Bagian 16 - Penyingkapan

993 190 10
                                    

"Bagaimana laporan forensiknya?" tanya Inspektur Rian.

"Sidik jari itu, pasti kalian tidak mempercayainya," jawab Inspektur Adi.

"Di gunting itu terdapat sisa beberapa helai benang yang berasal dari tali karmantel. Dan di gagang guntingnya terdapat sidik jari seseorang yang sama dengan sidik jari yang menempel di kaki meja dan lantai," kata Kapten Adrian.

"Sidik jari siapa itu?" tanyaku.

"Orang yang berada di rumah itu," jawab Inspektur Adi sambil menunjukkan foto seseorang.

"Bukankah itu...," kata Inspektur Rian terputus.

"Astaga!" kataku kaget.

"Tapi apa alasannya? Maksudku apa motifnya sampai membunuh Pak Dio?" tanyaku.

"Mungkin balas dendam?" kata Inspektur Rian.

"Atau gangguan kejiwaan," kata Kapten Adrian.

"Bisa jadi pelaku itu juga meminum fluoxetine, karena obat itu juga ditemukan di bawah meja kan?" kata Inspektur Adi.

"Ya. Dan fluoxetine juga merupakan obat anti-depresan," kataku.

"Maksudmu dia yang mengalami depresi?" tanya Inspektur Rian.

"Siapa tahu. Tapi apa yang menyebabkan ia sampai berbuat seperti itu?" kataku sambil berpikir keras.

"Sepertinya aku tahu, tapi aku tidak yakin," gumamku.

"Kita sudah menemukan pelakunya serta bukti-buktinya. Siapa yang akan menghubungi Pak Reno?" tanya Kapten Adrian.

"Biar aku saja," kata Inspektur Rian.

"Katakan bahwa kita sudah menemukan pelakunya dan minta padanya untuk mengumpulkan semua anggota keluarga di rumah kediaman itu," kata Kapten Adrian.

"Siap," kata Inspektur Rian sambil berbalik.

"Sebaiknya kita bersiap untuk pergi ke rumah itu," kata Inspektur Adi.

"Kau ingin ikut juga atau tidak?" tanyaku pada Teknisi Yuda.

"Aku seorang teknisi bukan pekerja lapang, sebaiknya aku tetap disini," jawabnya sambil minum kopi cupnya.

Kami berangkat menuju rumah itu menggunakan mobil polisi, Inspektur Rian yang menyetirnya. Di belakang kami ada dua mobil polisi

"Apa kau masih memikirkan motifnya?" tanya Inspektur Adi padaku saat di perjalanan.

"Tentu," jawabku.

"Kita akan tahu setelah kita sampai disana," katanya.

Sesampainya disana, gerbang dibukakan oleh Mbak Tina. Sirene mobil polisi kami terdengar sangat keras di halaman rumah mewah tersebut. Sudah ada satu mobil di samping garasi, sepertinya mobil milik Pak Reno. Saat kami semua turun dari mobil, Pak Reno telah menyambut kami di depan pintu.

"Mari, silakan masuk," kata Pak Reno.

Aku melihat ruang tamu yang luas itu telah dipenuhi oleh keluarga Kusuma, Mbak Tina juga ada disana. Aku melihat ke arah pelaku dengan tatapan tidak bersimpati lagi.

"Selamat sore. Kami dari kepolisian kota telah menemukan pelaku atas pembunuhan seorang korban bernama Abraham Dio Kusuma. Sejumlah bukti telah kami selidiki dan mengarah kepada satu pelaku," kata Kapten Adrian langsung.

"Tunggu. Pembunuhan? Berarti suami saya dibunuh? Bukan gantung diri?" tanya Bu Anindya.

"Sayangnya begitu," jawabku.

Semua orang di ruangan itu saling berpandangan kebingungan.

"Saya akan menjelaskan beberapa spekulasi terlebih dahulu dibantu oleh detektif muda kepolisian, Detektif Velisa," kata Inspektur Adi.

"Abraham Dio Kusuma atau biasa kita sebut dengan Pak Dio, tewas karena kehabisan oksigen akibat tali yang melilit di lehernya. Meski begitu, lehernya tidak langsung patah dan mengakibatkan pembuluh kapilernya pecah," kata Inspektur Adi memulai penjelasan.

Seluruh anggota keluarga itu terkejut mendengarnya. Bahkan Bu Riani sampai melongo.

"Kami juga telah melakukan investigasi terhadap rumah ini beserta barang-barangnya dan mengambil sejumlah barang untuk penyelidikan barang bukti," kataku.

"Barang-barang itu diantaranya adalah gunting, tali karmantel, dan serbuk obat. Kami juga menyelidiki berbagai jejak sidik jari yang tertinggal di sejumlah benda," kata Inspektur Adi. Inspektur Rian menunjukkan barang-barang bukti itu satu persatu.

"Kita akan mulai membahasnya dari obat itu. Obat pil itu adalah fluoxetine, obat anti-depresan yang juga bisa digunakan sebagai obat untuk penderita bulimia. Obat ini dikonsumsi oleh Bu Anindya," kata Inspektur Adi.

"Ya, itu memang benar," kata Bu Anindya.

"Kami juga telah mengunjungi dokter keluarga kalian, Dokter Ferina di rumah sakit pusat kota. Dokter Ferina mengatakan hal yang sebenarnya, bahwa Bu Anindya menderita kelainan bulimia. Tapi ia juga mengatakan hal yang mungkin tidak dia ucapkan pada keluarga ini. Penderita bulimia akut bisa mengalami depresi karena tertekan, oleh karenanya fluoxetine dikonsumsi sebagai pereda," kataku.

"Apakah Anda benar-benar tidak merasa tertekan? Sampai Anda bisa membunuh suami Anda sendiri? Apa Pak Dio yang membuat Anda menjadi merasa tertekan?" tanya Inspektur Rian bertubi-tubi hingga membuat Bu Anindya kebingungan menjawabnya.

"Tidak. Tidak, tidak!" kata Bu Anindya cemas.

"Saya tidak mungkin membunuh suami saya sendiri," kata Bu Anindya mulai menangis.

"Tentu tidak, karena Anda bukanlah pelakunya," kataku.

"Lalu siapa?" tanya Pak Reno.

_____________________________________________

Bagian 16! Deg-degan nggak nih hehehe. Terima kasih udah baca ceritaku. Jangan lupa komen dan votenya yaa!

Chandelier [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang