B A B 9

332 114 380
                                    

Wanita paruh baya itu duduk di kursi tunggu yang berada di depan ruang operasi, lampu yang berada di atas pintu masih berwarna merah, dan jika berubah menjadi hijau maka berarti operasi telah selesai.

Ia telah menandatangani surat persetujuan untuk para tenaga medis melakukan tindakan operasi, dengan beralasan bahwa dia adalah bibi dari gadis itu.

Ia bersyukur karena mereka langsung setuju tanpa menanyakan apapun. Karena jika seperti itu, maka gadis yang ia tolong akan semakin memburuk kondisinya.

Ia juga sudah mengabari anaknya lewat telepon, dan menceritakan semua yang terjadi. Agar anaknya tidak merasa khawatir jika ia pulang larut malam nantinya.

Sopirnya hanya menunggu di mobil saja. Bajunya yang berlumur darah pun belum ia ganti. Karena, baginya itu tidak penting. Karena ia harus tahu tentang kondisi gadis yang ia tolong.

Gadis itu adalah Ainsley Annora Jagravi. Di saat Ainsley sudah tidak sadarkan diri dengan tubuh yang tergeletak di jalanan. Ia yang memang lewat dengan mobil yang dikendarai oleh sopirnya pun langsung menghampiri Ainsley. Dan membawanya masuk ke dalam mobil. Dengan di bantu oleh sopir, ia membaringkan tubuh Ainsley di kursi belakang.

Setelahnya ia ikut masuk yang diikuti oleh sopirnya. Mereka langsung melaju menuju ke rumah sakit terdekat, yaitu Rumah Sakit Medistra.

Ainsley baru saja memasuki ruang operasi, setelah beberapa menit di tangani oleh dua orang dokter dan beberapa perawat di dalam ruangan IGD.

Wanita paruh baya itu bernama Argani Saskia Utari. Atau biasa di panggil Utari. Utari adalah seorang desainer, dan juga ibu rumah tangga. Dan tentang anaknya, anaknya adalah laki-laki berumur 21 tahun, dan masih berkuliah.

Di saat pertama melihat Ainsley yang tidak sadarkan diri dengan tubuh berdarah-darah, ia baru saja pulang dari butiknya. Dan akan pulang ke rumahnya.

*****

Jam sudah menunjukkan pukul enam malam. Fida sedari tadi berjalan ke sana ke mari di ruang keluarga.

Ia sudah beberapa kali menelepon nomor Ainsley, namun operator yang menjawab dan mengatakan bahwa nomor Ainsley tidak aktif.

Fida merasa khawatir karena Ainsley tidak kunjung pulang, padahal pamitnya hanya untuk membeli roti di toko langganannya. Ia juga sudah menghubungi toko itu, namun mereka mengatakan bahwa Ainsley tidak ke sana, hal itu membuat ia semakin merasa khawatir.

Sudah berulang kali Fida mencoba untuk tenang. Tetapi tidak bisa. Ia juga sudah menyuruh seluruh bodyguardnya untuk mencari keberadaan Ainsley, dan akan menghubunginya jika mereka sudah menemukan Ainsley.

Bukan hanya dirinya yang khawatir, para asisten rumah tangga, satpam, dan sopir juga ikut khawatir akan Ainsley yang belum juga pulang.

Biasanya jika gadis itu akan pulang terlambat, Ainsley pasti akan menelepon dirinya, dan mengatakan alasan dari terlambat pulangnya. Namun, kali ini tidak.

Fida lalu duduk di sofa single, lalu memegang kepalanya yang terasa pusing.

"Kamu ke mana nak? Mama khawatir sama kamu. Perasaan mana enggak enak sayang. Ya Allah, di manapun Ainsley berada tolong lindungi anakku Ya Allah," batin Fida sambil memejamkan matanya.

Para asisten rumah tangga, satpam, dan sopir juga hanya bisa diam saja dan menunggu kabar dari para bodyguard yang sedang mencari Ainsley.  Mereka juga sama khawatirnya, mereka hanya bisa berdoa agar Ainsley baik-baik saja di luar sana.

Tiba-tiba dering telepon dari ponsel milik Fida terdengar, dengan cepat ia menjawabnya. Itu adalah telepon dari Azi atau Arfa, bodyguard.

"Saya menemukan keberadaan nona, Bu Fida. Saya mendapatkan lokasinya, lewat kalung yang pernah saya kasih kepada nona. Itu adalah kalung yang memiliki alat pelacaknya. Nona sekarang sedang berada di rumah sakit Medistra." Fida langsung mematikan sambungan teleponnya.

PARALYSED [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang