Keinginan Alfizar

364 49 13
                                    

(UDAH LAMA MENGHILANG, MAU UPDATE SETIDAKNYA SEKALI UNTUK BULAN NOVEMBER INI!)

SELAMAT  MEMBACA! UDAHAN YA SANTAI-SANTAINYA, KITA MASUK KE INTI!

"Makasih ya Pak, hari ini Bapak baik banget." Prilly tersenyum ke arah Afzali. Gadis itu memeluk boneka yang didapatkan secara cuma-cuma. Yap, siapa yang tidak suka barang gratis, ditambah teflon. Omong-omong mengenai teflon Prillya jadi ingat kebodohan yang dilakukannya tadi.

 "Maaf juga karena tadi," lanjutnya, kali ini meringis membayangkan rasa ngilu di kepala bosnya.

"Its okay, hari ini saya lagi baik. Anggap aja kamu tidak sengaja."

"Kalau gitu, saya turun dulu ya Pak. Sudah malam, Bapak hati-hati di jalan."

"Hm."

Afzali memperhatikan Prillya yang melangkah menjauh. Perlahan, senyumnya mengembang. Ia susah payah menahan untuk tidak tersenyum melihat bagaimana wajah bersalah sekretarisnya yang menurutnya menggemaskan. Sial! Semakin hari Afzali semakin kesulitan menyanggah kata hatinya.

Sebenarnya seperti apa cinta itu? Apa yang tengah melanda dirinya adalah bagian dari jatuh hati atau justru sekadar kagum pada seorang yang multitalenta, nyaris mendekati sempurna seperti sosok Prillya.

Larut dalam lamunan, Afzali disadarkan oleh suara ponselnya. Dilihatnya ke depan, gadis yang tadi dilihatnya sudah tidak ada lagi. Mungkin Prillya telah sampai di unit apartemennya. Sedangkan Afzali justru mematung di tempat.

Lelaki itu mengalihkan pandangan ke ponsel. Rupanya mamanya yang menelpon. Karena terlalu lama tidak direspon, panggilan itu mati dengan sendirinya. Afzali segera mengambil gerakan, ia mengambil ponselnya kan mengirim pesan bahwa ia akan segera pulang. Dan segera dilajukan mobil tunggangannya ke istana milik keluarganya. 

Suara tawa Alfizar yang pertama kali menyapa indra pendengaran Afzali. Bocah itu tengah tertawa di pangkuan neneknya. Pemandangan yang akhir-akhir ini menjadi penyambutan setiap kali ia pulang ke rumah. Sejak kakak dan keponakannya kembali, rumah megah ini terasa lebih hidup dan ramai. Terlebih untuk kedua paruh baya yang selalu antusias bermain dengan cucu kesayangan mereka. 

"Lalu, apa yang mau Alfizar minta sebagai hadiah karena sudah pintar hari ini hem?" tanya Alzhafran kepada putra semata wayangnya.

"Fizarl boleh minta apa saja?"

"Tentu, apa pun," balas Alzafran mantap.

"Hore! Fizarl mau Mama!" teriaknya girang. Balita itu mengajukan permintaannya tanpa berpikir panjang.

"Tidak mau yang lain?" Alzhafran mencoba bernegosiasi. "Bagaimana kalau mobil-mobilan atau robot remot keluaran terbaru? Fizar ingin itu, bukan?"

"No! Fizarl tidak mau apa pun selain Mama, Pa!" Anak itu menunjukkan raut merajuk. "Semua teman Fizarl punya Mama. Kenapa Fizarl enggak? Kenapa Papa nggak mau kasih Mama buat Fizarl?"

Hati Alzhafran terasa diremas mendengar penuturan putranya.

"Fizar enggak bahagia sama Papa?" Tanyanya sedih.

"Bahagia, Fizarl bahagia Papa baik dan selalu sayang sama Fizarl. Tapi, Fizarl tetep mau mama." Anak kecil itu menunduk. Ia membayangkan bagaimana serunya teman-temannya bercerita tentang bekal buatan mamanya. Bagaimana mamanya membantu mereka bersiap ke sekolah. Alfizar memang punya semua yang menyayanginya. Nenek, kakek, papa, paman dan pengasuh. Namun semuanya tidak bisa melengkapi kekosongan yang seharusnya diisi oleh sosok Ibu.

 "Maafkan Papa, ya, Fizar boleh minta apa saja. Tapi untuk Mama, itu hal yang tidak mudah."

"Kenapa tidak mudah?"

My Handsome CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang