ABOUT A BOY

9 1 0
                                    

BHRIAN SULAIMAN. Kebalikan dari Mattea, Bhrian berasal dari divorced family. Orang tuanya bercerai ketika ia masih SD, ketika Bhrian berumur 9 tahun (alasan klise, mereka bilang sudah nggak ada kecocokan di antara mereka itupun setelah melewati fase panjang pertengkaran demi pertengkaran yang membuat Bhrian lebih sering ada di kamar Mattea dibanding di kamarnya sendiri). Bhrian bersama kakaknya - Naura - memilih tinggal dengan Papanya (dan sampai saat ini belum menikah lagi) di rumah Jakarta yang mereka tempati sekarang, sementara adik mereka - Cassandra - karena ia bungsu dan waktu itu masih TK, tinggal bersama Mamanya (Mamanya juga belum menikah lagi) di rumah Cibubur. Masa-masa sesudah perceraian orang tuanya adalah masa-masa paling berat bagi Bhrian, di masa-masa itu Mattea-lah yang selalu ada di samping Bhrian, Mattea-lah yang membuat kepercayaan Bhrian akan cinta nggak hilang, Mattea-lah yang membuat kepercayaan Bhrian pada orang lain nggak runtuh. Mattea rela berjam-jam menunggui Bhrian di kamarnya, diam nggak bicara sepatah katapun, atau memeluk Bhrian setiap kali air matanya nggak terbendung lagi. She saved his soul those days. Latar belakang keluarga dan kedekatannya dengan Mattea itulah yang membuat Bhrian akhirnya menganggap Ibu Mattea seperti Ibunya sendiri dan karena itu pula Bhrian juga menganggap Mattea sebagai adiknya. Bhrian pikir toh Mattea nggak punya kakak laki-laki, jadi nggak ada salahnya ia menganggap dirinya sebagai kakak Mattea, he's 4 months older than Mattea though (meskipun Mattea selalu protes setiap kali Bhrian memperlakukannya sebagai adik).

Sama seperti Mattea, Bhrian juga baru lulus setahun yang lalu dari jurusan Ilmu Komunikasi di universitas yang sama dengan Mattea. Tapi lagi-lagi sama seperti Mattea, hobinya lebih menarik daripada ilmu yang ia dapat dari kuliahnya. Bhrian lebih memilih untuk menekuni hobi fotografinya. Model pertamanya adalah Amabel - pacar Bhrian sewaktu SMU. Bhrian yang baru saja dibelikan kamera oleh Papanya dan sedang jatuh cinta setengah mati pada Amabel menghabiskan setiap kesempatan untuk memotret Amabel. Bhrian ingat betapa Mattea ngomel nggak berkesudahan setiap kali Bhrian sibuk mengedit foto-foto Amabel. Bhrian juga ingat Mattea berkali-kali bertanya seberapa besar cintanya pada Amabel, dan hanya dijawab Bhrian dengan melebarkan tangannya (yang dibalas dengan senyum masam Mattea). Amabel adalah cinta pertama Bhrian. Mereka pacaran selama 2 tahun sebelum Amabel memutuskan untuk nggak meneruskan hubungan mereka karena Ayah Amabel ditugaskan ke Jerman. Bagi Amabel saat itu, long distance relationship adalah hal yang nggak realistis. Amabel bilang kalau memang mereka berjodoh suatu ketika mereka pasti akan bertemu lagi. Seberapa pun besarnya keinginan Bhrian untuk mempertahankan Amabel, ia harus melepas Amabel pada hari Amabel pindah ke Jerman. Mungkin mereka memang nggak berjodoh, karena sampai hari ini Bhrian nggak pernah lagi melihat Amabel.

Untuk menyembuhkan patah hatinya, Bhrian mulai menekuni hobi fotografi. Modelnya adalah teman-temannya sendiri, yang menyebarkan dari mulut ke mulut tentang 'kehebatan' Bhrian sebagai fotografer - atau benar seperti kata Mattea - ditambahi 'bumbu' tentang ketampanan Bhrian (yang bisa membuat wajahmu memerah setiap kali menatapnya). Uang yang didapat
Bhrian sebagai fotografer freelance yang lumayan besar, membuat Bhrian
akhirnya lebih memilih pekerjaannya dengan bantuan Mattea sebagai 'asisten'nya (don't let Mattea read this, she will get mad. I'm not your assistant, she says). Jujur, Bhrian lebih senang Mattea menemaninya saat ia dapat job foto, karena dengan begitu ia dapat meminimalisasi kecentilan cewe-cewe yang jadi modelnya. Oh, right, tentu saja Bhrian sadar banget kalau he is a good looking guy. Tapi karena ia bukan tipe cowo yang suka ganti-ganti pacar (cara pandang Bhrian tentang cinta bahkan sedikit banyak berubah sejak perceraian orang tuanya, ia lebih - well, let's say - hati-hati kalau sudah menyangkut tentang cinta). Bhrian lebih sering merasa kurang nyaman ketika cewe-cewe yang jadi modelnya itu berusaha mendekatinya. Bhrian cuma berusaha nggak mencampuradukkan pekerjaan dengan kepentingan pribadi.

Foto & Mattea. Sebenarnya Bhrian ingin sekali memotret Mattea. Bhrian yakin ia bisa membuat Mattea kelihatan sangat cantik di foto. Mattea tentu saja hanya mencibir setiap kali Bhrian memintanya untuk menjadi modelnya. Mattea bilang it's just not her thing. Meskipun begitu, beberapa kali tanpa sepengetahuan Mattea, Bhrian berhasil secara diam-diam memotret Mattea, dan dengan sedikit diedit hasil foto Mattea memang mengejutkan, she really looks like a model. Bhrian menyimpan foto-foto Mattea itu di laptopnya dan nggak pernah memperlihatkannya pada Mattea (foto ini modal Bhrian kalau ia iseng meng set-up kencan untuk Mattea).

Yang membuat Bhrian heran, selain Adam, pacar Mattea semasa kuliah (itu pun hanya bertahan 4 bulan), Mattea belum pernah lagi pacaran dengan cowo lain (Look who's talking, Bhrian sendiri baru dua kali pacaran). Padahal Bhrian yakin, Mattea bisa mendapatkan cowo setampan apapun. Oh, OK, kecantikan Mattea lebih seperti harta karun terpendam, seperti mutiara yang belum jadi, mungkin memang nggak semua orang bisa melihat kecantikan Mattea yang sesungguhnya. Pernah beberapa kali Bhrian mencoba mengenalkan Mattea pada teman temannya (kan, Bhrian memang nggak sensitif), tapi bukannya berterima kasih, Mattea malah mengomeli Bhrian nggak karuan. Mattea bilang she's still capable to find a date on her own. Jadi untuk yang satu ini, Mattea minta Bhrian nggak ikut campur. Meskipun sebal akhirnya Bhrian menyerah, ia nggak lagi mencoba menjodohkan Mattea dengan cowo manapun. Sampai akhirnya timbul ide Bhrian kalau di umur 30-an tahun mereka sama-sama belum menikah, maka Bhrian akan menikahi Mattea. Ide yang disambut dengan tawa cekikikan Mattea (but still, cuma Mattea yang tahu betapa berdesirnya hatinya ketika Bhrian mengungkapkan ide iseng itu).

Mattea's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang