berteman dengannya,

14 2 4
                                    


Sudah menjadi hari kedua Jingga resmi bergabung dalam jurusan barunya, tidak ada perubahan besar dalam dirinya untuk bersosialisasi. Satu hal yang sangat tidak bisa ia atasi. Jingga dulu hanya memiliki satu teman, yaitu teman saat mereka kecil yang sudah berjanji dengan Ibunya untuk menjaga gadis itu. Mereka juga bertetangga, dan sudah seperti sebuah keluarga.

"Jinggaaaaaa! Sumpah kamu jahat banget. Aku tungguin kamu masuk dari kemarin dan kata Bibi ternyata kamu udah pindah!!"

Kondisi saat ini jelas masih pagi, di kelas Jingga baru dua orang yang sedang menduduki bangku mereka masing-masing. Namun, Alfa, teman kecilnya sekaligus tetangga yang sudah seperti keluarga sendiri datang ke kelas Jingga dengan teriakan yang tidak ada habisnya.

"Alfa, jangan ribut," perintah gadis itu sambil memberi isyarat pada jari telunjuk yang ia tempelkan ke bibirnya.

"Jinggaaa! Di sini kan gak ada orang, eh." Tiba-tiba Alfa membeku dengan sendirinya setelah tak sengaja bertatapan dengan salah satu teman kelas Jingga.

"Aku bakal pura-pura gak dengar dan gak lihat kok," ucap gadis yang masih bertatapan dengan Alfa. Ia tahu bahwa cowok itu sedang menahan malu sekarang. Dengan cepat, cowok itu langsung membenarkan cara berdirinya dan pura-pura tidak terjadi apa-apa.

"Ji! Kasih tau aku kenapa kamu pindah kelas?!" tanya Alfa lagi tapi dengan suara yang setengah berbisik kearah Jingga saat ia menduduki dirinya di bangku milik Rain. Ia juga sesekali mengawasi Lara di bangku depannya.

"Karena aku gak cocok sama kelasnya."

"Bukan karena aku kan! Apa ada yang ganggu kamu, Ji! Atau, gara-gara ruang lab biologi di samping kelas kita!"

Cekikikan kecil milik Lara tak sengaja terdengar sampai ke pendengaran Alfa. Gadis itu merasa lucu akan kalimat Alfa yang menurutnya konyol. Apalagi membawa alasan ruangan laboratorium biologi yang terkenal angker itu. Lara saja pernah tidak sengaja tertidur di sana saat ia sembunyi agar lolos dari hukuman.

"Ada apa?" tegur Alfa pelan pada Lara.

"Maaf-maaf. Aku gak lagi tertawai kamu kok. Kalau gitu, aku keluar dulu ya Jingga. Nanti kita ketemu lagi di kelas," ucap Lara memilih keluar dari kelas membiarkan cowok itu menyelesaikan hal yang ingin ia selesaikan. Daripada Lara tertawa kembali.

Namun, baru saja kedua kakinya keluar dari pintu. Ada Rain yang kebetulan ingin masuk melewati tubuh Lara. Sebuah keajaiban ia bisa datang sangat pagi ke kelas.

"Rain!" bisik Lara kecil tapi tegas ke arah Rain.

Laki-laki itu memberhentikan kakinya dan menghadap ke arah Lara, "itu siapa Ra?"

"Ikut aku dulu, cepat!"

Mau tidak mau, Rain ikut melangkah kan kakinya mengikuti Lara. Namun tetap diiringi dengan pertanyaan siapa seseorang yang sedang bersama Jingga sekarang.

"Berisik! Kita di sini aja." Taman kecil belakang sekolah di bawah pohon mangga menjadi tempat mereka berbincang. Lara menarik anak rambutnya kebelakang telinga dan mulai menatap Rain yang sedari tadi ia abaikan.

"Jawab pertanyaan aku kenapa sih," desak Rain semakin penasaran.

"Dia temannya Jingga. Tapi bukan ini yang mau aku bahas."

"Apa sih. Kamu kangen sama kunci jawaban aku ya. Atau udah gak ada teman di kelas yang pinter, tampan, indah menawan seperti aku yaaa."

"Rain! Kamu nyata gak nyata tetap gak berubah."

Rain hanya membalas omelan gadis itu dengan cengiran lebar puas sudah memuji dirinya sendiri. "Aku anggap itu pujian."

"Kamu yang di atas mangga tolong pergi ya. Aku mau bicara empat mata sama dia!" perintah Lara tiba-tiba, saat Rain menengok ke atas, ternyata ada sesosok mahkluk tak kasat mata yang sedang duduk memperhatikan mereka berdua.

