10 - P U T U S

158 40 4
                                    

Taman itu cukup ramai ketika gue menginjakkan kaki di sana.

Jelas, karena sekarang hari minggu. Ada banyak yang nongkrong, sekedar berolahraga ringan atau mencari spot foto estetik. Ada yang cuma jalan santai sambil mengobrol atau sekedar ngeselonjorin kaki karena habis bersepeda, ada yang main badminton atau cuma duduk-duduk doang.

Selepas memarkirkan motor di sisi taman, gue berjalan ke tengah dengan perlahan, menghadap sebuah monumen bertulisan hangul yang tercetak besar di sana, mengerjap singkat sebelum akhirnya gue tenggelam dalam pikiran gue sendiri.

Selepas memarkirkan motor di sisi taman, gue berjalan ke tengah dengan perlahan, menghadap sebuah monumen bertulisan hangul yang tercetak besar di sana, mengerjap singkat sebelum akhirnya gue tenggelam dalam pikiran gue sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kapan gue pernah ke sini?

Kapan gue tahu tempat ini?

Semuanya terasa familiar buat gue namun nggak sedikitpun memori tentangnya muncul.

Itu yang bikin gue terheran-heran sampai akhirnya gue berakhir dengan duduk di undakan tangga dan berpikir sedang apa cewek itu sekarang.

Keira.

Apa dia panik setelah mendapati si tetangga sudah tidak berada lagi di rumah begitu dia kembali untuk bertamu. Dan sekarang dia lagi kelabakan mencari gue yang nggak ada di mana pun.

Dih, kenapa gue bisa-bisanya sepede itu ditengah ketololan gue sekarang.

Keira cuma sebatas teman SMA lo, Kaindra. Inget itu.

Lo cuma sekedar teman. Enggak lebih.

Dia punya pacar. Meskipun lo nggak tahu siapa pacarnya. Meskipun lo nggak tahu apa pun tentangnya. Jangan berharap lebih sama apa pun tentang dia.

Tetapi aneh, Keira membuat gue berharap lebih. Pada apa pun itu.

Bahwa, dia bukan hanya sekadar teman. Dia lebih dari itu. Gue bersikap denial beberapa saat yang lalu sebab tidak ingin mengakui bahwa spekulasi buruk tentang Keira memenuhi otak gue.

Keira dekat dengan gue bukan karena dia ingin menggaet gue untuk bisa membantunya putus dari pacar misteriusnya itu. Gue yakin Keira nggak sejahat itu sampai-sampai memanfaatkan gue. Keira orang baik, dia terlalu baik.

Lama gue berpikir. Lama gue termenung hal-hal ngaco sampai nggak sadar kalau tempat ini perlahan mulai berganti-ganti orang yang singgah.

Sampai yang tadinya panas biasa, sekarang jadi panas luar biasa.

Gue bangkit, bermaksud untuk pindah tempat duduk sebab tempat duduk sebelumnya terkena sorot matahari yang begitu panas. Sekaligus kembali melanjutkan lamunan gue tentang tempat ini. Namun sesuatu membuat gue terdiam di tempat, berdiri dengan mulut setengah terbuka dan mata yang membeliak pada objek di depan gue sekarang.

"Kaindra.... Lo...." napasnya terengah-engah ketika dia mencoba berbicara. "Lo di sini, ya, ternyatah... hah... hah.. hhh."

Gue mengerjap-ngerjap, menyakinkan diri bahwa eksistensi Keira memang ada di depan gue.

𝚑𝚎𝚕𝚕𝚘. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang