"Eeeungghh..." terdengar lenguhan dari seseorang yang tengah terbaring di sebuah ranjang kuno.
Ia pun berusaha untuk bangun dan seketika ia menyadari apa yang telah terjadi padanya seharian ini.
Sebuah kejadian yang amat sangat tidak masuk akal layaknya kejadian dalam novel fiksi, seperti ayangnya readers fiksi.
Nggk, bercanda kok 😁
Padahal ada sangat berharap kejadian itu adalah sebuah mimpi. Namun apalah daya ara yang kembali terbangun pada lokasi yang sama seperti kemarin.
Kreeeekk
(lu pada anggap aja itu suara pintu, ya. Kek suara pintu kayu gtu.)
"Gladys, kau sudah sadar, nak ?" Tanya seorang wanita yang baru saja masuk ke dalam kamarnya.
"Hah ? S-siapa kau ? Mengapa kau tau nama ku ?" Tanya ara seraya kembali meringis merasakan sakit di kepalanya.
"Tentu saja aku tau. Aku adalah orang yang merawat mu sedari kecil, aku ibunda mu." Jawab wanita itu dengan anggun dan penuh aura keibuan.
"Shiaa. Eemm, maaf tante tapi... ibu saya lagi keluar kota. Jadi nggk mungkin kalau tante itu ibu nya saya, hehehe." Sahut ara dengan diakhiri kekehan canggung.
"Tak apa, sebaiknya kau istirahatlah kembali. Sebentar lagi tabib akan datang kemari dan memeriksa keadaan mu."
"Habib ? Meriksa keadaan saya ?" Pertanyaan yang ara lontarkan hanya di jawab dengan anggukan oleh wanita itu.
"Aduhh, gimana ya tante. Bukannya saya nggk nurut sama perintah tante. Tapi, si habib itu di kelas kerjaan nya cuman tidur mana bisa dia meriksa saya. Tante ini ada-ada aja."
"Apa maksud kamu mengatakan kalau kerjaan tabib hanya tidur ? Dan apa tadi, kelas ?" Tanya wanita itu dengan penuh kebingungan.
"Iya, tante. Si habib itu kerjaan nya cuman tidur doang. Dia nggk pernah dengerin penjelasan guru pas kita belajar. Tante ini siapa nya habib ya, kalau boleh tau ? Oh atau jangan-jangan tante ini ibunya habib ya ?"
(Kepada readers yang merindukan sifat cerewet ara. Saya persilakan mengucapkan selamat datang:') )
"Ibunya tabib ?"
" Iya ibunya habib. Muhammad Habib al-agani."
"B-bukan gladys, bukan tabib yang itu. Tapi tabib yang bekerja untuk mengobati orang yang sedang sakit." Jelasnya.
"Ooh, tabib bilang dong dari tadi."
Astaga ingin rasanya wanita itu berteriak "dari tadi juga ya ngomong gitu munarooohhhh." Tapi sayangnya pada zaman itu belum ada yang menyebut dirinya 'gw'. Jadi, dia hanya bisa tersenyum paksa.
(Author yakin dia pasti amat sangat tertekan.)
Tak berselang lama pintu kembali terbuka. Masuklah seorang pria yang sudah memasuki usia kepala empat.
"Permisi yang mulia, hamba izin memeriksa keadaan yang mulia tuan putri." Ucap pria paruh baya itu seraya menunduk pada wanita yang sejak tadi mengobrol dengan ara.
"Hmm, periksa dia dengan sebaik mungkin, tabib."
"Gladys, ibunda keluar dulu masih banyak pekerjaan yang harus ibunda lakukan." Pamit wanita yang kekeuh berkata bahwa ara adalah anaknya itu.
Setelahnya ia pun melangkah keluar kamar diikuti oleh para dayang, layaknya anak ayam mengikuti induknya.
"Baiklah yang mulia izin kan hamba memeriksa keadaan anda." Izin sang tabib yang dibalas deheman oleh ara, atau haruskah kita ganti namanya menjadi gladys ?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess
Historical Fiction"hadeuh seandainya iya gw jadi Putri kerajaan pasti gw kagak perlu susah² kek gini buat masak. secara kan kalau putri tuh makan tinggal makan, tidur tinggal tidur. aduuh pasti enak banget kek gtu. Nggk kek gw, kalau mau makan kudu masak sendiri." be...