RUMOR HAS IT

4 1 0
                                    

Mattea berada di kamar Bhrian, memperhatikan Bhrian yang sedang mengutak-atik foto-foto liburan di Bali-nya di komputer. Kebanyakan foto Keira tentu saja. Keira di pantai, Keira sedang ditattoo, Keira sedang dikepang, Keira di bawah pancuran air (damn, she's sexy), Keira di Kuta Square, Keira di balkon hotel, Keira...Keira...Keira. Bah!

"Nggak ada obyek lain apa buat loe foto?" tanya Mattea sebal. Pertanyaan retoris sebetulnya. Nggak perlu dijawab. "Loe sekamar sama Keira di Bali?"

Bhrian hanya tertawa. "You know me better-lah, Matt."

"Yah, loe - Keira, berduaan doang, di Bali pula, anything could happen kan." Mattea masih menyelidik.

Dalam hati Bhrian mengakui, kalau malam itu, ketika ia dan Keira mengobrol di balkon kamarnya, ia nggak berusaha setengah mati untuk menahan hasratnya merengkuh Keira ke dalam pelukannya, menciuminya, atau bahkan lebih dari itu, pasti saat ini ia nggak akan bisa sambil tertawa menjawab pertanyaan penuh keingintahuan Mattea.

"Come on, Matt, you know me so well."

"Emang Keira nggak nawarin buat sekamar aja?" Mattea masih ingin tahu.

Bhrian mengingat-ingat. "Nggak sih...ih, loe kayak wartawan gosip deh." Bhrian mengacak rambut Mattea.

"Did you kiss her?" desak Mattea penasaran.

"Matt! Nggak sopan nanya-nanya kencan orang." Canda Bhrian.

Kencan? Jadi Bhrian menganggap liburannya dengan Keira kemarin sebagai kencan?

"Did you?"

"Nyaris. Puas???" Bhrian jengah, Mattea tersentak.

"Do you feel butterfly in your stomach everytime you're around her?" Nekat Mattea mencecar Bhrian dengan berbagai pertanyaan.

"Matt! Loe kenapa sih?"

"Aduh, jawab aja deh. Loe biasanya juga curhat ke gue."

Bhrian menatap Mattea, berpikir sebentar. "Hhmm...gitu deh..." Nggak sepenuhnya jujur.

"Do you love her?" Mattea menahan napas menunggu jawaban Bhrian.

Bhrian tertawa, tapi karena ekspresi wajah Mattea begitu serius, dijawabnya juga pertanyaan Mattea. "Love is a strong word, Matt, you know that. Gue cuma ngerasa ada chemistry yang kuat antara gue sama Keira aja."

"Gitu ya?" Mattea tertunduk nggak bersemangat.

"Cuma gue nggak tahu apa...ada sesuatu tentang Rara yang bikin gue sama dia kayak masih ada jarak," sambung Bhrian.

"Oh...really?" Mau gue cari tahu apa? lanjut Mattea dalam hati, cuma dalam hati.

"Eh, astaga, gue kan belum ngasih oleh-oleh buat loe." Bhrian teringat kalung yang ia beli untuk Mattea, sekaligus ingin mengalihkan cecaran pertanyaan Mattea tentang perasaannya pada Keira.

"Close your eyes..." pinta Bhrian pada Mattea.

"Apaan sih loe." Mattea salah tingkah.

"Just close your eyes." Bhrian memaksa. "Kalau nggak, gue nggak mau kasih oleh-olehnya."

Mattea akhirnya menutup mata. la berharap Bhrian nggak mendengar debar jantungnya saat itu, apalagi saat dirasakannya tubuh Bhrian mendekat dan wajahnya menyentuh wajah Mattea. Mattea bahkan bisa mendengar bunyi napas Bhrian.

"Nah, sekarang buka mata loe."

Mattea membuka matanya, melihat Bhrian dengan tatapan bertanya, tapi kemudian ia merasa ada sesuatu di lehernya. Mattea menunduk dan melihat kalung perak berliontin mutiara mungil berbentuk seperti tetesan air yang dipakaikan Bhrian padanya. Beberapa saat Mattea nggak bereaksi.

Mattea's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang