Sayang sekali kalau pagi ini melewatkan sarapan karena ibunya masak bubur kesukaan Arda. Hal yang paling menggiurkan adalah ketika bubur diaduk jadi satu, terasa perpaduan antara rasa bubur yang sedap, belum lagi saus campuran kacang dan juga ayam suwir yang sangat menggoda. Arda sudah siap di meja makan, toko pagi ini sudah buka dan mereka berdua ada di toko meja serta kursi pelanggan untuk menyantap sarapan.
"Kamu mau ayam nya yang banyak ya Nak?"
"Pasti dong Bu, kan aku suka banget menu pagi ini." Antusias banget kayaknya si Arda untuk makan bubur pagi ini.
Ibunya tersenyum bahagia melihat itu, sambil beliau menyendok bubur ke mangkuk milik anaknya itu. "Nggak mungkin makan bubur terus kan Nak, ini karena ibu sempat buat aja, nggak ada orderan bunga yang pending soalnya." Jawabnya lagi.
Kemudian mereka berdua mulai bercerita beberapa hal mengenai bunga, mengenai pagi ini ketika Arda lupa menaruh handuk, dan mengenai orderan customer yang mulai ramai terkait bunga pernikahan. Lumayan untuk omset bulan ini, nyatanya Ibu dan Arda bisa bersyukur karena diberikan nikmat rejeki. "Mungkin lagi banyak yang nikah ya Bu, Alhamdulillah banyak yang order."
"Iya Nak, lagipula ada juga yang pesan banyak buat wewangian kuburan. Apa kita bikin sebotol wangian kembang tujuh rupa aja ya buat yang sedang berkabung?"
Arda berpikir mengenai hal yang ibunya usulkan, bisa juga tuh jadi dagangan baru di toko. Wangian kembang tujuh rupa sudah satu botol + air wanginya. Tapi lagi asik mereka mengobrol berdua, Arda dan ibunya melihat seorang pria dengan dandanan serba hitam dan motor besar tiba di depan pintu toko. Terlihat jelas dari dinding kaca yang transparan itu.
Arda langsung tertegun, dirinya melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan ternyata sudah menunjukkan pukul 06.30 pagi, dan dirinya ingat kalau mata kuliah pertama Seniornya itu jam 07.15, ya benar saja, ternyata Doni datang lebih awal untuk pergi bareng ke kampus bersama Arda.
"Siapa?" Ibunya berbisik pada anaknya seraya melihat pria tadi mulai membuka helm dan masker.
"Ituloh, Kak Doni." Jawab Arda yang mulai berjalan mendekati pintu bersamaan dengan Doni di sana.
Ibunya Arda langsung mengambil satu mangkuk lagi dan menuangkan bubur serta irisan ayam serta kacang, ditambah juga kerupuk diatasnya sebagai pelengkap bumbu.
Sembari membuka pintu Arda mulai mempersilahkan Doni masuk ke dalam menemui ibunya, "Ehhhh, ya ampun Nak Doni. Ayo sini duduk, kita lagi sarapan nih, ya makan bubur sederhana buatan ibu aja sih ini." Seperti biasa, Ibu Arda menyambutnya dengan senang hati.
Sebelum duduk Doni mencium tangan ibu Arda tanda memberi salam, "Saya sudah..."
"Ayo duduk aja Kak, sebentar lagi kita berangkat kan, jangan sampai terlambat." Kali ini Arda yang memotong ucapan Doni, karena dirinya tau kalau pasti pria itu menolak untuk sarapan.
Doni langsung duduk dan melihat ke arah Arda,
"Biar ibu ambilkan gelas lagi ya untuk Nak Doni." Ibunya pergi ke belakang untuk mengambil gelas buat tamu yang datang itu.
Disitu Arda lanjut memakan bubur meski Doni pun belum memulainya samasekali. "Setidaknya makan dan hargai siapapun yang menawarkan anda makanan, bukankah begitu Tuan Doni?" Sambil mengunyah sarapannya, Arda bicara seolah mengajarkan hal yang mungkin bisa pria itu ingat.
Hanya dibalas dengan diam, Doni mengerti sekarang. Akhirnya dia mulai mengambil sendok dan memakan bubur tersebut meski sebenarnya ini kayaknya kali pertama dirinya sarapan bubur lagi, "Aku harus minta maaf dong?" Doni mengunyah nya, dan ternyata rasanya cukup enak di mulut.
"Soal?" Tanya Arda lagi.
"Karena aku ternyata nggak bisa lebih baik lagi, terutama sama ibu kamu tadi. Ini soal menghargai kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
The Rebellion
RomanceArda, yang cuman seorang anak biasa berbakti dengan ibunya yang berjualan bunga di toko, kehidupan anak itu tidak akan begitu-begitu saja karena dirinya mulai didekati oleh pria bernama Doni ketua dari Genk The Rebellion. Doni, Pria dengan sejuta ke...