Halo, apa kabar?
Tetap jaga kesehatan ya guys♡
Selamat membaca, semoga suka dengan part kali ini
Dan aku mau mengucapkan terima kasih untuk kalian yang bersedia singgah di book ini, memberikan bintang bahkan komentar, Terima kasih banyak.
Book ini masih banyak kurangnya, jadi harap maklum ya, penulisnya masih belajar, hihihi.◖❀◗
Hari telah berganti, meski sudah pagi. Namun, diluar sana langit masih lah gelap sebab sang matahari yang sepertinya masih enggan untuk menunjukkan presensi. Semalam, Renjun tidur dengan nyenyak tak ada mimpi buruk atau bayangan kelam tentang masa lalu yang acap kali menghantui serta mengusik tidurnya. Barangkali, ini terjadi sebab beberapa kalimat sederhana yang pangeran Jeno utarakan sore itu. Memang sederhana, akan tetapi itu bermakna sangat dalam bagi Renjun.
Renjun perlahan membuka kedua mata, meregangkan otot tubuh yang terasa kebas akibat posisi tidur yang tidak berubah sejak semalam. Memang seperti itu Renjun, ketika ia memposisikan diri untuk tidur terlentang, maka sampai pagi posisi tidurnya tidak akan berubah, Renjun cenderung tenang dan tidak banyak bergerak ketika tidur. Renjun beringsut bangun, menyibakkan selimut tebal yang menutupi sebagian tubuh kemudian turun dari ranjang berniat untuk membersihkan diri juga mengganti pakaian.
Renjun telah membersihkan diri dan mengganti pakaian yang telah di siapkan di dalam ruangannya entah siapa yang meletakkan namun Renjun tetap berterima kasih. Kini, bahkan wajahnya jauh lebih segar dibandingkan sebelumnya. Renjun melangkah sendirian, melewati koridor kediaman Duke yang begitu luas dan sepi sebab memang ini masih terlalu dini untuk melakukan aktivitas bagi kebanyakan orang. Si pria manis bermata bak rubah itu memutuskan untuk pergi ke dapur, siapa tahu ada sebuah pekerjaan yang bisa ia lakukan sebab Renjun sungguh tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan tidak terbiasa berdiam diri dalam kurun waktu yang lama. Bisa dibilang, mungkin ini kebiasaan Renjun ketika dulu di kediaman Baron, dimana ia sering melakukan segala hal sendirian dan dibanding Tuan rumah, Renjun lebih pantas di sebut pelayan bahkan lebih rendah dari itu.
Dapur masih tampak sepi ketika Renjun masuk ke dalam sana. Namun, Renjun cukup takjub sebab dapur di kediaman Duke begitu luas, bersih dan peralatan dapurnya di tata dengan rapih sedemikian rupa. Renjun melangkah masuk, menelisik lebih dalam. Namun, kemudian Renjun berpikir; Makanan seperti apa yang disukai oleh Pangeran Jeno?
Renjun menghela napas sepenuh dada, dia tidak tahu bagaimana selera makanan yang disukai oleh Pangeran Jeno dan jika Renjun dengan lancang menyiapkan sarapan belum tentu masakan itu akan diterima oleh sang pangeran. Tidak, tidak. Renjun tidak mau sampai melakukan kesalahan dan malah membuat pangeran marah sebab ia lancang menyiapkan sarapan yang tidak di perintahkan oleh Pangeran.
Di tengah-tengah lamunannya, Renjun sampai tidak sadar jika ada seseorang wanita paruh baya yang masuk ke dalam dapur. Seorang itu membuat beberapa lipatan di kening, merasa bingung dan bertanya-tanya siapa sosok yang kini tengah membelakangi dirinya itu. Jika di perhatikan, pakaiannya bukan seperti pakaian pelayan pun penjaga di mansion. Seorang itu mendekat, dengan pelan menepuk bahu Renjun hingga membuat sang empunya sedikit tersentak kaget dan reflek menoleh ke belakang. Setelah melihat siapa orang yang kini berdiri di hadapannya, seseorang itu jadi ingat jika pria manis dengan tatapan mata sejernih telaga ini adalah orang yang sama, yang kemarin turun dari kereta kuda Pangeran Jeno dengan di gendong oleh sang pangeran. Bagaimana dia bisa tahu? Tentu saja karena dia ada di sana ketika sang pangeran datang. Jika dia tidak melihatnya dengan jelas, mungkin saja ia bisa beranggapan bahwa Renjun adalah seorang perempuan; kulitnya putih bersih, rambutnya hitam lurus, mata yang indah dengan bola mata berwarna abu-abu, hidung kecil mancung dan jangan lupakan bibirnya yang merekah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duke's Wife ✔
Romance[SUDAH TERBIT] Dibenci oleh seluruh keluarga, tak ada yang menginginkan dan di anggap menjadi aib serta pembawa sial. Renjun hanya bisa pasrah, selalu menerima tanpa punya hak untuk memilih dan menolak. Apapun yang ia lakukan selalu orang lain yang...