Kejadian membingungkan terjadi di penghujung bulan ketiga Tay bekerja. Siapa bisa mengira kalau dia sanggup bertahan hingga sejauh ini. Hubungan kami tidak serta merta berubah baik meski dia sudah hampir penuh bekerja untukku selama dua belas minggu.
Dia masih tetap Tay, pria menyebalkan yang tidak pernah berpikir dulu sebelum bicara, arogan, kasar, tidak berperasaan, kurang ajar dan suka meninggikan dirinya dengan cara merendahkanku. Selalu ada ketegangan tak kasat mata saat kami sedang bersama. Aku tahu dia juga pasti tahu tentang itu. Tapi, kejadian hari ini membingungkanku.
Kami sedang di taman ketika percekcokan itu terjadi. Hal yang membuatku terkejut sekaligus takut.
"Hai New? Kebetulan sekali kita bertemu di sini. Kulihat kamu masih buta saja..."
Aku masih ingat betul suara itu. Ketika aku tidak lagi bisa melihat, kemampuanku mengingat dan mengenali suara melesat ke atas. Itu suara Mond. Bagaimana dia bisa muncul di sini?
"Ternyata penglihatan masih terlalu mahal untuk dibeli adikmu yang cerewet itu ya..."
Kupingku berdenging. Ini bukanlah Mond yang ku kenal. Dulu dia selalu bicara sopan padaku. Tapi sekarang tidak. Apakah selama jadi asistenku dia mengenakan topeng?
"Ehem, apa maksud kamu bicara seperti itu pada New?"
Itu suara Tay. Aku kaget mendengar caranya bicara kini. Ada kemarahan yang tersirat dalam nada bicaranya.
"Wow, lihat, New... ada yang ingin jadi pahlawan. Oh tapi bagaimana kamu bisa lihat, kamu kan buta."
"Tutup mulut mu, Brengsek!"
Mond mendendam. Dan sekarang dia sedang membalasnya. Dia sakit hati karena dipecat. Dan kini dia sedang mengobati sakit hatinya dengan menyakitiku lewat kata-katanya. Tapi Tay adalah lain hal.
Selama ini dia juga suka mengungkit-ungkit kebutaanku, dengan cara yang juga hampir sama buruknya dengan yang dilakukan Mond. Tapi kini dia marah ketika ada orang lain yang mengejek kebutaanku di depannya. Apa yang terjadi padanya?
"Kamu pasti asisten baru si buta ini, ya? Hemm... tunggu saja sampai kamu juga didepak keluar sepertiku. Orang-orang kaya seperti mereka itu tidak punya nurani. Mereka kira dengan memiliki banyak uang dunia akan menyembah mereka."
Sepertinya seseorang meludah, entah Mond entah Tay. Aku bisa mendengar suara decak lidah. "Aku tak akan melakukannya, entah denganmu," lanjut Mond, pasti dia yang meludah.
Lupakah Mond bagaimana dulu dia mengiba padaku dan Pluem agar tidak dipecat? Jika satpam tidak datang, Mond pasti akan melakukan persis seperti yang sesaat tadi dikatakannya tak akan dia lakukan: menyembah. Dan Pluem memberinya pesangon. Kini dia mengatakan kami tidak berhati nurani?
"Maksud kamu apa?" Kurasakan Tay beranjak dari sisiku. Aku meraba-raba, berharap menemukan lengan Tay untuk menariknya duduk kembali. Tapi aku hanya menemukan udara kosong.
"Maksudku, si buta ini juga akan melemparmu kembali ke jalanan seperti anjing kurap saat dia bosan dan merasa jasamu sudah tidak diperlukan lagi."
Fitnah. Mond dipecat karena kesalahannya sendiri. Aku ingin bersuara membela diri. Tapi perkelahian itu sudah kadung terjadi.
BUKK
Pertama-tama aku mendengar suara gebukan dan umpatan 'bangsat', lalu suara samar seperti seseorang baru saja terjerembab. Kuharap itu bukan Tay. Sedetik kemudian aku mendengar caci-maki yang saling berbalas-balasan. Kata-kata seperti anjing, bangsat, bedebah dan sialan New-seling masuk ke telingaku, ditingkah samar suara gebukan. Aku panik. Mereka sedang saling menghajar. Kudapati diriku sedang mengkhawatirkan Tay.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Pair Of Eyes
FanfictionAku tidak pernah menyukai warna hitam, hingga akhirnya ia datang membawa warna padaku di dunia yang gelap.