Part 12 Keberanian Renata

253 26 0
                                    

    Mobil taksi berwarna biru masuk ke dalam perkarangan rumah Arjuna Adi Candra, berhenti tepat di depan air mancur. Seseorang memebuka pintu dan tampaklah Renata yang menggendong Andreas yang tengah terlelap tidur. Renata menutup pintu taksi dan segera mengendong Andreas masuk ke dalam rumah.

    Andreas tampak terbangun, namun bukannya turun dari gendongan Renata, Andreas malah memluk leher Renata dengan erat sambil tersenyum, meski sudut bibirnya terluka dan sudah di perban.

    “Ya ampun, tuan muda. Mbak Rena, apa yang terjadi dengan tuan muda?”

    “Dia berantem bi, sama kakak kelas.”

    “Ya ampun, tuan muda. Mbak, sepertinya tuan muda demam,” ucap bi Linda sambil menyentuh dahi andreas.

    “Yang bener bi?”

    “Turunkan saja mbak, biar saya beri obat penurun panas dulu.”

    “Enggak!” teriak Andreas saat Renata ingin menurunkan Andreas di sofa tamu.

    Di saat Renata sedang menghela nafas karena lelah menggendong Andreas, tiba-tiba pintu utama terbuka dan nampaklah Arjuna bersama Anes yang berjalan masuk dengan wajah datar. Renata sedikit mengigit bibir bawahnya karena takut jika Arjuna dan Anes memarahinya atas kondisi Andreas sekarang.

    “Rena, kamu sudah pulang?” tanya Anes dengan senyum, sedang Renata hanya tersenyum simpul.

    “Kenapa dengan Andreas?” tanya Arjuna saat melihat wajah Andreas yang bersandar di bahunya.

    “Andreas! Rena, ada apa dengan Andreas? Kenapa dia bisa luka-luka seperti ini?” tanya Anes dengan panik.

    “Em, Andreas berentem bu, sama kakak kelasnya,” ucap Renata dengan gugup.

    “Apa? Berani-beraninya anak itu. Kak, cepat panggil kepala sekolah Andreas dan lakukan pertemuan dengan wali murid yang sudah mem-bully Andreas,” ucap Anes pada Arjuna.

    “Dia laki-laki, sesekali dia harus merasakan pukulan dan luka. Suapa dia tidak manja,” ucap Arjuna yang kemudian berjalan pergi dengan wajah datar.

    “Psycho!” gumam Renata.

    “Kak, Andreas terluka. Bisa nggak kamu sedikit saja khawatir sama dia!” teriak Anes.

    Renata memasang wajah marah dan berjalan mengikuti Arjuna yang ingin masuk ke dalam lift. Renata menarik lengan jas Arjuna dengan kuat, dan hal itu membuat Arjuna menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Renata dengan dingin.

    Renata menatap Arjuna dengan kesal lalu menark tas kerja Arjuna dan meletakkannya di lantai. Setelah itu, Renata mengganti alih gendongan Andreas kepada Arjuna, reflek Arjuna pun menerima Andreas dan menggendongnya. Andreas tampak kesakitan dan menangis.

    “Anak kamu demam. Sekali-kali lo jadi bapak, perhatiin anak lo. Kalo Andreas luka dan lewat, lo akan seribu kali lebih terluka daripada rasa sakit kehilangan istri lo!” ucap Renata dengan kesal.

    Arjuna tampak diam dengan wajah datar, namun matanya manajam, seakan-akan dia tidak terima dengan ucapan  Renata yang sudah menghinanya. Renata mengambil tas Arjuna dan mendorong Arjuna untuk masuk ke dalam lift, setelah itu menekan tombol empat, di mana lantai tersebut adalah lantai privasi milik Arjuna.

    Arjuna tampak tak berkata-kata dan diam setelah dia merasakan panas dari tubuh Andreas yang dia gendong. Andreas sejak tadi juga bergumam tidak jelas karena merasa kesakitan. Sesampainya di lantai empat, Renata segera membuka pintu kamar Arjuna.

    Arjuna pun segera membawa Andreas masuk dan meletakkan di atas kasurnya yang besar dan mewah. Renata pun segera mematikan Ac dan membuka tirai kamar Arjuna yang tidak pernah dia buka. Arjuna menatap Renata dengan dingin, dia benar-benar tidak senang ada perempuan yang masuk ke dalam kamarnya kecuali asisten dan Anes.

    Di saat Arjuna dan Renata tengah bertengkar di lantai empat. Anes saat ini terlihat tengah tersenyum lebar setelah dia meihat adegan Renata yang berani mempermalukan Arjuna di depan asisten rumah tangganya.

    “Baru pertama kali ini, Arjuna kehilangan kata-kata dan, dia menuruti ucapan Renata,” ucap Renata pada bi Linda.

    “Maksudnya nyonya?”

    “Hem, sepertinya keluarga ini akan kembali ceria. Bi, siapkan obat untuk Andreas,” ucap Anes yang kemudian berjalan menuju lift.

    Sesampainya di lantai empat, Anes segera menuju kamar Arjuna dan melihat Renata dan Arjuna tengah saling berhadapan dengan wajah kesal. Anes bersembunyi di balik pintu dan menguping.

    “Lo itu bokapnya, seharunya lo respect sama Andreas. Nggak datar kaya gini, lo punya hati nggak sih?” ucap Renata sambil menunjuk wajah Arjuna, namun arjuna segera menarik tangan Renata.

    “Mulai berani kamu sama saya? Saya bisa dengan mudah melenyapkan nyawa kamu,”

    “Haha, lucu! Lo pikir kedudukan lo setera dengan Tuhan, segala mau lenyapin gue. Oh, gue lupa, lo kan firaun!” teriak Renata dengan keras, dia benar-benar sudar overhead. Arjuna tampak marah dan langsung mengapit pipi Renata menggunakan satu tangannya.

    “Saya benci dengan sikap kamu! Saya benar-benar bertangan dingin, jika kamu masih berdiri di depan saya, kamu lenyap dari dunia ini,” ucap Arjuna dengan serius, bahkan matanya menajam. Renata berusaha melepas tangan Arjuna, namun Arjuna terus mencengkeram pipi Renata.

    “Pa, Andreas kedinginan,” ucap Andreas sambil merintih kesakitan, tapi matanya teteap terpejam.

    Arjuna melonggarkan tangannya dan menatap Andreas yang terbaring lemah di kasurnya. Renata segera membuka kancing baju Arjuna dengan berutal, Arjuna terkejut dan menampar Renata sampai terjatuh ke lantai. Anes segera masuk ke dalam kamar Arjuna dan meneriaki perbuatan Arjuna yang kasar.

    “Kak!” teriak Anes, sambil menatap Renata yang terduduk di lantai dengan darah di sudut bibirnya.

    “Berani-beraninya kamu menyentuh saya!” ucap Arjuna dengan keras, sampai-sampai Andreas menangis karena hal itu. Renata berdiri dari jatuhnya dan menatap Arjuna dengan mata yang berkaca-kaca.

    “Dengar tuan Arjuna Adi Candra. Dunia bisa anda kejar. Tapi anda tidak akan bisa menghidupkan manusia. Skin to skin terbuti cukup ampuh untuk menurunkan panas di banding obat. Berhenti jadi egois, dan perhatiin anak lo! Dia lebih menderita daripada lo! Gue keluar dari ARSeven dan rumah ini!” ucap Renata yang di akhiri teriakkan.

    Renata meneteskan air mata lalu berjalan keluar sambil mengusap sudut bibirnya, sedangkan Andreas kembali menangis sambil merentangkan tangan kanan ke arah pintu di mana Renata pergi.

    Anes segera mendekati Andreas dan menenangkannya, sedangkan tidak lama kemudian bi Linda datang dengan nampan berisi obat dan minuman. Anes segera memberi sirup penurun demam itu pada Andreas, namun Andreas tetap menanggis sambil memanggil Renata. Arjuna menghela nafas dan menatap Andreas yang tampak menyedihkan.

    “Kejar Rena,” ucap Anes dengan dingin.

    “Untuk apa?”

    “Untuk Andreas, darah daging kamu.”

    Arjuna kembali menatap Andreas yang menangis, dan entah kenapa hatinya ikut teriris melihatnya. Arjuna mengambil jasnya dan segera keluar dari kamarnya. Arjuna segera berjalan menuju mobil dan masuk ke dalamnya.

    Dia menyalakan mesin lalu keluar dari pintu gerbang. Renata baru saja pergi, kemunginan Arjuna akan menemukannya di pinggir jalan. Arjuna tampak memasang wajah datar, namun matanya mencari ke mana-mana.

    Sudah cukup jauh dia pergi, tapi, dia tidak melihat Renata di pinggir jalan. apa mungkin Renata naik taksi? Tapi Arjuna yakin, Renata pergi tanpa membawa tas.

    “Hah!” Arjuna memukul setir karena kesal.

📖📖📖
Welcome to the world of It's Not FINE!
The sixth story by senjasaturnus

Jangan lupa VOTE FOLLOW SHARE AND COMMEN

It's Not FINE! [Completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang