Keluarga Wilder

414 49 7
                                    

Presensi dulu, yuk! 

Kamu dari kota mana? 

Alasan kenapa suka baca cerita My Handsome CEO? 

Kira-kira kapan Barsha harus Update next Part? 

Happy Reading!!

Keluarga Wilder

"No no Papa! Aku hanya sedikit memberlinya pelajarlan," kilah balita tampan dan manis itu sembari menggoyangkan jari telunjuknya di depan lelaki dewasa yang dipanggilnya dengan sebutan Papa.

"Benarkah? Bagaimana cucu tampan Grandma ini memberi pelajaran pada anak nakal, hm?" Wanita paruh baya yang masih cantik bahkan meski usianya menginjak lima puluh dua tahun. Ia dengan gerakan lembut memindahkan cucunya dari pangkuan sang Papa kepelukannya, kemudian dengan gemas mencium pipi gembul bocah laki-laki berusia empat tahun itu.

"Izarl pukul hidungnya pakek buku cerlita. Cuma berldalah sedikit, dia cengeng malah nangis. Padahal kata Papa, cowok itu harlus kuat, iya kan, Pa?" ceritanya dengan cadel karena masih belum jelas mengucap huruf "r" sembari meminta dukungan sang papa diakhir kalimatnya.

"Ya, tapi bukan dengan cara memukul anak  orang," nasihatnya. "Lagipula, apa yang anak itu lakukan sampai membuatmu marah?" sambungnya bertanya.

"He said, I don't have a Mama," ucapnya lesu. Nada getirnya membuat tiga orang dewasa yang tadinya tertawa melihat tingkahnya sontak tertunduk dengan raut wajah yang berbeda.

"Apa yang dia bilang itu benarl, Grlandpa?" tanyanya pada sang kakek.

"Tentu tidak benar, Boy." Pria paruh baya itu memindahkan cucu kesayangan ke pangkuannya. "Setiap anak, pasti punya mama, hanya saja tidak semua beruntung bisa dirawat oleh mamanya. " Tangan besarnya mengelus lembut surai hitam kecoklatan milik sang cucu. "Lagipula, mama  Alfizar selalu ada di sini, dan tidak akan pernah pernah pergi,"lanjutnya menggenggam tangan mungil bocah laki-laki yang dipanggilnya Alfizar itu kemudian membawanya ke dada si kecil.

"Izarl sayang, Mama," bisik Alfizar, membuat sang Papa yang tidak kuat lagi menahan sesak, memutuskan bangkit dan melenggang pergi. Ia tidak mau terlihat lemah di depan keluarganya,  terlebih di depan Alfizar.

Alfizar Wilder, merupakan cucu pertama keluarga Wilder. Ia merupakan anak dari putra sulung keluarga Wilder yakni Alzafran Wilder. Selama satu tahun terakhir, Zafran membawa putra satu-satunya  itu tinggal di Singapura. Meninggalkan tanah air demi mengurus bisnis dan mencoba menyembuhkan hati yang hancur karena kehilangan. Selama ini, ia menutup hati,  fokus mengurus sang putra dan melimpahkan semua cinta yang dimiliki untuk malaikat kecilnya. Ia tidak ingin putranya merasa kekurangan,  yang ia harapkan, Alfizar dapat tumbuh baik meski kehilangan peran seorang ibu dihidupnya. Putranya harus bahagia.

Pintu setinggi dua setengah meter terbuka, sosok putra bungsu keluarga Wilder, -Afzali Wilder- nampak berdiri gagah disana dengan kemeja navi dan celana kain berawarna senada. Rambut hitam legamnya nampak sedikit berantakan dengan wajah lelah yang kentara . Lelaki itu menyerahkan tas kerja dan jas yang ditentengnya pada seorang pelayan kemudian berjalan ke arah ruang tamu, di mana ia melihat orang tuanya tengah asyik bermain dengan  keponakannya.

"Jadi, Papamu sudah ingat jalan pulang, Boy?"

"Uncle!" pekik Alfizar lengsung turun dari pangkuan kakeknya dan berlari menghampiri pria dewasa yang dipanggilnya dengan sebutan Uncle itu. Dengan senang hati, Afzali membawa keponakan tersayangnya kedalam gendongan, dikecupnya secara bergantian dua pipi gembul Alfizar,  lalu ia mendudukkan diri di sofa.

My Handsome CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang