"Lo sejak kapan dekat sama preman sekolah itu?" Kaivan mendekati meja Afarani.
Bel masuk sudah lima belas menit yang lalu berbunyi, tapi guru belum juga masuk.
Afarani mengangkat kepalanya yang sedang menunduk membaca buku, "siapa?"
"Yang tadi nganterin lo sampai pintu kelas, si Arka."
Afarani nampak berpikir sejenak, mencari kalimat yang pas, "gak deket kok, kebetulan aja."
"Gak deket apaan, dia kan selama ini suka gangguin murid lain, belum pernah gue liat dia baik gitu sama murid lain."
"Jangan-jangan dia mau ngerjain lo lagi, tapi pura-pura baikin lo dulu, atau gak lo dijadiin bahan taruhan sama dia."
"Apaan sih lo Kai, korban wattpad banget lo nih," Lolita menoyor kepala Kaivan.
"Idihh lo kali yang baca wattpad, cuma jomblo akut gak waras kayak lo yang suka baca wattpad, haluin yang gak nyata, ihh ngeri," Kaivan bergedik ngeri.
Lolita memukul bahu Kaivan.
"Lo sebaiknya memang harus hati-hati sama dia Afa,"
Afarani menatap Lolita yang berdiri di depannya.
"Walaupun ayahnya itu anggota DPRD di daerah kita, tapi sikapnya gak mencerminkan itu, selama bersekolah disini citranya gak pernah baik, selalu nyari masalah dan gangguin murid lain, kita gak tau dia punya rencana buat lo, bisa jadi dia mau bully lo juga."
Afarani tersenyum tulus, "makasih ya udah kasih aku nasehat, aku bakal ingat."
***
Afarani menurunkan topi hoodienya sampai menutupi sebagian kacamatanya, dia ingin menyembunyikan diri, bahkan ingin menjadi tidak terlihat, setelah kejadian dibully Nadeya habis-habisan tadi siang, dimanapun dia menginjakan kaki di sekolah ini, orang-orang akan berbisik melihatnya, memandangnya rendah.
Afarani berjalan cepat menuju gerbang sekolah, dia ingin pergi dari tatapan orang-orang ini, padahalkan dia yang dibully, kenapa dia yang ditatap seperti itu.
"Mau kemana buru-buru amat."
Tubuh Afarani membeku mendengar suara orang yang setahun ini selalu dia hindari. Langkah kakinya yang akan masuk ke sebuah angkot jadi terhenti.
"Misi neng, jangan berhenti di depan pintu angkot, banyak yang mau naik juga," seorang ibu-ibu yang sedang membawa tas belanjaan mendorong Afarani.
Tubuh Afarani terdorong begitu saja, seperti tubuh yang kehilangan jiwa.
"Silahkan Buk, dia gak jadi naik angkot."
"Anak-anak zaman sekarang, pacaran gak kenal tempat ya."
Angkot yang tadi ingin dinaiki Afarani segera penuh sesak dan langsung tancap gas.
"Segitu kangennya lo sama gue sampai diam gak bisa gerak gitu?"
Afarani tersadar, mata dibalik kacamatanya memancarkan ketakutan, tubuhnya gemetar, "k-kak Zio?"
Zio menyeringai, dia sangat suka melihat reaksi Afarani, dia sangat suka melihat Afarani yang selalu gemetar ketakutan saat melihatnya.
"Surpriseee! Lo pasti kangen banget sama gue kan? Ayo sini peluk," Zio merentangkan kedua tangannya, bersiap memeluk Afarani.
Afarani menggeleng, jantungnya berdetak lebih cepat, dia ingin lari, tapi kakinya seperti tidak bisa menerima perintah otaknya, dia hanya bisa berdiri dengan tubuh gemetar.
Afarani semakin mengeratkan topi hoodienya.
"Ayo sini peluk, lo gak kangen gue? Gue jadi sedih ni," Zio mendekat beberapa langkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
PEDIH
Teen FictionAfarani, gadis culun berkacamata. Pendiam karena memang tidak ada yang ingin berbicara dengannya. Cerdas, karena memang itu satu-satunya yang bisa dibanggakan darinya. Afarani selalu memakai hoodie ke sekolah, dia tidak ingin terlihat oleh siapapun...