[ DBW-6: Rowdy ]

117 50 304
                                    


Ketakutan terbesar adalah ketika jarak bukan lagi prihal kilometer, namun prihal dua hati yang semakin jauh
༎ຶ‿༎ຶ

______________________________________


Rea

"Rea," Wanita paruh baya dengan sorot mata teduh mengusap lembut pucuk kepala ku.

Mata ku mengerejab beberapa kali karena cahaya silau dari arah jendela kamar ku memaksa masuk ke netra.

"Jam berapa ini, Bun?" Tanya ku setengah sadar

"Udah jam sepuluh, Rea" Jawaban Bunda sungguh membuatku terkejut sampai tanpa sadar aku langsung mengangkat tubuh ku dengan cepat.

Aku meringis kala rasa nyeri langsung menjalar ke kaki ku. Ah dasar pelupa!.
Insiden buah mangga telah membuat kaki ku cidera ringan.

"Kok gak bangunin aku buat ke sekolah sih, Bun" Protes ku dengan suara rendah

Bunda mengulum senyum nya, lalu menyentil gemas kaki ku yang terbalut gips putih "Kamu mau kaki kamu hilang satu?"

"Kamu lagi pemulihan. Lusa baru boleh sekolah" lanjut Bunda membuat bahu ku turun tak bersemangat.

Aku mendengus. Ku tatap frustasi sebelah kaki ku yang berdenyut nyeri
"Semut nya yang sialan, atau aku yang memang sial" Gumam ku.

Bunda tertawa kecil. Tawa bunda kali ini seakan mengejek ketidak untungan ku "Memang udah nasib kamu, Rea. Sudah ya, bunda mau turun dulu. Kaya nya tadi bunda dengar suara mobil ayah"

Wanita paruh baya tercantik seantero buana itu beranjak dari kamar ku. Aku mengulum senyum melihat sepiring nasi goreng di atas nakas . Bunda selalu hafal kebiasaan ku bangun tidur

Tangan ku terulur mengambil makanan yang sudah bunda siapkan dan melahap nya dengan suka cita.

Masakan bunda memang yang terbaik. Dengan sentuhan bumbu dapur sederhana bunda mampu menciptakan makanan yang mempunyai cita rasa yang mewah.

Padahal baru minggu lalu bunda membuat kan ku makanan yang ia masak langsung tapi entah mengapa lidah ku seakan mengecap setiap rasa dengan kerinduan yang terpendam sejak lama.

Andai bunda bisa membuatkan ku makanan seperti ini setiap hari.

Mulut ku tak bisa berhenti mengunyah hingga kerongkongan ku meronta ingin di basahi dengan segelas air putih yang segar. Aku menoleh ke nakas yang ada di sebelah ku, mencari keberadaan minum yang seharusnya bunda letak kan di sana.

Aku terkekeh kecil "Pasti lupa nih" Gumam ku

"Bunda..." Panggil ku setengah berteriak.

Tak ada jawaban, Bunda juga tidak datang. Aku menghela nafas ringan. Seperti nya aku harus mengambil minum untuk diri ku sendiri. Dengan susah payah aku berdiri dan mencoba melangkah kan kedua kaki ku. Tangan ku terulur berusaha meraih gagang pintu dan keluar dari kamar.

"KENAPA HA!" Suara keras itu seketika menghentikan langkah kecil ku yang tertatih. Aku meringis mencoba menahan nyeri yang ada di kaki ku.

"DIAM KAMU! JANGAN IKUT CAMPUR DENGAN URUSAN KU!"

Suara itu terdengar lagi. Aku hapal betul itu suara siapa. Kaki ku terus melangkah hingga membawa ku ke pinggiran tangga. Dari tempat ini aku bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi di bawah sana.

"AKU INI ISTRI KAMU JUGA!"

Plak!

Satu tamparan keras mendarat mulus ke pipi Bunda. Aku tertegun, jantung ku terus berdegup kencang menyaksikan pemandangan yang kurang sedap di depan mataku.

Distance between WINDU [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang