1

695 41 5
                                    



Surat 1

Jakarta, 30 Agustus 2022

Hai Akira.

Hari ini kamu bertolak dari tanah di ujung timur Indonesia menuju kota kembang di barat Pulau Jawa. Maaf karena sebelum membiarkan kamu beristirahat aku telah membuatmu kian suntuk dengan permintaanku yang agak rumit.

Aku telah tak acuh dengan rasa lelahmu yang baru sampai dari penerbangan panjang. Kamu  pasti marah karena hal ini. Aku tidak masalah dengan amarahmu itu. Mungkin memang sebaiknya kamu marah.

Sepanjang perjalanan yang tengah kamu lakukan dari tanah di ujung timur Indonesia, di sini aku sibuk memikirkan apa yang seharusnya aku lakukan saat hari yang paling berat datang. Hari di mana aku harus melepasmu dengan orang lain. 

Kita telah melewati percakapan panjang tentang kekecewaanmu karena aku yang tak bisa menjadi tempat tujuan akhirmu dan juga tentang kamu yang pada akhirnya menjadikan orang lain tempat tujuan akhirmu dengan ikatan pernikahan.

Beberapa hari lalu kamu bertolak dari kota kembang ke tanah di ujung timur Indonesia untuk suatu pekerjaan tanpa mengabariku. Itu salahku yang tak menghubungimu lebih dari seminggu. Kemudian di hari itu, saat kamu telah sampai di tanah Papua, kamu bertanya tentang apa arti kamu untukku.

Aku ini seonggong daging yang bodoh nan pengecut. Meskipun aku tau apa arti kamu dalam hidupku, aku tetap tak bisa mengatakan yang sebenarnya dan jawaban yang aku berikan telah membuatmu kecewa karena nyatanya aku bukan seseorang yang bisa kamu jadikan tujuan akhir.

"Je t'aime," kataku kemarin malam dan hal itu mengakhiri semua perasaan gundah karena terus menahan diri dan berpura-pura tidak peka.

"Je t'aime," kataku kemarin malam berharap itu akan mengurangi rasa kecewamu. Namun aku tau itu tak berarti apa-apa karena pada akhirnya aku hanya membual tanpa berani mengambil keputusan untuk kita benar-benar bersama.

"Je t'aime," kataku kemarin malam berharap itu bisa membekas dalam benakmu sebelum kamu memegang pria itu dalam biduk pernikahan yang kurang lebih 55 hari lagi akan terlaksana.

"Je t'aime," kataku kemarin malam sambil menahan sesak di dada karena mulai menghitung hari kematian hati yang dimiliki pengecut ini.

"Je t'aime," kataku kemarin malam dan akhirnya pagi ini kita baik-baik saja. Aku bertekad dalam hati untuk tidak menghilang lagi sampai 45 hari ke depan, sekedar memastikan kamu akan bersama pria itu di hari H nanti.

Kemudian kamu bilang akan kembali ke kota kembang hari ini dan percakapan kita terhenti.

Saat kamu di perjalanan langit nusantara menuju Bandung, diam-diam aku menghubungi saudarimu yang ada di kota kembang. Aku bertanya tentang tanggal pasti pernikahanmu dan kini aku tau, aku memiliki lebih dari 45 hari sebelum benar-benar melepasmu.

Namun, kegundahan di hati saudarimu tidak bisa aku biarkan karena itu juga menyangkut hidupmu dan itu membuatku memintamu agar kita memulai lagi dari awal sebagai teman baik, bukan dua manusia yang pernah jatuh hati lewat bayangan semu.

Tetapi sepertinya kamu marah. Maka marahlah, kelak itu akan membukakan satu pintu surga untukmu karena telah menghukum pengecut yang tak tau diri ini dengan amarahmu.

Tetapi Akira... setelah lelahmu reda dan amarahmu meredam, aku harap kamu memikirkan apa yang kuminta malam ini. Aku bertekad untuk tidak menghilang seperti sebelumnya, aku hanya mengajakmu memulai lagi dari awal. Aku ingin menyimpanmu sebagai kekasih di hati ini, namun mari kita mulai sebagai teman baik di hadapan dunia.

Keputusan ini seperti sebuah pisau yang mengoyak perasaanku, namun dengan begini aku masih tetap bisa bicara denganmu kendati sebuah hubungan baru akan kamu jalankan bersama pria itu.

"Aku lagi cape banget," begitu katamu menutup percakapan kita malam ini dan aku mundur dari percakapan karena mengerti kamu lelah setelah perjalanan jauh.

Akira... Kamu adalah kekasih pertama dalam hidupku. Satu-satunya manusia yang telah mengubahku dari manusia yang keras dan melupakan cinta menjadi manusia yang telah tersentuh hatinya. Setelah malam ini, aku harap lelahmu mereda beserta amarahmu.

Pria yang malam ini menjemputmu dari bandara menuju kota kembang, aku yakin pria itu akan menjagamu lebih baik daripada pengecut ini yang bahkan belum berani menemuimu.

"Bonne nuit, Akira. Je t'aime," begitu ucapku menutup percakapan kita dan kamu tidak menyahut.

Je t'aime, kalimat dari bahasa Perancis itu masih kurapalkan dalam hati dan kuucapkan malam ini.

Je t'aime, kalimat dari bahasa Perancis itu menggambarkan bagaimana pengecut ini masih menganggapmu kekasih.

Semoga kamu selalu dalam berkat Tuhan. Semoga malammu selalu dalam naungan Tuhan. 


Kirana


You're My AxisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang