Afarani berjalan menuju ruangan guru, hari ini adalah hari pertama Afarani untuk mulai membimbing Arkatama belajar, jadi dia harus mengambil soal dan materinya ke ruangan guru.
"Apa gak keterlaluan ya, hukumannya ngerjain soal olimpiade matematika, selama sebulan lagi," Afarani sedikit bergumam, mempertimbangkan hukuman yang diberikan kepada Arka.
Afarani terus berjalan sambil memikirkan hukuman yang akan diterima Arka, "padahal kan kemarin kami sudah dihukum hormat selama tiga jam."
Afarani bukannya terlalu peduli pada Arka, tapi Arka sudah beberapa kali membantunya, padahal dia juga terlambat bersama Arka, tapi kenapa hanya Arka yang mendapat hukuman tambahan.
"Ini merupakan soal olimpiade selama lima tahun terakhir, mulai dari olimpiade tingkat kabupaten sampai tingkat nasional," Buk Marni menyerahkan buku bersampul biru yang cukup tebal kepada Afarani.
Afarani menelad ludah saat menerimanya.
"Saya yakin kamu bisa Afarani, kemampuan kamu diatas rata-rata teman satu angkatan kamu, padahal usia kamu satu tahun lebih muda, seharusnya kamu sekarang masih duduk di bangku SMP."
Afarani mengerjapkan matanya, Buk Marni benar, seharusnya Afarani sekarang masih duduk di bangku SMP, tapi karena otak cerdasnya, Afarani hanya menghabiskan waktu selama lima tahun di Sekolah Dasar, usia Afarani satu tahun lebih muda dari Nadeya, tapi sekarang dia jadi satu angkatan dengan Nadeya, satu kelas pula.
"Jika kamu berhasil membiming Arka selama satu bulan ini, saya akan mempertimbangkan kamu untuk jadi perwakilan sekolah kita di cabang olimpiade matematika semester depan."
Mata Afarani berbinar mendengar pernyataan dari Buk Marni, "beneran buk?"
Buk Marni mengangguk, "kamu bimbing Arka dengan sungguh-sungguh, mana tau nanti dia bisa jadi partner kamu di olimpiade, walau kemungkinannya kecil."
Afarani memperbaiki kacamatanya, dia memeluk erat buku di tangannya, sudah lama dia tidak bersemangat seperti ini. Bisa masuk ke sekolah ini saja merupakan suatu pencapaian luar biasa, walau sedikit banyak pengaruh Arya, Papanya juga ikut membantu Afarani untuk bisa masuk ke sekolah ini.
"Saya akan berusaha semaksimal mungkin Buk," Afarani mengangguk mantap.
***
Afarani memperhatikan siswa yang berlalu lalang di depan kelasnya, topi hoodienya tidak pernah lepas dari kepalanya, bahkan terpasang lebih erat, tangannya memeluk buku yang tadi diberikan Buk Marni, bersama satu buah buku tulis isi seratus dengan kotak pensil yang isinya lengkap.
Afarani mengutuk kebodohannya, saking semangat karena Buk Marni membahas tentang olimpiade, dia jadi lupa menanyakan lokal Arkatama, Afarani juga tidak punya nomornya, jadi dia tidak tau harus mencari Arkatama kemana. Mau bertanya, juga tidak tau bertanya kepada siapa.
Apa Arka juga sedang mencarinya? Mengingat mereka berdua sudah terikat dalam sebuah hukuman, atau bisa jadi Arka tipe siswa yang lari dari tanggung jawab, melihat tampilan Arka yang kurang rapi sebagai siswa, sepertinya opsi kedua lebih meyakinkan.
Bebagai spekulasi muncul di kepala Afarani.
Bruk...
Buku yang sedang dipeluk Afarani terjatuh saat ada seseorang yang mendorongnya.
"Upss... gue pikir gak ada orang,"
"Salah sendiri bengong di tengah jalan, kayak gak ada kerjaan aja,"
Afarani menunduk saat Nadeya dan teman-temannya datang dan mengganggunya.
"Dia manusia atau bukan sih gengss, diam aja dari tadi," Sabila melipat tangan di dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
PEDIH
Teen FictionAfarani, gadis culun berkacamata. Pendiam karena memang tidak ada yang ingin berbicara dengannya. Cerdas, karena memang itu satu-satunya yang bisa dibanggakan darinya. Afarani selalu memakai hoodie ke sekolah, dia tidak ingin terlihat oleh siapapun...