Prolog

1.3K 90 52
                                    

Happy Reading 💞

Suara gesekan kertas yang terdengar samar di antara suara riuhnya kelas sebelum bel masuk memang hal yang biasa baginya. Matanya bergerak ke kiri dan ke kanan membaca kata per kata yang di tulis oleh sang penulis. Asik, karena dia membayangkan apapun yang di deskripsikan oleh penulis ini. Bak ada televisi yang terpampang di kepalanya.

"Namiii!"

Gadis itu menoleh saat namanya disebut. Melihat pada dua gadis dari kelas yang sama dengannya. Keduanya menunjukkan senyuman cerah pada gadis itu. Nami sudah menduga apa yang akan dilakukan keduanya. Sebelum kedua gadis itu membuka mulut pun, Nami sudah merogoh tas yang ia letakkan di bawah kursi. Mengeluarkan buku tulis khusus pekerjaan rumahnya. "Nih," dia menyerahkan bukunya pada kedua teman sekelasnya itu.

"Makasiiiihh," ucap keduanya kompak dengan senyuman yang semakin lebar. Ya sudah biasa sih bagi Nami seperti ini. Tiap pagi dia akan memberikan buku PR-nya kepada teman-temannya sekelas. Lalu mereka akan menyalin jawaban tersebut ke buku-buku mereka. Maka dari itu Nami diberi gelar "Bank PR" pada teman-temannya. Karena setiap ada PR, hanya Nami lah yang paling rajin mengerjakannya. Dia memang bukan ranking satu di kelasnya, tapi setidaknya dia paling rajin di antara semua teman-temannya.

Memang salah, dia tahu itu. Tetapi bagaimana lagi? Dia juga tidak ingin mendengar ceramah guru pada semua warga kelas nantinya. Maka, lebih baik dia berkorban dengan menjadikan dirinya sebagai bank PR di kelasnya.

Kembali pada Nami, dia kembali fokus pada novel milik teman sebangkunya. Membiarkan kedua gadis itu menyalin pekerjaannya, dan kemudian di kerubungi oleh beberapa siswa agar mereka mendapat jawaban juga. Namun perbincangan yang cukup kencang antara siswi-siswi kelas membuatnya tertarik untuk menguping. Ya sebenarnya tidak menguping juga, hanya kedengaran. Lagi pula mereka berbincang dengan suara yang cukup keras.

"Kalian tau ga, kalo hari ini ada anak baru?"

"Masa?"

"Iya, tapi adkel sih. Dia katanya dari Jepang!"

"Hah? Jepang?! Wih, pasti dia orangnya keren!"

"Katanya emang gitu, dia itu yang pernah jadi back up dancernya Shinee. Yang anak kecil itu,"

"Hah? Yang bener?! Dia jago dance berarti."

Tidak fokus pada kalimat-kalimat di novel lagi. Nami justru malah menikmati perbincangan kedua teman sekelasnya itu. Matanya sudah tidak terfokus pada buku lagi.

Adik kelas? Anak pindahan dari Jepang? Memang satu hal yang cukup luar biasa bagi mereka. Baru kali ini ada murid pindahan dari luar negeri. Apalagi anak pindahan itu rumornya adalah seorang back up dancer. Sudah dapat dipastikan jika anak itu akan sangat populer di sekolah.

"GAAAIIISSSS!!"

Pekik seorang gadis yang baru saja masuk ke kelas dengan mengeser pintu secara kasar. Semua orang di dalam kelas menoleh, "ANAK BARUNYA DATENG!!" ujarnya dengan heboh. Lantas semua orang langsung keluar dari kelas, kecuali Nami yang masih duduk di bangkunya melihat semua temannya keluar dari kelas dengan berdesakan. Sementara dari pintu belakang kelas, seorang gadis masuk dan berjalan menuju bangku Nami.

"Nami, ayo liat adkelnya!" ajaknya sembari menarik-narik pergelangan tangan Nami. Gadis itu agak mengerutkan dahinya. "Apaan sih?"

"Ituu... Adkelnyaaa... Anak pindahan dari Jepang, ayo kita liaatt!" ajaknya dengan agak memaksa. Nami menghela nafas pelan, dia menyelipkan pembatas buku di halaman terakhir yang dia baca tadi. Lalu menutupnya dan pergi bersama temannya. Yang bernama Lee Jaehee.

Kedua gadis itu melewati para siswa yang berdesakan di koridor depan kelas. Mereka mencari tempat yang senggang agar dapat melihat bagaimana rupa adik kelas itu. Setelah sekian lamanya mereka mencari tempat, akhirnya mereka dapat menemukan tempat yang pas dan senggang untuk keduanya berdiri melihat si anak pindahan.

Heartstrings [Nishimura Riki] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang