Di pinggir kolam renang ditemani rembulan bersinar terang hingga pantulan cahaya terlihat sangat jelas di kolam berwarna biru muda itu. Seorang gadis sedang menikmati angin malam dan dinginnya air kolam, kakinya mengayun indah di dalam air itu menimbulkan sedikit percikan.
Gadis itu menghela nafasnya berkali-kali, entah ada banyak hal yang ia pikirkan selama ini. Ia merindukan seseorang namun ia juga bingung siapa orang yang ia rindukan?
"Sayang, kamu ngapain di luar? Nanti masuk angin loh, ayo masuk." Wanita paruh baya menghampiri gadis itu dan membawanya masuk ke dalam. Gadis itu menurut tanpa dipaksa.
"Udah makan, nak?" tanya wanita paruh baya itu.
"Udah, Ma."
"Sekarang tidur, ya. Udah malam."
Gadis cantik itu menurut dan masuk ke dalam kamarnya. Bukan ingin tidur, namun ia sedang memandangi sebuah foto kebahagiaan yang ia tempel di cermin meja riasnya.
Tanpa sadar, ia mengeluarkan sebuah benda berbentuk pensil dan menangis dalam diam. Entah sudah berapa tahun berlalu, ia masih belum mengikhlaskan kepergian calon anaknya. Yap, Lee Jiani masih merasakan nyeri di dadanya setiap melihat testpack yang ia simpan.
"Andai kamu masih ada mungkin sekarang udah setahun dan pasti lucu banget," gumam Jiani tanpa sadar menitikkan air matanya.
Malam semakin larut, Jiani belum juga beranjak dari duduknya sambil menatap testpack itu. Ia terdiam lalu melihat dirinya di cermin. Jiani tersenyum miris melihat keadaannya saat ini, sungguh menyedihkan.
•
•Di pagi hari yang cerah. Di tengah-tengah masyarakat yang ramai Jiani menerobos kerumunan itu tanpa memikirkan apapun, intinya dia ingin cepat sampai tujuan.
"Lee Jia!" panggil seseorang saat ia ingin memasuki bus, Jiani berhenti dan menoleh ke arah sang pemanggil.
"Eo? Hwang Donghwa!" Jiani membatalkan rencana untuk naik bus dan menghampiri pria yang tengah berdiri di depan kedai kopi tak jauh dari halte bus.
"Mau kemana?" tanya Donghwa membantu Jiani merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan.
"Aku mau ke kampus," jawab Jiani sambil menunjukkan surat penerimaan mahasiswa baru ke Donghwa.
"Loh, ini kan ... Kampusnya Jimin dulu," ucap Donghwa. Jiani mengernyitkan keningnya.
"Dulu? Sekarang?"
"Jimin kuliah di Seoul University ambil jurusan kedokteran manusia, tapi belum 3 bulan dia udah keluar," jelas Donghwa.
Donghwa menarik tangan Jiani dan membawa gadis itu masuk ke dalam kedai kopi. Mereka memilih tempat paling ujung yang sangat sepi dan kurang diminati pelanggan. Donghwa memesan Jiani kopi kesukaan gadis itu.
"Keluar?" Jiani masih tak mengerti apa yang dijelaskan Donghwa.
"Iya, dia keluar dan disuruh ayahnya masuk jurusan bisnis. Jimin agak terpaksa sih masuk bisnis tapi gak ada pilihan lain."
Jiani mengangguk paham. Pantas saja, ia sering melihat cowok itu di televisi setiap saat. Jimin as CEO perusahaan terbesar di Seoul, kinerjanya bagus hingga kenaikan saham yang sangat besar, dan masih banyak lagi berita-berita tentang Jimin dan perusahaannya.
"Ah, iya... Kamu semalam nelepon Jimin?" tanya Donghwa saat teringat kejadian semalam.
"Iya, aku merindukannya." Sudah Donghwa tebak, pasti Jiani sangat rindu pada Jimin makanya dia menelepon Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still a Bad Boy
Fanfiction"Mau sampe kapan lo kayak gini terus ke gue, Jimin? Gue capek." Sequel of I Love a Bad Boy [BOOK 2] Copyright ©Rustybreezes, 2021