Ainsley duduk di kursi roda dengan dibantu oleh seorang perawat. Pagi ini ia ingin berjalan-jalan, dan menghirup udara segar di sekitar taman, dengan ditemani oleh perawat. Dan, sekarang menunjukkan pukul delapan pagi.
Kursi roda mulai berjalan dengan pelan, Ainsley tersenyum kepada setiap orang terutama orang tua yang ia lewati ketika berjalan menuju lift untuk ke taman yang berada di lantai paling bawah, yaitu lantai satu.
"Terima kasih kak. Kakak bisa pergi dan tinggalkan aku di sini. Kakak bisa kembali dalam waktu setengah jam dari sekarang. Aku ingin sendirian di sini," ujar Ainsley dengan tersenyum lembut ke arah perawat yang ia panggil kakak itu.
"Apa tidak apa-apa? Kenapa tidak ditemani saja, hm?" tanya perawat.
"Tidak apa-apa kak. Kakak tidak perlu khawatir. Aku hanya berjalan di sekitar sini. Dan sedang ingin sendiri saja, jadi kakak bisa meninggalkan aku di sini, dan kembali setelah setengah jam kemudian," jawab Ainsley lembut dengan tersenyum dan menggenggam tangan perawat yang sedang berjongkok di depannya.
Perawat itupun berdiri tegak. "Baiklah kakak pergi dulu, ya. Nanti kakak akan kembali lagi," ujar perawat itu, yang hanya dibalas dengan anggukan kepala serta senyuman manis dari Ainsley.
Walaupun berat, perawat itupun pergi meninggalkan area taman. Dengan sesekali menengok ke belakang.
Ainsley menggerakkan roda dari kursi rodanya dengan kedua tangannya, membuat kursi itu berjalan dengan pelan.
Pandangannya menelusuri sekitar taman. Ada beberapa pasien yang juga berada di taman, dan mungkin juga sama seperti dirinya, yaitu untuk mencari udara segar. Matanya terhenti pada sosok anak kecil laki-laki yang mungkin berumur sepuluh tahun, sedang duduk di kursi roda, dan tersenyum tipis dengan pandangan ke depan.
Ainsley terus memperhatikan gerak-gerik anak itu. Sampai anak itu seolah menyadari ada yang memperhatikan dirinya, membuat ia menoleh ke arah Ainsley dengan masih tersenyum tipis. Ainsley membalas senyuman itu dengan senyuman manisnya.
Ainsley berjalan mendekati anak itu. Tatapan mata anak laki-laki itu tetap ke arah Ainsley mengikuti pergerakannya.
"Halo," ujar Ainsley dengan tersenyum manis.
Bukannya menjawab sapaannya, anak laki-laki itu malah tetap tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya ke depan.
"Kamu sudah lama jadi pasien di sini?" tanya Ainsley mencoba untuk mencari topik pembicaraan.
"Ya. Aku sudah sekitar dua bulan di sini, dan tidak ada hasil apapun," jawab anak itu.
Jika diperhatikan baik-baik, rambut dari anak laki-laki itu terlihat sangat tipis, kulit kepalanya sudah terlihat.
"Maksud kamu apa?" tanya Ainsley dengan mengerutkan kedua keningnya, merasa bingung atas apa yang diucapkan oleh anak yang berada di sampingnya ini.
"Aku sudah dua bulan di sini. Karena aku mengidap penyakit kanker otak ganas, dan juga aku lumpuh untuk selamanya. Sudah segala cara aku lakukan untuk sembuh dan bebas dari penyakit ini, kak. Kanker ini sudah menyebar ke bagian tubuhku yang lain. Dokter juga bilang walau sudah di angkat, belum pasti kanker ini tidak akan timbul kembali. Jadi, hanya percuma semua apa yang aku lakukan selama ini. Aku memiliki orang tua, namun seakan-akan aku tidak memiliki orang tua. Mereka hanya memberikan aku uang, uang, dan uang. Karena mereka berpikir, segalanya dapat diatasi dengan uang. Bahkan di saat seperti ini, mereka tidak menemaniku dan memberikan aku semangat. Jadi, aku menganggap bahwa aku hanya sendiri di dunia yang besar ini," jawabnya dengan mengubah ekspresinya. Yang tadinya tersenyum, kini sudah tidak ada lagi ekspresi apapun, hanya wajah datarnya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARALYSED [END]
Dla nastolatkówKecelakaan yang terjadi karena rasa benci yang tertanam dalam hati dan pikiran membuat nyawa seorang gadis berada antara hidup dan mati. Ketika telah bangun dari tidur panjangnya, sebuah kenyataan pahit pun ia dapatkan. ••• Mulai : 14 Juli 2021 ...