Chapter 10

15.7K 2.6K 145
                                    

Hayam berdiri kemudian membersihkan sisa pecahan beling yang masih tersisa di lantai. Tak ingin melukai Sachi lagi, ia memastikan tak ada satu pun serpihan tersisa. Ponselnya bergetar. Sesaat ia memejamkan matanya tak ingin mengangkat panggilan tersebut. Dibiarkan beberapa kali pun orang tersebut tetap terus menghubunginya sampai mau tidak mau Hayam harus mengangkatnya.

"Halo, ada apa, Ma?"

"Kata Irfan kamu sudah nggak di kantor. Makan malam yuk. Mumpung semuanya sudah kumpul kamu juga pulang ke rumah, ya? Sudah sebulan mama nggak ketemu."

"Hayam sepertinya nggak bisa, Ma."

"Kenapa? Mumpung Raden juga pulang, lho. Eh, ngomong-ngomong Aluna juga mau mampir ke rumah. Kamu nggak kangen?"

Aluna, ya? Hayam berpikir sejenak kemudian menyetujui permintaan mamanya. "Iya, aku pulang."

Setelah meletakkan kembali ponselnya pada saku celana, Hayam keluar dan tersenyum ke arah Sachi yang baru selesai menerima pembayaran dari seorang pelanggan. Ia meminta Sachi membungkus sebuah kue pelangi dari etalase. Juga memasukkan beberapa roti berukuran kecil untuk dimasukkan ke dalam kantong.

"Oh iya, Sachi. Ngomong-ngomong aku boleh minta kontakmu, enggak?" tanya Hayam sambil mengulurkan ponselnya.

"Buat apa, Kak?"

Hayam tertawa kecil. Betapa lucunya melihat wajah bingung Sachi. Perempuan itu masih sempat bertanya tentang alasan hal sekecil itu. Dinding penjagaan Sachi masih belum seutuhnya hancur. Hayam yang mengerti pun hanya tersenyum. "Tentu saja, teman memiliki kontak masing-masing untuk saling menghubungi."

Ragu-ragu Sachi menerimanya dan mengetik nomor ponselnya dan Hayam mengimpannya dengan nama 'Sachiandra'. Setelah membayar roti-rotinya Hayam izin untuk segera kembali.

Teringat sesuatu, pria itu kembali berbalik mendapati Sachi yang berdiri malu di balik meja kasirnya.

"Ada yang ketinggalan?" tanya Sachi.

"Um ... Sachi, suatu saat kalau kamu sudah punya waktu luang dan ingin bertemu lagi dengan Mbah Nun, kamu bisa hubungi aku," ujar Hayam mengharapkan hari ketika Sachi bertemu lagi dengan neneknya semakin dekat.

Sachi mengangguk tanpa menjawab. Hayam pun melambaikan tangannya dan pergi meninggalkan toko.

Mobil Hayam melaju jauh ke arah utara. Suasana perkotaan yang padat mulai melengang. Hingga melalui jalan lebih kecil sampailah Hayam di sebuah rumah besar berwarna putih. Sudah sebulan ia tidak pulang ke rumah orang tuanya. Sejak lulus SMA, Hayam lebih memilih untuk hidup sendiri walaupun dia sendiri kuliah di kota yang sama. Mobil hitamnya terparkir di samping mobil sedan berwarna putih.

Sepertinya bukan makan malam biasa, batin Hayam melihat banyaknya kendaraan lain yang terparkir. Antara hari ini adalah jadwal arisan mamanya atau mamanya tengah mengadakan pesta yang tidak penting lagi. Di depan rumahnya salah satu asisten rumah tangganya mempersilahkan Hayam untuk langsung ke halaman belakang.

Hayam berdiri melihat halaman belakang rumah orang tuanya yang telah disulap serba pink. Balon-balon pink hingga pita-pita bergantungan secara estetik tapi sayang Hayam tidak menyukai konsep yang mamanya pilih. Ia lebih memilih duduk di meja makan melihat sambil membuka ponselnya. Sesaat matanya berpapasan dengan seorang wanita yang lama tak ia temui. Dinding kaca yang memisahkan keduanya terasa hilang. Wanita itu melepaskan tangannya dari genggaman seorang pria dan berjalan tersenyum ke arahnya. Hayam pun membalas tersenyum dan ikut mendekat.

"Hai! Sudah sampai dari kapan?" tanya Hayam.

Wanita itu menerima uluran tangan Hayam dan memeluknya. Hayam pun mencium pipi wanita tersebut. "Sudah puas melarikan diri ke luar negeri?" tanya Hayam lagi membuat wanita itu terkekeh.

MAHAJANA (Spin Off MADA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang