Setelah membaca pesan yang bernada perintah tersebut, Afarani mendesak Mamanya untuk segera menyelesaikan pembelian kacamata.
Siapa lagi yang mau mengganggunya bahkan di luar lingkungan sekolah kalau bukan Nadeya.
Afarani memakai kacamatanya, mengenakan topi hoodienya dan segera berlari mencari taksi untuk pergi ke tempat Nadeya, dia lupa, harus ada yang dia kerjakan dengan ratu sekolah itu.
"Afa kemana?" Farah meneriaki anaknya yang sudah berlari keluar optik.
"Ada kerja kelompok Ma, " Afarani terpaksa berbohong, dia tidak ingin Mamanya ikut campur masalahnya dengan Nadeya.
Afarani segera berlari ke lantai dua cafe yang telah ditentukan Nadeya, dia sepenuhnya tidak berbohong, dia memang ingin kerja kelompok, entah nasib sial apa yang diterimanya sampai dia sekelompok dengan Nadeya.
"Datang juga lo cupu, " Nadeya duduk berlipat kali, bersama teman-temannya.
Afarani mengatur napasnya yang ngos-ngosan karena berlari dari lantai satu.
Afarani memperbaiki kacamatanya, mengeratkan hoodienya. Mencoba menenangkan diri sendiri. Kali ini apalagi?
Afarani melangkah mendekati Nadeya.
"Eitss... Jangan deket-deket lo, " Nadeya menghentikan langkah Afarani, mengarahkan jari telunjuknya.
"Jangan berpikir lo bisa duduk sama kita, euyy... liat penampilan lo, kusam, kudet, ngerusak citra kita. "
Afarani menundukan kepala, menilai penampilannya. Apakah seburuk itu?
"Iya ihh... bisa-bisanya ya, kita sekelompok sama si cupu aneh gini, lo sih Deya, ngapain sih ngajak dia kesini juga? "
Nadeya menguap bosan, "gue kan nyuruh dia kesini buat ngerjain semuanya, emang lo mau bikin tugas ini? "
Sabila, teman Nadeya itu menggeleng keras, "para followers gue udah nunggu gue mau live, buang-buang waktu aja ngerjain tugas gituan. "
"Nah, makanya gue nyuruh si cupu ini kesini, " Nadeya mengeluarkan buku dari tasnya.
"Nih ambil, " Nadeya melemparkan buku ke arah Afarani.
Buku itu mendarat tiga langkah di depan Afarani.
"Lo sih tadi siang main cabut aja, jadi gue kan yang harus ngambil bukunya, mana berat lagi, tulang gue yang lemah lembut ini jadi remuk tau gak. " Nadeya memijit kecil bahunya, seolah buku yang tebalnya kurang dari lima centi itu membuat bahunya hancur.
Afarani mengambil buku itu dan berbalik ingin pergi.
"Eh main pergi aja lo, gue belum selesai ngomong. "
"Laporan pribadi kita bertiga jangan sampai lupa, "
"Sama PR matematika gue, sore ini harus selesai, lo antar kesini. "
Afarani menghembuskan napas lelah.
"Woy lo denger Deya ngomong gak sih? "
Afarani mengangguk.
"Selain rabun, si cupu udah mulai bisu deh, " Naomi teman Nadeya yang satunya ikut bicara.
"Iya kali, efek gak ada yang ngajak dia ngomong, jadi bisu beneran. "
Afarani hanya diam, menundukan kepala, memeluk buku yang tadi dilempar Nadeya.
"Ngapain lagi lo disini? Pergi sana, nanti followers gue liat lagi lo disini, bisa hancur reputasi gue ntar. " Nadeya mengusir Afarani.
KAMU SEDANG MEMBACA
PEDIH
Teen FictionAfarani, gadis culun berkacamata. Pendiam karena memang tidak ada yang ingin berbicara dengannya. Cerdas, karena memang itu satu-satunya yang bisa dibanggakan darinya. Afarani selalu memakai hoodie ke sekolah, dia tidak ingin terlihat oleh siapapun...