"Lo sengaja kan datang telat, biar gue sama teman-teman gue dihukum? " Nadeya tanpa kasihan mendorong Afarani ke dinding toilet.
Punggung dan kepala Afarani terbentur keras, "g-gak kok, aku kesiangan, ma-maaf, " Afarani merintih menahan sakit.
"Kan kemarin kita udah bilang, kerjain cepet dan langsung antar, lo goblok atau sengaja sih! " Sabila ikut mendorong Afarani.
Afarani menundukan kepala, baru saja dia menyelesaikan hukuman hormat ke tiang bendera selama tiga jam, dia langsung ditarik oleh Nadeya dan teman-temannya ke toilet ini.
Kepalanya berdenyut sakit karena berjemur di bawah terik matahari tanpa sarapan, ditambah benturan akibat dorongan dari Nadeya dan Sabila, kepalanya bertambah sakit.
"Kita apain si cupu ini Deya? " Kaila, teman Nadeya yang satunya melipat tangan di dada dan memandang rendah Afarani.
Nadeya melihat Afarani dari atas ke bawah, seringai kejam muncul di bibir Nadeya.
"Kita tunggu aja nanti pas pulang sekolah. "
Nadeya dan teman-temannya keluar dari toilet, meninggalkan Afarani sendiri.
Afarani jatuh terduduk, sebagian wajahnya tertutup dengan rambut panjangnya.
"Aku capek. "
***
Afarani berjalan dengan lesu ke arah kelasnya, perutnya lapar sekali, dia ingin pergi ke kantin dan mengisi sedikit perutnya, tapi sekarang masih jam istirahat pertama, kantin masih sangat ramai dan dia tidak suka dengan keramaian.
Afarani meletakan tasnya di atas meja, menjadikannya bantal. Kelasnya sekarang sedang kosong, karena semua penghuninya sedang mengistirahatkan diri ke berbagai tempat, termasuk kantin.
Afarani menghela napas lelah, kacamatanya jadi berembun karena terlalu banyak menghembuskan napas, harusnya sekarang dia sedang makan siang di belakang sekolah, menikmati kesendirian yang menyenangkan, tapi karena telat bangun, Afarani jadi tidak sempat memasak, apalagi Mamanya yang sok sibuk itu, tidak pernah memasak, kalau sama Mamanya pasti akan berurusan sama makanan cepat saji yang kurang sehat.
"Eh Afa, lo baru masuk? Dari tadi pagi kemana aja?" Kaivan masuk bersama salah seorang siswi.
Melihat ada orang lain, Afarani mengeratkan hoodienya, "dihukum."
Kaivan mendekati Afarani, "lo telat? Kok bisa? Anak teladan kayak lo, gak percaya gue..." Kaivan menatap Afarani tidak percaya.
Afarani hanya mengangkat bahu, dia masih malas berbicara dengan Kaivan karena omongannya sore kemarin, ditambah sekarang dia sedang capek dan lapar.
"Kai lo kenal sama dia? Perasaan kemarin-kemarin lo biasa aja deh sama dia, sekarang kok kayak akrab gitu," Lolita, siswi yang datang bersama Kaivan menatap Kaivan heran, pasalnya selama enam bulan bersekolah disini tidak ada seorangpun siswa yang mau berbicara dengan Afarani, selain karena Afarani sangat dibenci oleh Nadeya, Afarani memang sangat tertutup dan terlihat tidak mau berteman dengan siapapun.
"Ya kenal lah," Kaivan mengambil asal salah satu kursi dan menariknya ke samping Afarani, "dia kan teman sekelas kita."
"Lo gak takut ikut dibully sama Nadeya Kai?"
"Urusannya sama dia apa coba? Kan yang main sama Afarani gue, ada masalahnya buat dia? Ada ruginya buat dia kalau gue berteman sama Afarani? Gak kan," Kaivan menjawab ketus.
"Ya, gak gitu Kai, kan lo tau Nadeya itu siapa, dia ibarat ratu besar di sekolah ini."
"Itu karena Bapaknya anggota dewan aja, makanya semua orang takut sama dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
PEDIH
Teen FictionAfarani, gadis culun berkacamata. Pendiam karena memang tidak ada yang ingin berbicara dengannya. Cerdas, karena memang itu satu-satunya yang bisa dibanggakan darinya. Afarani selalu memakai hoodie ke sekolah, dia tidak ingin terlihat oleh siapapun...