Hari ini sama menyebalkannya dengan kemarin. Tay datang tepat waktu, hanya saja caranya datang sangat membuatku kesal.
Ingat tentang pintu ku yang berkereketan karena engselnya belum diminyaki? Tay mengoleskan minyak kemarin. Awalnya ku pikir ia sungguh peduli, suara berisik pintu ini akan mengganggu tidurmu, begitu katanya.
Namun aku akhirnya tahu kenapa ia memperbaiki bunyi berisik pada engsel pintuku, tentu saja agar dapat masuk dan keluar tanpa sepengetahuanku. Benar-benar sebuah kesalahan membiarkannya melakukan hal itu. Siapa yang tidak kesal dikejutkan saat sedang diam, lebih-lebih orang buta. Dan yang membuatku naik darah adalah teriakannya di telingaku pagi ini.
"New, coba tebak? aku sudah sarapan pagi ini, jadi aku tidak akan meminta sarapanmu." Ujarnya dengan nada bangga.
Aku mengerutu tidak jelas. Ingin rasanya menjambak rambutnya.
Sama seperti pagi, siangnya ia membuatku kembali kesal. Tay benar-benar membuatku tak habis-habisnya menggerutu.
"Kenapa kamu selalu minum obat-obat ini?"
"Dengan kebutaan, aku sudah tak mampu banyak bergerak. Itu membuatku tambah sakit. Itu hanya untuk menjaga kesehatanku saja."
"Ku pikir kamu akan menganggap semua obat ini bisa membuatmu kembali melihat. Ternyata kamu tidak sebodoh yang ku kira ya."
"Apakah kamu selalu berbicara kasar kepada semua orang?" desis ku.
"Tidak. Hanya pada lawan bicaraku. Karena aku tidak berbicara kepada semua orang, artinya semua orang bukan lawan bicaraku kan?"
Aku mendengus mendengarnya.
"Lagipula, jika kamu bergaul ke luar sana, dan bicara pada orang-orang. Kamu akan melihat apa itu definisi kasar sesungguhnya." Lanjutnya dengan penekanan berbeda pada kata 'melihat'.
"Ya ampun, aku lupa. Tentu saja akan susah jika harus keluar dan 'melihat' pergaulan di luar sana, kan?" Lalu ia menertawakan omongannya sendiri. Aku mendumel dalam hati.
Namun, Kejadian saat sore mengubah pandanganku tentangnya.
"Aku mau Khanom Krok*."
"Aku tidak suka Khanom Krok."
"Bukan berarti kamu tidak suka jadi aku tidak boleh makan."
"Maksudnya aku tidak mau meneraktirmu."
"Tidak usah. Aku punya uang."
"Baguslah kalau begitu."
Ku rogoh saku celanaku dan ku sodorkan sebuah kertas uang ke depan. Tempatnya ku perkirakan duduk.
"Bisa tolong beritahu aku uang berapa ini?"
"Kenapa aku harus me─"
"Karena aku buta, aku tidak bisa melihat. Apa kamu bodoh?" rasanya senang bisa membalasnya dengan sinis.
"Itu uang 500 Bath."
Aku terdiam. Aku tahu uang yang ku pegang adalah uang lima ratus. Pluem selalu memberikan ku uang yang sama setiap harinya. Jika aku menggunakannya, maka akan ku kembalikan sisanya dan akan di ganti uang lima ratus bath yang utuh kembali pagi harinya.
Aku hanya mengetesnya, apakah ia bisa jujur dengan sifat dan omongannya yang sangat kasar itu. Ternyata ia mampu jujur. Ia menjawabnya tanpa berpikir apa-apa lagi. Dia jujur berarti ia orang baik, tapi ia bicara kasar berarti ia menyebalkan. Jujur dan menyebalkan.
"Belikan aku."
"Kata Billkin─"
"Billkin pasti mengijinkanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Pair Of Eyes
FanficAku tidak pernah menyukai warna hitam, hingga akhirnya ia datang membawa warna padaku di dunia yang gelap.