"Ternyata kamu beneran bisa lihat hantu ya? Hantu yang di samping kamu gak diusir. Katanya mau ngomong empat mata, kalau ada dia jadi enam mata dong."

Lara mendelik, "dia? Mau diusir berapa kali pun dia gak bakal mau. Udah deh, yang mau aku bahas, Jingga kenapa bisa lihat kamu?"

"Lah, mana aku tahu."

"Kamu gak lagi sihir dia gitu atau pakai kekuatan apa gitu."

Rain memutar matanya malas, "emangnya aku hantu!"

"Lah, kamu kan hantu! Gimana sih," kata Lara semakin bingung dengan laki-laki yang satu ini.

"Mungkin lebih ke calon hantu kali ya," ledak tawa Rain menganggap bahwa hal yang sedang ia lontarkan adalah semacam gurauan lucu yang bakal buat Lara tertawa. Namun yang ada malah membuat gadis itu semakin bingung.

"Kalau Jingga bisa lihat hantu pasti dia bisa lihat Bambang."

"Bambang siapa?"

"Ya ini," tunjuk Lara pada makhluk di sampingnya. Syukur tidak menyeramkan seperti film-film horor yang berdarah-darah. Hanya terlihat lebih pucat dari Rain, memiliki wajah khas Eropa dengan rambut pirang panjang lengkap dengan baju seperti baju pangeran zaman dulu. Berbeda dengan Rain yang memakai baju seragam sekolah lengkap.

Rain hanya mengiyakan sambil tersenyum takut-takut ke arah Bambang yang tampak sedikit menyeramkan dengan wajah datar. Walaupun agak lucu juga karena penampilannya yang tak sesuai dengan namanya.

"Pasti ada sesuatu di antara kalian."

"Terserah sih kamu mau mikir apaan, tapi aku cuma minta tolong satu hal Ra. Ini serius banget gak becanda, tolong jangan kasih tau apapun tentang aku ke Jingga. Tentang keadaan aku yang seperti ini. Karena cuma Jingga yang bisa lihat aku sebagai siswa biasa yang tidak pernah terlibat kejadian apapun seminggu yang lalu."

*

"Aku sudah tidak apa-apa, Alf," ucap Jingga berkali-kali pada Alfa yang selalu bertanya ini itu pada Jingga. Gadis itu tahu bahwa sahabatnya ini sangat mengkhawatirkan dirinya. Namun, ia memang baik-baik saja.

"Ji, kecelakaan itu baru terjadi seminggu yang lalu. Kalau masih ada efeknya, atau ada yang sakit. Kasih tau aku secepatnya, oke."

Jingga mengangguk mengiyakan perintah dari Alfa, karena kalau ia tidak menanggapi cowok ini. Maka akan banyak waktu yang tersita hanya untuk Jingga mau mendengarkannya.

Kepribadian Jingga dengan Alfa sangat berbanding terbalik, Alfa akan sangat semangat meluapkan emosinya pada apapun. Sedangkan Jingga akan menyimpan erat emosi apapun yang sedang ia rasakan. Maka dari itu, Alfa sangat khawatir dengan Jingga. Ia ingin gadis itu setidaknya sedikit terbuka hanya padanya.

"Alfa, sebentar lagi kelas mulai. Kelas aku juga mulai ramai. Kamu kembali saja."

Alfa menghela nafasnya, "iya-iya. Yaudah aku pergi tapi ingat yang aku bilang. Kalau ada apa-apa suruh itu cewek yang tadi kasih tau aku. Teman kamu harus tahu aku juga pokoknya."

Jingga terkekeh akan kecerewetan Alfa yang tiada henti, mengingatkan ia pada seseorang yang tak kalah cerewet dari Alfa.

Cowok itu pun pergi melewati pintu dengan menengok ke arah Jingga sesekali. Tepat setelah ia menghilang dari balik pintu, cowok itu datang.

"Pagi Jingga," katanya menyapa gadis itu sambil duduk di bangkunya. Jingga tersenyum dan menyambut kedatangan Rain.

"Tadi itu siapa?"

"Oh, teman aku."

Rain ber-oh ria sambil menganggukkan kepalanya pelan, "kalau begitu aku juga teman kamu kan?"

"Iya. Kamu dan Lara..." ucapannya berhenti saat ia tak sengaja menangkap Lara yang sedang menatap Jingga sambil tersenyum. "....teman aku juga."

Gadis itu sangat senang mendapatkan teman yang ingin berteman dengannya lebih dulu. Bukan hanya Alfa, tapi ada Rain dan juga Lara. Ia sangat berharap bahwa pertemanannya bisa berlangsung lama bahkan selamanya. [21:826]

JIRAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang