6. Apakah ini kewajiban atau nafsu ?

4.6K 320 74
                                    


Megumi mengerti artinya barter. Menukar sebagian hal dengan hal lain yang sama berharganya, yang dalam kasusnya adalah kebebasannya untuk kebebasan Yuuji.

Di dunia jujutsu—di mana hanya ada orang mati, para tetua klan yang kolot, dan anak-anak yang sudah dipaksa berjuang sejak kecil—bagi Megumi, perjanjian seperti itu dianggap suci. Mungkin ada beberapa orang yang bisa menarik kembali kata-katanya, tetapi Megumi tidak akan pernah melakukan hal yang sama; kata-katanya sangat berharga disaat dia bisa mati kapan saja.

Megumi juga mengerti rasa sakit. Rasa sakit karena mati rasa, rasa sakit karena kelaparan saat belum diadopsi Gojo, rasa sakit yang menusuk karena kulitnya tersayat oleh kutukan, rasa sakit yang mengejutkan karena jatuh mendarat dengan buruk dan menyebabkan tulang-tulangnya patah.

Dia mengerti hal-hal itu........lalu mengapa dia merasa tidak mengerti apa yang terjadi ketika tubuh Gojo berada diatasnya, tampak marah dan tenang seperti api yang terkendali?

Kedua komponen diatas ada saat situasi itu. Barter— sebuah perjanjian bagus yang bisa mengamankan keselamatan Yuuji. Dan rasa sakit yang tak terduga dan membuat ia merasa panas di tubuhnya walau hanya sebentar. Keduanya muncul bersamaan dan seharusnya dia sudah cukup akrab dengan itu.

Tapi kemudian...

'Mulai sekarang, kau tidak akan melakukannya sendiri. Hanya dengan izinku, dan hanya bersama denganku, Megumi'

Perkataan gurunya itu seperti kabut tebal yang turun ke kepalanya, membuatnya tidak bisa memikirkan sesuatu dengan jelas. Itu secara tidak wajar membuatnya patuh secara sukarela, putus asa dengan cara yang sama sekali tidak sesuai dengan dirinya.

Perjanjian harus dijunjung tinggi sebagai suatu kehormatan, bukan karena dia ingin memberikan tubuhnya pada Gojo. Seharusnya hal itu menjadi suatu hal yang dilakukannya demi Yuuji, demi kebebasan dan keselamatan sahabatnya itu.

Rasa sakit seharusnya hanya ditanggung sebagai kebutuhan atau pengorbanan yang mulia. Seharusnya hal itu tidak memicu rasa panas di tubuhnya, mengisi paru-parunya sampai napasnya terengah-engah.

Berhubungan badan harusnya dilakukan sebagai suatu kewajiban karena perjanjian dan bukan karena keinginan.

Dan itu seharusnya tidak membuatnya ingin menerima lebih.

=================

Dia bisa mendengar Gojo berjalan di dalam kamar mereka berdua, suara gesekan kecil mengiringi langkah kaki pria itu. Setelah Gojo melepaskan penutup matanya, pria itu berbalik untuk menjatuhkan diri di sampingnya, terdiam menatap langit-langit. Pria itu seperti itu selama dua menit sebelum berdiri kembali.

Sementara itu, Megumi tidak bergeming menatap dinding, masih dibawah selimut yang dia tarik sampai pipinya. Untuk saat ini, lebih mudah untuk tetap meringkuk di sana. Dia belum siap untuk berhadapan dengan Gojo.

Ruang di antara kedua kakinya masih berdenyut-denyut. Dia bisa merasakan cairan sperma yang lengket di pahanya, perlahan mengering di kulitnya.

Semakin lama dia berbaring di sana, semakin dia merasa kakinya seperti jeli. Haruskah dia bangun dan latihan ? Itu rutinitasnya di sore hari sebelum ini. Atau haruskah dia tidur saja di tempatnya, di bawah selimut yang kotor karena bekas sex ini ? Tubuhnya masih sakit, afterall.

Pikirannya terganggu oleh suara pintu terbuka. Aroma makanan memenuhi udara setelah itu, terasa sangat enak.

Dia bergeser cukup jauh diatas ranjang untuk melihat jam beker di dekat sisi tempat tidur. Ini sudah jam makan mereka biasanya. Saat ia bergeser ke tepi tempat tidur, dia melihat Gojo mengatur makanannya diatas meja seperti biasa, hanya saja sekarang di kamarnya dan bukan kamar Megumi seperti kemarin-kemarin.

[BL] Kontrak (18++)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang