya.

Setelah semua orang pergi dengan kendaraan masing-masing, Fida, Ainsley, dan Tiara langsung berjalan masuk ke dalam rumah.

Fida langsung menuju ke kamarnya, sedangkan Ainsley dan Tiara menuju ke taman belakang. Mereka akan bermain ayunan. Dengan Tiara yang mendudukinya dan Ainsley yang mendorongnya dengan pelan.

Tidak ada topik pembicaraan di antara mereka. Ainsley tidak tahu ingin berbicara tentang hal apa dengan Tiara. Mungkin jika Ardan, ia bisa dengan mudah berbincang dengan keponakannya itu. Karena Ardan dapat mengerti akan apa yang ia ucapkan, sedangkan Tiara belum mengerti apapun.

"Tidul," celetuk Tiara dengan memejamkan mata.

Ainsley yang mendengarnya dengan cepat menggendong Tiara ke kamarnya. Tiara menyandarkan kepalanya di bahu Ainsley sambil memejamkan matanya, ia semakin merasa mengantuk karena Ainsley dengan lembut mengusap punggungnya.

PARALYSED [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang