Strong

965 104 0
                                    

Barbara POV.

Air mataku masih saja terus mengalir sejak malam itu. Benar benar tidak penting. Aku memang terlalu cengeng.

Bahkan aku sendiri yang memutuskan hubungan ini. Tapi mengapa aku yang menangis?

Apa aku masih harus menangis karena kejadian semalam? Harusnya Tidak.

Apa aku masih pantas menyesali dan menangisinya? Harusnya Tidak juga.

Drtt Drtt

Kurasakan ada yang bergetar disampingku, Mike is calling.

Hei, sejak kapan aku mengaktifkan ponselku?

Dengan cepat aku mengelap sisa sisa air mataku dan mengangkatnya.

"Halo'" ucapku pelan.

"Hei! Barbara!" Ucap yang diseberang telfon sana penuh gembira.

"Mike?"

"Akhirnya aku bisa menghubungimu! Kemana saja kau selama ini?"

"Harusnya aku yang bertanya kemana kau selama ini?Aku mengetahui semua masalahmu dengan-"

"Ya memang karena itu aku menelfonmu, kuyakin hanya kau yang bisa mempercayaiku. Jadi, dengarkan aku dulu."

Melissa POV.

Hari demi hari berlalu dan rasa kecewa ini masih saja menetap.

Sudah banyak hal yang kulalui tanpanya dengan orang orang yang baru bahkan di kota yang baru tapi tetap saja aku merasa masih ada yang kurang.

Mike.

Mungkin aku bisa berbohong pada semua orang. Tapi aku tak bisa dan tak akan pernah bisa berbohong pada diriku sendiri kalau aku merindukannya. Benar benar merindukannya.

Merindukan caranya memelukku dengan hangat, caranya melumat bibirku cepat dan caranya menatapku dengan tatapan teduhnya yang selalu dapat menenangkanku.

Merindukannya, orang yang selalu membuatku merasa nyaman ada didekatnya.

Tahukah rasa cintaku tidak pernah berkurang sedikitpun padamu?

Kuharap kau merasakan hal yang sama denganku.

Kuharap.

Kalaupun kau sudah melupakan semuanya dan bahagia dengannya, aku tidak akan memintamu kembali.

Kalau aku bisa mendapat kesempatan satu kali lagi, aku hanya ingin bertemu dengnnya. Hanya bertemu. Bertemu dengannya satu kali saja sebelum ia benar benar menjadi milik orang lain. Bertemu dengannya satu kali lagi untuk mengakhiri hubungan ini secara baik baik sebelum ia menjalani hubungan lain dengan orang yang lain juga.

Mungkin aku bisa tersenyum dan tertawa dengan bahagianya tapi sebenarnya hatiku tidak. Aku melakukan itu karena memang itu yang diajarkan oleh kakak dan ayahku. Ayah kami selalu mengajarkan kepada Barbara untuk menjadi perempuan yang kuat, dan tidak gampang menangis. Terlebih Barbara adalah seorang kakak, agar bisa menjadi contoh yang baik untuk adiknya dan adiknya adalah aku.

Aku rasa Barbara berhasil. Aku berusaha menjadi sepertinya karena aku kagum dengannya. Ia bukan seperti perempuan yang lainnya, ia selalu terlihat kuat dan bahagia padahal sebenarnya tidak.

Ia hanya pernah satu kali terlihat lemah dan sayangnya aku tidak tahu siapa yang membuatnya seperti itu. Barbara bilang ia tidak ingin membicarakannya lagi dan aku menghargai keputusannya. Aku tidak ingin menanyakan dan mengetahui hal itu lebih banyak.

"Melissa? Aku ingin mengajakmu makan diluar untuk makan malam nanti. Apa kau memiliki acara lain?" Ha! Bless her, God. Baru saja aku selesai memikirkannya.

Little Sister. [N.H]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang