Budayakan vote sebelum membaca, pls:))
Happy reading.
--
Flashback. -Satu tahun yang lalu-
Seorang gadis kecil kelas 10 SMA yang bisa diperkirakan berumur 16 tahun sedang duduk santai disebuah taman dekat apartmentnya.
Angin subuh kota London menerpa kulit halus gadis itu dan membat anak rambutnya berterbangan.
Drrt.. drrt..
Getaran handphone membuatnya kaget. Dan mencari benda kecil itu di dalam tas kecilnya.
My Brother's calling...
Melihat nama yang tertera pada layar hpnya membuat ia langsung menjawab telepon dari kakaknya.
"Halo kak." Sapa gadis itu.
"..."
"Kau jangan bercanda!" Gadis itu kaget mendengar ucapan kakaknya barusan.
"..."
"Baik. Saya akan kesana dengan penerbangan pertama."
Klik. Sambungan terputus.
Bianca bangkit dari duduknya dan menarik tas kecilnya. Ia berlari masuk ke lobby apartmentnya dengan air yang mengalir dipipinya.
"Halo, saya pesan satu tiket tujuan London-Australia. Atas nama Bianca Princess Albert. Saya membutuhkan penerbangan pertama hari ini. Terima kasih."
Bianca dengan kesetanan mengendarai mobilnya menuju bandara. Ia harus sampai tepat waktu sebelum semua terlambat. Ia takut. Khawatir.
Kabar buruk itu terus menghantui pikiran dan perasaannya. Bianca memarkir mobilnya dan menyerahkan kunci mobilnya ke petugas khusus.
Ia berlari menuju tempat check in tanpa menyeret koper. Ia memang tidak membawa pakaian. Ia bukan mau berjalan-jalan. Ia hanya ingin melihatnya.
Informasi waktu penerbangan London-Australia masih 30 menit lagi. "Uh, masih lama banget. Sebaiknya aku makan dulu." ucap Bianca seraya berjalan ke arah restaurant bandara.
Bianca saat ini memang di London. Sendirian. Ia ingin masuk ke sekolah impiannya sejak kecil. SMP di London. Di sekolah international. Tapi karena otak cerdas Bianca, ia mendapat beasiswa melanjutkan SMA kelas 10-nya di London.
Bryan? Bryan sekarang di Australia. Alasannya sama dengan Bianca. Dia juga sendiri disana. Sementara orangtua mereka sudah lama menetap di Negri Paman Sam, Amerika.
Bianca mendengar informasi kalau penerbangannya 10 menit lagi. Ia segera menghabiskan makanannya dan berlari menuju ruang tunggu.
"Ya Tuhan, aku takut kalau dia kenapa-napa. Apalagi sampe dia pergi. Jaga dia Ya Tuhan. Aku mohon." Bianca menangis sambil menaiki tangga masuk ke dalam pesawat.
Canberra, 10:52.
Bryan sudah menunggu adiknya lebih dari 4 jam. Sebenarnya ia tak mau memberitahukan kabar ini ke Bianca.
Bryan sedari tadi melirik jam tangan dipergelangan tangan kirinya sambil memperhatikan sekitar. Sampai dia melihat sosok yang dicarinya.
"Bianca. I am here!" Teriak Bryan sambil mengangkat tangan kanannya. Agar Bianca langsung mengetahui keberadaannya ditengah keramaian ini.
Bianca yang sadar ada yang manggil namanya langusung mendongak melihat sebuah tangan terangkat ke atas.
"Bryan." Gumam Bianca.
Bianca langsung berlari ke arah Bryan yang sudah merentangkan kedua tangannya langsung menghambur ke pelukan kakaknya. Bianca terisak. Menangis.
Bryan yang sadar kalau adiknya menangis, langsung menenangkanya. "Sst. Sudah. Berdoa saja semoga dia gak apa-apa. Positive thinking. Ada dokter yang menanganinya saat ini. Ayo kita kesana."
Saat ini Bianca dan Bryan menatap gedung dihadapannya. Bianca dan Bryan berlari menuju sebuah ruangan. Bianca yang melihat dia terbaring lemah dan ditangani oleh dokter langsung berlari memeluknya.
"Hey manis. Aku disini. Disampingmu. Ayo buka matanya. Bangun dong, manis. Jangan bikin aku khawatir gini. Kenapa kau bisa kayak gini sih? Apakah Bryan menyakitimu? Ayo katakan. Bangunlah koalaku.. binatang kesayangan Bianca. Ayo bangun." Tangis Bianca semakin pecah melihat kondisi koalanya itu.
"Kalo dia sudah sembuh, kita juga bawa pindah kesana, ya?" Ucap Bianca saat tangisnya sudah mereda.
"Baiklah. Kalo koala bisa hidup Indonesia."
Flashbak end.
Albert's home.
Sepasang saudara itu kini berada di taman belakang rumah bersama dengan binatang-binatang kesayangannya.
Sejak saat itu -setahun yang lalu- Bryan dan Bianca berjanji akan menjaga bintang kesayangan mereka.
Saat mereka berdua pergi mengambil makanan di dalam rumah, mereka tak melihat aksi kelincinya yang melompat berlari ke arah jalan besar.
Saat Bryan keluar, ia tak mendapati kelinci kecilnya. Ia hendak mencari ke taman depan saat ia melihat seekor binatang kecil berbulu tebal dan berwarna coklat berlumur darah.
"Mati, binatang kesayangan Bianca tuh. Duh. Jangan sampai deh dia tau. Bisa-bisa rumah bakal banjir air mata dan berisik dengan suara tangisnya Bianca." Ucap dalam hati Bryan seraya mendekati kelincinya dan membawa masuk ke dalam rumah.
"Kelinciku.. Siapa yang berani bunuh kelinciku? Awas aja kau!" teriak Bianca saat melihat kelinci kesayangannya.
"Subhanallah, bisa gempa bumi Bia.. jangan berisik. Nanti kelincinya bangun lagi."
TBC--
Garing krenyes ya..
KAMU SEDANG MEMBACA
My Choice [Zayn Malik] // (Completed)
FanficKeterangan : Bagian cerita di-private mulai part 12 sampai EPILOG, jadi cerita ini ada 22 bagian (termasuk prolog-epilog). Memberikan privasi kepada cerita kita itu tujuannya agar karya kita tidak dibajak Wattpaders lain yang tidak bertanggung jawab...